Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4. SEBUAH ANCAMAN

"Mulai besok kamu tidak perlu pergi ke perusahaan lagi. Tunggu kamu sudah berpikir dengan jelas baru boleh pergi." Nada bicara Austin itu jelas sedang memberitahu Alma, bukan sedang berdiskusi dengannya.

Sekarang Alma hanya ingin pergi muntah jadi dia tidak bisa berpikir banyak tentang kata-kata Austin.

Sambil berpegangan pada lantai lantai, Alma berusaha berdiri sambil menahan rasa sakit di bagian paha dalamnya, kemudian berjalan ke kamar mandi dengan cepat.

Setelah masuk ke kamar mandi, Alma pun mulai muntah.

Suara Alma muntah sangat keras dan letak kamar mandi yang bersebelahan dengan ruang pakaian membuat Austin dapat mendengarnya dengan jelas.

Austin yang sedang memakai kembali pakaiannya mendengar suara muntah Alma, ekspresi Austin menjadi semakin jelek.

Mereka bukan pertama kali melakukan hubungan intim seperti ini, dulu Alma bahkan lumayan menikmati hal itu. Sekarang karena tujuannya sudah tercapai, akting saja sudah malas.

Sepertinya Austin benar-benar harus memuji skill akting Alma. Wanita itu sudah termasuk kuat bisa menemani Austin dan akting begitu lama.

Berpikir sampai sini, Austin mengangkat sudut mulutnya, menertawakan dirinya. Di dunia ini ada beribu-ribu wanita yang mau bersama dengan dirinya dengan tulus, tetapi Austin malah mencintai seorang wanita yang tidak menganggap dia. Bukankah dirinya adalah pria bodoh?

Setelah suara muntah berhenti, Austin baru berjalan keluar dari ruang pakaian.

Pada saat keluar kebetulan dia bertemu dengan Alma. Mata Alma masih sangat merah karena baru saja muntah, wajahnya terlihat sangat pucat.

Rambutnya terlihat sangat berantakan, helaian benang yang dikenakannya pun ala kadarnya. Benar, Alma menutupi tubuh polosnya dengan handuk yang diambilnya dari kamar mandi. Penampilan Alma jelas menjelaskan apa yang mereka lakukan tadi.

Melihat penampilan Alma seperti itu, bagian tubuh bawah Austin pun mulai bereaksi lagi.

Austin menghalangi langkah Alma. "Apakah kamu mendengar kata-kataku tadi?"

Alma menelan ludah dan tidak berbicara. Karena masih merasa agak mual, Alma berusaha menahannya. Kalau dia berbicara, kemungkinan dia akan muntah lagi.

"Mulai besok di rumah saja, tidak boleh kemana pun." Austin mengulangi kata-katanya.

Wajah Alma terlihat sangat pucat, dia menahan segala rasa tidak enak yang dirasakannya dan memaksakan diri berkata, "Kamu ada hak apa?"

Alma yang merasa sekarang memiliki karier dan perusahaan sendiri, berpikir mengapa dia harus menuruti Austin dan berada di rumah setiap hari? Dia bukanlah tipe orang yang mau menjadi ibu rumah tangga.

Sekali lagi Austin marah sampai tertawa karena mendengar Alma bertanya dia ada hak apa.

Austin menarik dagu Alma dan mengingatkannya dengan ekspresi dingin. "Jangan lupa siapa yang memberikan semua barang yang kamu miliki sekarang kepada kamu."

Seketika Alma terdiam.

"Alma, kalau aku bisa membuat kamu duduk di posisimu hari ini, maka aku juga bisa menarik kamu turun dari posisi itu. Kalau tidak percaya, kamu boleh mencoba."

Sebenarnya Austin tidak ingin mengancam dia, tetapi kondisi seperti sekarang membuat Austin hanya bisa mengancamnya.

Austin tahu kalau Alma sangat peduli dengan perusahaannya dan segela sesuatu yang dimiliki oleh keluarga ibunya, sehingga Austin pun menggunakan hal itu untuk mengancamnya.

Sesuai ekspektasi, begitu Austin mengatakan perkataannya itu Alma langsung bereaksi.

Alma tahu dirinya tidak memiliki pilihan. Alma menarik nafas kemudian berkata dengan nada rendah. "Tetapi perusahaan masih memiliki banyak pekerjaan yang sedang menunggu untuk aku selesaikan."

Austin tertawa dengan ringan. "Kalau untuk masalah itu kamu tidak perlu risau, aku bisa mengundang orang manajemen yang profesional. Kemampuan bekerja mereka tidak tahu lebih bagus dari pada kamu berapa kali lipat"

Alma terdiam. Kini Austin benar-benar sudah marah, kata-kata yang dikatakan semuanya begitu tajam.

