Bab 11 Mendengar Tanpa Melihat
Bab 11 Mendengar Tanpa Melihat
“Ya, tentu saja. Bukankah itu semua hanya omong kosong belaka yang sangat tidak penting jika kurenungkan dengan dalam? Hanya membuang-buang waktu saja kan?” Winter membalas dengan senyum licik serta alis yang ia taikkan. Sungguh, Willy benar-benar merasakan perbedaan pesat dari sang adik. Winter yang dahulu selalu ceria, berkata dan bersikap sopan padanya kini menjadi seperti ini. Sebelumnya, Winter tak pernah memperlihatkan seringai seperti itu pada sang kakak.
“Winter, bersikap dewasalah sedikit. Kamu benar-benar berubah, tidak lagi seperti Winter yang kakak kenal,” ujar Willy menatap sang adik dengan dalam.
“Benarkah begitu?” tanya Winter sedikit mengejek.
“Ya, itu sangat jelas terlihat perubahanmu. Ayo kembali, istirahatlah karena besok kamu akan pulang,” jawab sekaligus ujar Willy yang kemudian berlalu lebih dulu dari Winter yang masih sedikit termangu. Sadar, ia pun pada akhirnya mendecak kemudian tetap menurut untuk kembali ke ruangannya.
***
“Winter, kakak harus mengurus beberapa masalah di kantor. Kamu tidak masalah jika kakak tinggal sebentar?” tanya Willy pada sang adik yang tengah asyik menatap kosong langit-langit ruangan yang tampak gelap di matanya.
“Ya.”
“Tapi ingat, kamu tidak boleh keluar ataupun pergi kemana-mana. cukup di sini saja, jika kamu ingin sesuatu untuk kubawakan, gunakan ponselmu untuk menghubungi kakak. Katakanlah apa yang ingin kamu katakan, jangan menyembunyikannya, karena kakak sangat tidak menyukai hal itu,” ujar Willy mengingatkan kembali pada sang adik. Ah, tentu saja Winter mengetahuinya. Ia sangat paham bahwa sang kakak memanglah tidak menyukai suatu kebohongan. Bahkan saat Winter berusaha menyembunyikan hal kecil saja Willy pasti akan marah dan sangat tidak menyukainya. Sejak itu, Winter berusaha untuk selalu berkata akan yang memang ingin ia katakan pada sang kakak.
“Ya.” Namun, hanya itu yang kini dapat terlontar dari bibir Winter yang seolah membeku.
“Baik, kalau begitu kakak berangkat sekarang. Kamu baik-baiklah di sini, jangan membuat ulah. Kakak akan pergi sebentar saja,” ujar Willy sekali lagi yang kemudian berlalu pergi keluar ruangan yang membuat Winter menghela napas lega.
“Sungguh, sejujurnya bukan karena Winter tidak menyukai saat ia tengah berada dengan sang kakak. Hanya saja, ia merasa tak nyaman. Sesuatu yang membuatnya merasa berbeda akhir-akhir ini. Ia merasa lebih tertutup, tidak bergairah, dan sedikit rishi jika harus bersama bahkan berbicara dengan orang lain. Ya, meskipun Willy tidak bisa dikategorikan sebagai ‘orang lain’, namun tetap saja Winter merasa seperti ini. Entah, ada suatu rasa yang seolah membelenggunya. Namun, apa itu? Ia juga tidak mengetahuinya.
“Aku ingin ke taman itu lagi. Akan tetapi, apakah suster atau dokter yang lewat nanti tidak akan melarang dan menyuruhku kembali kemari? Secara ini sudah malam. Aku sangat bosan, suntuk rasanya beberapa hari bagai terkurung di ruangan kecil ini,” gumam Winter yang kemudian sedikit tersentak saat indra pendengarannya menangkap sebuah suara familiar.
“Apakah sedang hujan saat ini?” tanyanya pada diri sendiri.
“Bagaimana dengan kakak? Ah, dia membawa mobil bukan? Lagi pula mengapa aku memikirkan tentang hal itu?” tanya Winter lagi yang kini tampak acuh.
Winter, memutuskan untuk beranjak dari atas brankar menuju sebuah jendela yang terdapat di sana. Bagaimana Winter dapat mengetahui letak jendela tersebut? Tentu saja itu karena sebelumnya Willy sudah menunjukkan beberapa letak pada Winter.
“Sangat deras, biasanya ketika hujat seperti ini, aku sedang berada di arena balap liar bersama dengan yang lainnya. Namun sekarang… aku hanya bisa diam di dekat jendela, mendengar tanpa melihat butiran air yang turun dengan derasnya. Ah, sungguh malang nasibmu ini Winter. Setelah ini, hidupmu tidak akan kembali normal seperti biasanya,” ujar Winter dengan kekehan remehnya.
Pada saat hujan turun dengan derasnya seperti kala ini, biasanya Winter memang sedang tidak berada dimana-mana selain di arena balap liar. Ya, ia dan teman-temannya memang selalu memilih waktu malam dan hujan untuk melangsungkan balapan liar tersebut. Karena bagi mereka, saat hujan merupakan sebuah sensasi balap yang sangat menantang adrenalin. Bagaimana tidak? Malam hari, dimana hujan turus dengan lebat, jalanan yang curam dan licin, sungguh benar-benar tak dapat diremehkan.
Ah, pernahkah Winter bercerita sebelumnya? Ia, merupakan pria yang mengikut serta dalam kehidupan malam. Bukan yang seperti itu, namun ia sangat menyukai balap liar bersama dengan teman-temannya. Baginya, melangsungkan balap tersebut memberikan kepuasan tersendiri bagi Winter. Dan, tahukan kalian jika Winter memegang rekor pembalap liar nomor satu di antara teman-teman lainnya? Ya, ia memang selalu memenangkan di setiap balapan. Winter sendiri juga sering disebut sebagai ‘The king of racing’. Ya, memang keahlian Winter dalam mengemudikan mobilnya tidak bisa dianggap remeh.
***
Di sisi lain, saat ini Willy tengah berada di dalam perjalanan menuju arah rumah sakit dimana Winter dirawat. Ya, memang pekerjaannya sudah terselesaikan. Akan tetapi, sejujurnya masih ada hal yang harus ia kerjakan juga. Namun, sebelumnya ia sudah berkata pada sang adik bahwa ia hanya akan pergi sebentar. Karena itu, Willy pun memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya yang tertunda besok.
“Halo Winter,” sapa Willy pada orang di seberang sana lewat telpon.
“Apa?” tanya sang adik yang terdengar tak bergairah.
“Kamu ingin kakak bawakan apa? Kakak sedang di jalan menuju arah rumah sakit.”
“Tidak perlu,” jawab Winter yang membuat Willy menghela napas panjang.
“Kakak lupa, kamu kan belum makan malam… ayo cepat katakan saja apa yang kamu inginkan, kakak akan membelinya segera,” ujar Willy pada sang adik.
“Apa saja,” balas Winter.
“Baiklah kalau begitu kakak belikan Onigiri dan Udon bagaimana?” tanya Willy memberi tawaran pada sang adik.
“Onigiri dan Ramen,” jawab Winter yang membuat Willy terkekeh dalam hati. Sungguh, tingkah Winter yang seperti ini membuat Willy ingin tertawa rasanya.
“Ah, baiklah kalau begitu… kakak belikan dulu ya, setelah itu baru nanti kakak balik ke rumah sakit,” ujar Willy dengan senyum yang terpatri di wajahnya.
“Ya,” balas sang adik yang kemudian langsung memutuskan panggilan secara sepihak.
“Ah, dia benar-benar lucu. Sebaiknya aku segera pergi ke restoran tersebut sebelum tutup,” gumam Willy yang langsung melajukan mobilnya menuju restoran yang ingin ia tuju.
***
“Menggunakan ponsel dalam keadaan seperti ini sungguh membuat frustasi,” gumam Winter mengomel setelah menyelesaikan panggilan telpon dengan sang kakak.
“Tidak berguna! Tidak berguna! TIDAK BERGUNAA!!” rapal Winter berkali-kali sembari melempar ponselnya asal yang pada akhirnya jatuh tepat di atas sofa.
Sungguh, emosi Winter benar-benar sedang tak terkontrol beberapa hari ini. Dirinya, begitu mudah marah dan frustasi terhadap suatu hal. Baik kecil maupun besar.