Bab 5. EFEK PIL KB
"Aku mau keluar beli sedikit makanan." Alma sembarang mencari alasan.
Namun, kini tubuh Alma mulai gatal lagi. Alma menggaruk lehernya dengan kuat dan Austin kebetulan melihat tindakannya itu.
Alis Austin mengerut, dia merasa ada sesuatu yang salah dengan Alma.
Sambil menatap ke wajah Alma, Austin berdiri dan berjalan ke depannya. Namun karena kejadian tadi membuat Alma merasa sedikit trauma. Jadi, pada saat Austin menghampirinya, Alma secara refleks langsung mundur satu langkah ke belakang.
Tetapi hal itu tidak berguna, Austin langsung menahan baju Alma dan membuat dia tidak bisa bergerak, lalu Austin melepaskan jaket yang dikenakan Alma.
Setelah itu, Austin dapat melihat ruam dan bentol-bentol merah yang berada di leher Alma. Bahkan di lehernya masih memiliki bekas garukan, seharusnya disebabkan oleh garukan Alma tadi. Ruam itu sangat banyak dan merah.
Ekspresi Austin langsung menjadi semakin menggelap, dia melepaskan Alma dan berjalan ke rak sepatu sebelum mulai mengganti sepatu, kemudian dia mengambil kunci mobil dan menarik Alma keluar rumah.
***
Akhirnya, Austin yang mengantar Alma ke rumah sakit.
Mereka mengantri di bagian spesialis kulit, antriannya tidak panjang.
Setelah pemeriksaan, dokter pun mulai mengomel dan memarahi Alma. "Kamu mengalami alergi obat KB. Jangan sembarang makan lagi!" Dokter mengatakan kesimpulan pemeriksaan.
Waktu dokter dan Alma sedang berbicara, Austin sedang duduk di sampingnya dan mendengar dokter berkata 'obat KB' tangan Austin pun mengepal erat secara refleks.
"Alma makan obat lagi, haha." Austin tertawa kesal dalam hati. "Wanita ini benar-benar tidak ingin mengandung anakku. Setiap kali selesai berhubungan, dia selalu melakukan pencegahan lengkap."
Alma sendiri tidak menyangka dirinya bisa alergi dengan obat KB, dulu dia sudah pernah makan beberapa kali dan hasilnya baik-baik saja.
Akhirnya, Alma memastikannya dengan dokter lagi. "Apakah pasti karena obat? Dulu saya pernah makan juga, tapi hasilnya baik-baik saja"
"Alergi terhadap obat itu tidak tentu." Dokter memberikan penjelasan dan sebuah contoh. "Ada banyak orang waktu mulai makan tidak alergi, tetapi setelah makan jumlah tertentu mereka akan mengalami alergi. Sebelumnya saya juga pernah bertemu dengan pasien yang memiliki kondisi yang sama dengan kamu."
"Apakah nanti tidak bisa makan obat itu lagi?" tanya Alma.
Dia sangat mempedulikan tentang hal itu. Kalau nanti Austin tidak mau melakukan pencegahan, sementara dirinya tidak bisa makan obat lagi, kalau misalnya hamil, apakah harus pergi aborsi?
Meskipun Alma tidak begitu peduli dengan kesehatannya, dia juga tidak pernah berpikir mau menghancurkan tubuhnya dengan cara seperti aborsi.
Mendengar pertanyaan Alma, ekspresi dokter menjadi semakin jelek. "Apanya yang makan lagi?! Sudah sampai alergi masih mau makan! Kalau kalian tidak ingin memiliki anak, biarkan bagian pria saja yang melakukan pencegahan saja atau kamu makan obat KB yang jangka panjang!"
"Oh, apakah obat KB jangka panjang tidak akan menyebabkan alergi?" Alma kembali bertanya.
Dokter menggelengkan kepalanya."Belum tentu. Berdasarkan kondisi kamu sekarang, saya menyarankan kalian menggunakan kondom saja, jangan makan obat lagi."
Alma diam setelah mendengarkan perkataan dokter. Masalah menggunakan kondom bukan merupakan keputusan yang bisa dilakukan oleh dirinya.
Alma melirik ke arah Austin sekilas dan dapat dilihat ekspresinya benar-benar sangat jelek. Kalau bukan karena sedang berada di rumah sakit, Alma tahu dia sudah mau meledak.
Setelah memarahi Alma, dokter pun memberikan resep obat kepada Alma. Waktu menulis resep, dokter bahkan tidak lupa memarahi Austin. "Kamu juga, harusnya tahu menyayangi kekasih sendiri. Kenapa kamu membiarkan dia makan obat seperti itu terus?!"
Alis Austin mengerut tidak percaya. Dia tidak menyayangi Alma? Haha, bukankah lebih tepatnya Alma tidak pernah ingin memiliki kasih sayangnya. Masalah makan obat seperti ini juga bukan terjadi untuk pertama kali.
Austin menghembuskan nafas kasar dan membuang muka. Dia berusaha menahan dan tidak membantah dokter.
Setelah keluar dari ruang dokter, Alma pun turun ke bawah mengambil obat.
Saat seluruh proses, Austin tidak berkata apa pun, tetapi Alma bisa merasakan kemarahan Austin yang tinggi.
Api kemarahan menyala di seluruh tubuh pria itu. Alma tidak tahu hujan badai seperti apa yang sedang menunggu dia selanjutnya.
Alma mengantri selama belasan menit untuk mengambil obat.
Setelah selesai keduanya keluar dari rumah sakit, Austin tetap tidak berbicara. Hingga sudah masuk ke dalam mobil, Austin baru membuka mulut.
Dia menarik dagu Alma dan bertanya dengan nada suara dingin. "Kenapa makan obat?!"
Alma terdiam.
Di dalam ingatan Alma, Austin sudah pernah bertanya pertanyaan ini dan dia pun sudah pernah menjawabnya. Kali ini Alma tidak ingin mengulangi kata-katanya.
Austin juga tidak menyusahkan Alma, dia melepas pegangannya setelah melihat Alma tidak menjawab.
Di sepanjang jalan, mereka pun tidak berbicara lagi, suasana di dalam mobil membuat orang merasa sangat tertekan sampai sesak.
Alma menatap ke luar jendela, hujan masih belum berhenti, bahkan semakin deras. Menatap ke bintik hujan yang berada di jendela, Alma merasa sedikit kecapekan.
Untungnya jarak rumah sakit dengan rumah Austin tidak jauh, mereka tiba di rumah setelah perjalanan 30 menit.
Setelah sampai rumah, Alma langsung membawa obat naik ke lantai atas. Untuk sekarang, Alma sama sekali tidak ingin bersama dengan Austin.
Namun, Austin sama sekali tidak memberi Alma kesempatan untuk melarikan diri. Setelah beberapa menit, Austin langsung mengikuti Alma naik ke lantai atas.
Alma sama sekali tidak tahu harus bagaimana komunikasi dengan Austin. Mengetahui Austin juga naik ke lantai atas, Alma hanya menoleh ke dia dan tidak berkata apa pun lagi. Hubungan mereka tiba-tiba menjadi sangat tegang.
Padahal tadi pagi mereka masih baik-baik saja. Belum lewat satu hari hubungan mereka sudah berubah menjadi begitu.
Austin yang juga tidak berkata apa pun, hanya terus menatap Alma dengan dingin. Setelah menatap lama, dia pun keluar dari kamar.
Brak!
Suara menutup pintu kamar sangat kencang. Karena terlalu tiba-tiba, Alma pun terkejut.
Menatap ke pintu kamar yang tertutup rapat, Alma mengeratkan kepalan tangannya secara refleks.
Sikap lembut dan kasih sayang yang dia dapatkan akhir-akhir ini seperti sebuah mimpi dan sekarang sudah saatnya bangun dari mimpi.
Austin kembali ke kamarnya untuk mengganti baju kemudian pergi ke kantor. Dia tiba pada saat menjelang pulang jam kerja. Norwin yang melihat kedatangan Austin, jadi tercengang sejenak.
"Tuan? Bukannya sebelumnya dia berkata tidak mau datang ke kantor hari ini karena tidak enak badan?" gumam Norwin.
"Kamu ikut aku ke kantor!" kata Austin yang melihat Norwin.
Norwin mengangguk dan segera mengikuti Austin di belakang.
Setelah masuk ke dalam ruangan, Austin berkata dengan nada dingin. "Dalam waktu tiga hari, carilah seorang profesional di bidang manajemen untuk mengerjakan pekerjaan Alma."
Sontak Norwin mengerutkan keningnya samar.
"Alma bukannya barusan menjadi presdir? Lalu mengapa sekarang tidak mau kerja lagi?" Norwin yang merasa agak bingung bertanya dalam hati.
Melihat ekspresi Norwin yang ragu, Austin bertanya dengan nada yang terdengar agak marah. "Apa ada masalah?"
Setelah mengikuti Austin sekian lama, Norwin tentu saja bisa menyadari suasana hati Austin yang sedang tidak bagus.
Karena tuannya itu juga langsung membahas tentang masalah Alma ketika dia baru saja tiba di kantor jadi jangan-jangan mereka bertengkar lagi?
Austin akan bersikap seperti itu setiap kali bertengkar dengan Alma.
Berdasarkan pengalamannya dalam keadaan seperti ini Norwin berpikir lebih baik jangan menentang dia.
"Tidak, temanku kebetulan sedang mencari kerja, nanti saya pergi bertanya kepadanya," kata Norwin, kemudian bertanya, "Apakah masih ada perintah lainnya?"
"Tidak ada lagi."
"Baik, kalau begitu saya akan segera menghubungi dia."
Norwin menundukkan kepalanya dan pergi meninggalkan ruangan Austin.
Setelah Norwin pergi, Austin langsung menelpon Dante.
Suasana hati Austin sekarang sangat buruk. Dia ingin melampiaskan dengan minum.
Sementara itu Dante yang ditelepon sudah mengerti kebiasaan Austin saat menelepon dia. Biasanya Austin akan menelepon dia karena bertengkar dengan Alma.
Jadi, begitu telepon terhubung, Dante langsung melontarkan pertanyaan. "Bertengkar dengan Alma lagi?"