Alma selalu mengetahui dirinya tidak memiliki banyak pengalaman di bidang mengurus perusahaan, tetapi setelah menjalani pelatihan kali ini, Alma merasa kemampuan dirinya sudah berkembang.

Namun, tidak menyangka Austin tetap merasa Alma masih tidak bisa apa-apa.

"Oh, aku mengerti," jawab Alma dengan nada dingin.

Kini hubungan kedua orang itu kembali ke titik awal dulu. Salah, bukan titik awal. Lebih tepatnya, lebih jauh daripada titik awal. Mereka berdua sekarang mirip seperti dua orang asing.

"Apakah masih ada yang lain?" Alma mengangkat kepalanya dan melihat Austin.

Austin menggelengkan kepalanya sembari menatap ekspresi Alma.

Setelah melihat Austin menggeleng, Alma naik ke lantai atas. Membiarkan Austin sendirian di tempat.

Suasana hati Austin sekarang sangat frustrasi. Dia sebenarnya bukan orang yang sering emosional, tetapi Alma selalu memiliki kemampuan untuk membuat dia emosi dengan mudah, bahkan Alma bisa mengaktifkan sifat kekerasan yang berada di dalam hati Austin.

Austin berpikir kembali bagaimana dia memperlakukan Alma tadi, dirinya mengakui kalau benar-benar kelewatan, tetapi tadi dirinya benar-benar tidak bisa mengontrol diri.

Setelah mendudukkan di atas sofa, Austin mulai memijat dahinya.

***

Sesampainya di kamar, Alma langsung mandi. Ketika di kamar mandi, Alma melempar handuk yang dia pakai ke samping, dia bermaksud untuk membuang handuk itu ke tempat sampah.

Sewaktu mandi, Alma menundukkan kepalanya dan menatap ke bekas-bekas di tubuhnya. Alma bisa memastikan kalau dia pergi ke kantor polisi dan berkata dirinya diperkosa, polisi pasti akan percaya.

Austin tadi ... benar-benar sangat kasar!

Mungkin dia benar-benar sangat marah tadi, tetapi Alma tidak mengerti mengapa dia marah, padahal dia yang bermesraan bersama Gwen terlebih dulu.

Kalau mereka berdua masih saling mencintai, mengapa tidak mau menggunakan kesempatan tadi untuk berbaikan saja?

Alma sudah mau mengundurkan diri dari hubungan ini dan memberinya kesempatan kembali bersama Gwen, tapi mengapa Austin masih tidak puas?

Setelah mandi 20 menitan, Alma pun mulai menggosok giginya. Teringat tentang kejadian tadi, Alma tetap merasa jijik waktu menggosok gigi.

Setelah keluar dari kamar mandi, Alma baru teringat, Austin tidak menggunakan kondom tadi.

Berpikir sampai sini, Alma langsung menarik laci di samping tempat tidur dan mengeluarkan 2 obat KB sebelum menelannya sekaligus.

Sebenarnya obat itu hanya perlu dimakan satu, tetapi setiap kali Alma selalu makan 2 butir karena dia takut tidak cukup aman.

Sekarang banyak orang berkata efek samping makan pil KB sangat besar, tetapi daripada aborsi, Alma memilih untuk menerima efek samping itu.

Setelah makan obat, Alma duduk di atas tempat tidur.

Di luar masih sedang hujan, mendengar suara gemericik air hujan, Alma merasa agak frustrasi. Dia berjalan ke sisi jendela dan menatap ke pemandangan di luar jendela sambil melamun.

Beberapa saat kemudian, Alma tiba-tiba merasa sangat gatal di lengannya, gatal yang sangat parah.

Setelah menggaruk beberapa kali, bercak merah dan bentol-bentol langsung muncul di lengan Alma, kemudian muncul di leher Alma juga.

Alma merasa sangat terkejut. Ini adalah pertama kalinya dia mengalami kondisi seperti ini. Dia tidak tahu apa penyebab masalah yang terjadi padanya.

Alma berpikir dia tidak boleh hanya duduk dan menunggu mati. Alma bergegas memakai jaket panjang dan turun ke lantai bawah dengan sandalnya. Dia tidak menyangka kalau Austin masih duduk di lantai bawah.

Mendengar suara langkah kaki, secara refleks Austin menoleh ke arah tangga sehingga dia pun melihat Alma turun dari lantai atas dengan menggunakan jaket.

Ekspresi Austin yang baru saja melega jadi suram lagi. "Kamu mau apa?"

Alma menjilat bibirnya, tidak bermaksud mau memberi tahu kondisinya kepada Austin.

"Aku mau keluar beli sedikit makanan." Alma sembarang mencari alasan.

Namun, kini tubuh Alma mulai gatal lagi. Alma menggaruk lehernya dengan kuat dan Austin kebetulan melihat tindakannya itu.

Alis Austin mengerut, dia merasa ada sesuatu yang salah dengan Alma.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel