Bab 6 . Apakah Kamu Seekor Anj....?
Tan Wen Jun, menjabat sebagai CEO dari perusahaan Tan yang menguasai berbagai bidang bisnis. Keluarga Tan adalah keluarga terhormat dan disegani. Perusahaan mereka selain mempekerjakan ribuan pekerja, juga setiap tahun memberikan donasi yang besar untuk begitu banyak yayasan amal. Hanya saja, ia yang merupakan pewaris kerajaan bisnis itu, dikenal sebagai gay.
Namun, Wen Jun tidak pernah peduli, dengan prestasinya, gelar sebagai gay tidak mempersulit. Bahkan, membantunya terhindar dari segala jenis wanita maupun perjodohan.
Hanya saja, gelar gay itu tidak dapat melindunginya dari ambisi sang nenek, yang begitu menginginkan cicit dari dirinya.
Wen Jun, melangkah cepat, melintasi atap gedung dan masuk ke dalam. Sekretarisnya yang berpenampilan layaknya model profesional, membacakan semua jadwal janji temu, hari ini. Di belakang, barisan pejabat, terus mengekor, mengikuti sampai mereka tiba di ruang rapat yang begitu luas.
Asisten pria menarik kursi untuknya. Wen Jun duduk dan bersandar, menatap ke arah layar raksasa yang ada di hadapannya.
Pejabat mulai mempresentasikan mengenai produk baru yang akan diluncurkan, serta strategi pemasaran yang akan ditetapkan. Namun, untuk pertama kali, Wen Jun sulit berkonsentrasi.
Tanpa sadar, menggunakan ujung jari Wen Jun menyentuh bibirnya. Di dalam benaknya, berputar adegan panas yang sebagian diingatnya dengan jelas. Kejadian di mana ia lepas kendali bersama seorang wanita yang tidak dikenal.
Wanita itu, wanita yang tidak diketahui namanya, memiliki bibir yang ranum. Wajahnya tidak terlalu cantik, tetapi cukup manis dan sulit dilupakan. Selain itu, tubuhnya, ya tubuhnya bukanlah tubuh wanita atletis yang senang berolah raga dengan perut rata. Tidak, tubuh wanita itu tidak seperti itu, tetapi masalahnya Wen Jun menyukai tubuh sedikit berisi itu. Terutama pada bagian tertentu yang dinikmatinya tadi malam.
Hanya dengan mengingat, tubuhnya bereaksi dan hal itu tidak diharapkan.
BRAKKK!
Karena kesal, Wen Jun memukul meja dengan satu tangannya. Seketika, pejabat yang sedang melakukan presentasi terdiam dengan wajah memucat.
Tan Wen Jun, jarang menunjukkan emosi dan selalu berwajah datar. Tidak ada yang dapat membaca ekspresinya. Namun, saat ini untuk pertama kali mereka semua dapat melihat wajah tampan Wen Jun, penuh kekesalan.
Berdiri dari duduknya dan merapikan jas, Wen Jun berkata, "Kirim laporan ke ruanganku!"
Lalu, dengan langkah lebar ia berderap keluar dari ruang rapat, diikuti oleh sang sekretaris dan beberapa orang asisten.
Hari itu, Tan Wen Jun kesulitan berkonsentrasi. Tubuhnya kembali merindukan kehangatan wanita itu. Kenyataan itu, membuatnya begitu kesal dan mengakibatkan beberapa karyawan dipecat hanya karena kesalahan sepele.
***
Kembali ke kastil.
"Wanita itu sehat."
"Benarkah?" tanya Nenek Tan, kepada dokter keluarga mereka.
"Hasil pemeriksaan menjelaskan semuanya. Bahkan, usia tubuhnya lebih muda dari usianya. Artinya, wanita itu menjaga pola makan dan tidak mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan terlarang."
"Jadi, apakah ia bisa hamil?" tanya Nenek Tan, gembira. Kekhawatirannya, menguap. Awalnya, ia begitu risau akan kesehatan wanita itu.
"Tentu."
"Terima kasih, Dokter."
Sang dokter pun pamit, karena telah melakukan bagiannya.
Nenek Tan meminta salah seorang pelayan, memanggil Yao.
"Ada apa, Nyonya?" tanya Yao, yang baru melangkah masuk ke ruang tamu.
"Bagaimanapun caranya, pastikan wanita itu setuju untuk bekerjasama. Berikan apa pun yang dia minta, uang bukanlah masalah. Selidiki latar belakang keluarganya dan pastikan mereka tidak mencari masalah, sampai ia melahirkan nanti!" perintah Nenek Tan.
"Baik, Nyonya."
"Dan pastikan, kamu bersikap lembut padanya!" tegas Nenek Tan.
"Baik, Nyonya."
Nenek Tan, mengangguk dan sedikit lebih tenang. Entah ia dapat hidup berapa tahun lagi, tetapi sebelum mati, ia sangat ingin menggendong seorang cicit dari Wen Jun.
"Aku akan kembali ke kediaman. Laporkan apa yang terjadi, setiap hari!" pesan Nenek Tan, sebelum meninggalkan kastil.
***
Qian Qian, membuka mata. Mengerjap beberapa kali, sebelum melihat ke sekeliling.
Saat kesadarannya kembali, Qian Qian langsung terduduk dan mulai merasa takut.
Turun dari ranjang, ia melihat ini adalah kamar di mana semua masalah terjadi.
Qian Qian menatap ke arah ranjang, ternyata seprei sudah diganti, begitu juga dengan pakaiannya. Saat ini, ia mengenakan terusan katun berwarna putih dengan sedikit brokat.
Mengintip ke balik pakaian, Qian Qian menegang. Ia tidak mengenakan bra dan celana dalam tipis yang dikenakan, juga bukan miliknya.
Siapa yang menukar pakaiannya? batinnya, ngeri. Apakah pria bernama Yao itu? Memikirkan kemungkinan itu, membuat Qian Qian murka.
Melupakan sandal bulu yang indah, Qian Qian bertelanjang kaki berlari ke arah pintu dan memutar kenop. Seperti perkiraan, pintu itu dikunci.
"KELUARKAN AKU!"
"KELUARKAN AKU!!!"
Teriak Qian Qian berulang-ulang dan terus menggedor pintu dengan kedua tangannya.
Tidak mendapat respon, ia berbalik dan matanya mencari sesuatu yang dapat digunakan untuk menghancurkan kenop pintu. Namun, tidak ada apa pun yang dapat digunakan.
Saat hendak kembali menggedor, pintu tiba-tiba terbuka dan Qian Qian disambut oleh Yao, beserta beberapa pria lain dengan setelan formal.
Spontan, Qian Qian mencoba menerobos barikade itu, tetapi Yao menangkapnya dengan mudah dan masuk ke dalam kamar.
"Panggil Bibi Xin!" perintah Yao kepada salah satu pengawal.
Yao, menahan tubuh Qian Qian yang terus meronta, bahkan kali ini ia menggigit lengan kokoh yang melingkari pundaknya. Namun, pegangan Yao sama sekali tidak melemah, malah semakin erat.
Seorang wanita paruh baya berlari masuk dan berkata, "Nona, Nona, hentikan."
Suara seorang wanita, menarik perhatian Qian Qian dan ia melepaskan gigitannya. Merasakan bau darah membuat Qian Qian langsung meludah dan membersihkan mulutnya di lengan kemeja milik Yao. Entah pria ini memiliki penyakit atau tidak, itu menjijikkan.
"Nona, kamu menyakiti Yao," ujar wanita paruh baya itu kembali dan mendekati Qian Qian.
Ucapan itu membuatnya menunduk dan menatap lengan Yao yang berdarah karena gigitannya.
"Apakah kamu seekor anjing?" tanya Yao, dengan suara yang begitu dingin.
"Anjing? Aku bahkan bisa menjadi singa, jika diperlukan!" balas Qian Qin, mendelik.
"Lepaskan aku!" seru Qian Qian, sedikit merasa bersalah saat kembali melihat lengan Yao yang terluka begitu parah.
"Aku akan melepaskanmu, jika kamu berjanji tidak akan lari!" tegas Yao.
"Untuk sekarang aku tidak akan lari!" balas Qian Qian. Ya, ia akan lari saat ada kesempatan. Saat ini ada begitu banyak orang, bagaimana ia dapat melarikan diri? Lagipula, ia tidak tahu di mana pintu keluar bangunan ini.
Dengan kasar, Yao melepaskan Qian Qian dan melihat luka di lengannya.
"Minta Dokter datang kembali! Aku harus segera mendapatkan suntikan!" gerutu Yao, sambil melepaskan dasinya dan digunakan untuk membalut lengannya yang terluka.
Suntikan? Apakah pria itu menganggapnya seekor anjing yang dapat menularkan rabies? batin Qian Qian, murka.
"HEI–"
"Maaf, Nona. Perkenalkan, aku Bibi Xin. Aku yang menggantikan pakaian Nona dan akan menjadi pelayan Nona, mulai sekarang," ujar Bibi Xin, memotong ucapan Qian Qian.