Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Izinkan Aku Menjadi Model Majalah Dewasa

Rendy pergi begitu saja meninggalkan Elsa. Rasa marah yang sudah sangat membuncah membuat Rendy tak dapat lagi bersikap tenang.

Saat Rendy baru keluar dari rumah, tak sengaja berpapasan dengan Frans yang ternyata mengikuti Elsa hingga dia sampai ke rumah.

Namun, Randy yang tengah diselimuti rasa kalut saat itu tak ingat pada wajah Frans, bahwa dia adalah laki-laki yang sama di dalam foto bersama Elsa.

Frans menoleh ke arah Rendy yang keluar dengan mata berkaca-kaca dan wajah kemerahan menahan amarah. Ia tampak terburu-buru sampai tak menghiraukannya yang saat itu berpapasan dengannya.

"Ada apa dengan pria itu. Kenapa dia seperti sangat marah. Lalu siapa dia, ya. Apa dia adalah suami Angel," batin Frans bertanya-tanya.

Nama samaran yang hanya dipakai dan dikenal di tempat kerja membuat Frans mengenal Elsa dengan nama Angel. Hal itu sengaja dilakukan demi menyembunyikan identitas aslinya.

Frans langsung bersembunyi dibalik pohon saat melihat Elsa yang keluar dari rumah dan berdiri di ambang pintu sembari menangis.

"Mas Rendy, maafkan aku," ucap Elsa penuh penyesalan.

Tubuhnya ambruk bersimpuh di lantai depan rumah. Sayangnya Rendy yang sudah pergi jauh meninggalkannya tak dapat melihat penyesalan di wajah Elsa saat itu.

Kenapa dengan dia. Kenapa dia menangis seperti itu. Sepertinya dia sedang ada masalah yang sangat besar. Kasian dia, batin Frans menatap Elsa dari kejauhan.

***

Malam pun tiba. Ester masih belum menyerah menghubungi suaminya, yaitu Frans. Puluhan kali dirinya menelepon Frans tapi tetap saja tidak diangkat.

"Kemana sih dia. Apa dia benar-benar marah padaku," kata Ester yang kemudian merasa kesal karena Frans selalu mengabaikannya.

Ester berjalan ke arah jendela kamarnya yang mengarahkannya ke pemandangan luar jalan raya. Tampak kelap-kelip lampu kendaraan yang berlalu-lalang.

Ester pun mengirimi pesan singkat pada Frans untuk menanyakan dia ada dimana, tapi tetap saja Frans mengabaikan pesannya.

Frans hanya membaca pesan itu tanpa membalasnya dengan sepatah katapun. Ester yang semakin geram pun mencoba menghubungi Frans lagi.

"Tidak perlu menelepon ku lagi." Tiba-tiba Frans membuka pintu kamar dan masuk ke dalam.

Jas hitam yang dipegang kemudian dilempar ke atas kasur disusul dengan dirinya yang langsung duduk di pinggir ranjang tanpa menjawab teleponnya yang berdering dan menampilkan nama Ester di muka teleponnya.

"Kamu sudah pulang, Mas?" tanya Ester menghampiri Frans. Teleponnya langsung dimatikan begitu saja setelah melihat Frans pulang.

"Kamu kemana saja sih, Mas. Aku telepon ngga diangkat-angkat, aku chat juga ngga dibalas," kata Ester kemudian duduk di samping Frans.

"Kamu dari kemarin pergi dan seharian ngga ada kabar. Aku khawatir padamu," tambahnya lagi.

"Memangnya untuk apa kamu masih mencari ku? Bukankah kamu sudah tidak membutuhkan aku." Frans membuka dasinya tanpa menoleh ke arah Ester.

Ester mencoba merayu Frans yang sedang marah dengan membantunya melepaskan dasi, tapi tangan Ester langsung ditepis seketika oleh Frans.

"Aku bisa sendiri," kata Frans menolak bantuan Ester.

"Aku minta maaf, Mas. Aku tidak bermaksud membuatmu marah. Aku hanya belum siap jika harus memiliki anak sekarang," kata Ester.

"Kita bukan baru kemarin menikah, Ester. Kita sudah hampir 7 tahun, tapi kamu masih bilang belum siap punya anak dengan alasan sepele seperti itu."

"Itu bukan alasan yang sepele, Mas. Aku tidak mau menomorduakan karirku yang sudah aku bangun susah payah dari nol."

"Lalu bagaimana dengan aku? Aku ini suamimu? Aku menginginkan keturunan, tapi kamu malah lebih mementingkan karirmu. Apa kamu tidak memikirkan perasaanku?"

Ester terdiam sejenak. Tak lama ia tersenyum pada Frans seolah menggoda, tapi sayang Frans yang saat itu tengah tidak bersemangat tidak menanggapi Ester.

"Baiklah kalau begitu. Aku mau punya anak tapi ada syaratnya."

Frans langsung menoleh ke arah Ester. Ia tak menyangka Ester bisa berkata seperti itu. Entah bagaimana bisa Ester tidak menginginkan memiliki anak sementara tujuan orang lain menikah adalah memiliki anak dan hidup bahagia.

Frans selalu merasa ada yang kurang dalam hidupnya meski ia memiliki banyak harta yang melimpah, jabatan yang tinggi dan fisik yang sempurna karena Frans menginginkan seorang anak.

Ia begitu ingin dipanggil dengan sebutan ayah, entah bagaimana rasanya jika dipanggil dengan sebutan yang menurutnya begitu sangat indah di telinganya.

"Syarat apa?" tanya Frans mengernyitkan keningnya.

Untuk sesaat keduanya saling bertatap mata. Frans berharap syarat yang diajukan oleh Ester bisa dipenuhi sehingga dirinya bisa segera memiliki anak dari wanita yang ia cintai itu.

"Izinkan aku untuk menjadi model majalah dewasa," kata Ester tiba-tiba.

Frans terkejut bukan main. Ia langsung berdiri begitu saja. Biji matanya melotot seolah akan melompat keluar mendengar perkataan Ester yang tidak pernah dia pikirkan.

"Apa kamu sudah gila! Bagaimana bisa kamu meminta izin seperti itu! Kamu mau memamerkan lekuk tubuhmu pada orang-orang yang melihat dirimu di majalah itu."

"Aku ngga gila Mas. Itu adalah salah satu langkahku untuk mengepakkan sayap ku supaya aku bisa lebih terkenal lagi. Lagipula kamu kan tau kalau aku suka dengan sesuatu yang menantang."

Frans tersenyum kecut. "Ngga! Kali ini kamu sudah gila sih. Kamu mengajukan syarat yang tidak mungkin bisa aku terima."

"Kalau begitu berarti kita tidak akan punya anak."

Ester Lee menantang Frans dengan begitu berani. Ambisinya untuk menjadi seorang model internasional yang serba bisa membuat Ester ingin menjajal semua bidang termasuk menjadi model majalah dewasa.

"Aku tidak akan mengizinkan mu. Aku tidak akan membiarkan mu menjadi model dewasa." Frans memalingkan wajahnya dari hadapan Ester.

Ester bangkit dan menantang tatapan Frans. Ia berdiri tepat di depan Frans membuat Frans kemudian menoleh ke arah Ester hingga mereka pun kembali bertatapan.

Ester masih bersikukuh untuk menerima tawaran menjadi seorang model majalah dewasa, tapi itu semua harus melalui persetujuan dari Frans.

Frans sendiri memiliki banyak pertimbangan untuk menolak apa yang diinginkan oleh Ester. Selain ia tidak mau keindahan tubuh Ester dilihat oleh pria lain. Frans juga memikirkan reputasinya sebagai pengusaha.

Lagipula Frans mampu memenuhi semua kebutuhan Ester dari mulai yang pokok sampai yang tidak begitu ia butuhkan sehingga Frans merasa bahwa Ester tidak perlu melakukan hal itu.

"Ester, bisakah kamu menjadi Ester yang dulu yang tidak pernah mementingkan ambisi diri sendiri seperti ini." Frans memegang erat pundak Ester.

"Tidak bisa, Mas. Ini adalah jalanku lagipula aku dulu bukannya tidak ambisius tapi aku belum mendapatkan kesempatan jadi sekarang saat aku memiliki kesempatan, aku tidak mau menyia-nyiakannya lagi."

"Maaf Mas, tapi kali ini aku terpaksa menentang mu. Aku akan tetap menerima tawaran itu," kata Ester dengan penuh keyakinan.

"Kamu jangan gila Ester." Frans membanting dasi yang dipegangnya tadi. Kemarahannya pada Ester semakin menjadi.

Belum selesai masalah yang kemarin, kini mereka kembali bertengkar. Keduanya memiliki prinsip hidup dan pemikiran masa depan yang berbeda sehingga kehidupan rumah tangga mereka beberapa tahun belakangan selalu mendapat terjangan badai masalah.

Frans mencoba bersikap dewasa, tapi semuanya terasa sia-sia. Ester yang memiliki sifat keras kepala tidak pernah mau untuk mendengarkannya.

"Kalau kamu tetap tidak mengizinkan aku untuk menjadi model majalah dewasa tidak apa-apa. Itu berarti kita juga tidak akan punya anak dan untuk penawaran itu, aku akan tetap menerimanya," ucap Ester.

"Jangan membuatku kesal!" Frans meraih dagu Ester dan mencengkram kuat hingga membuat tanda kemerahan di dagu Ester.

"Sakit, Mas. Lepaskan aku!" Ester memberontak.

"Aku tidak akan melepaskan kamu kalau kamu tidak mendengarkan apa yang aku katakan," ancam Frans.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel