Bab 4 . Siapa Dia?
Ini bukan saat yang tepat untuk menangis. Mengesampingkan rasa sedih, Qian Qian mulai memilah ingatannya kembali. Apakah ia diculik dan diperkosa? Tidak, sepertinya bukan begitu. Seingatnya, sama sekali tidak ada kekerasan, malahan ia juga mengambil peran dalam percintaan yang dikira hanya mimpi.
"Bodoh! Bodoh!" umpat Qian Qian pada dirinya sendiri.
Mengenakan pakaian dalam, lalu blouse serta celana jeans, Qian Qian berusaha menemukan sepatunya. Ia segera berlari ke arah sofa, saat melihat sepasang sepatu kets miliknya, tergeletak di sana.
Sepatu sudah terpasang sempurna, tetapi tiba-tiba Qian Qian tertegun, saat melihat jaket yang tergeletak di lantai. Ia tahu, jaket itu adalah milik sang adik, Xiao Bing.
Akhirnya semua jelas, semua ini terjadi pasti melibatkan adiknya itu. Marah, gusar, tetapi hanya air mata yang kembali mengalir deras. Apakah ia dijual oleh adiknya yang menyebalkan itu? Ya, tentu, buktinya ia berakhir di ranjang pria asing.
Mengambil jaket itu dan Qian Qian, langsung mengenakannya. Mengancing jaket dan merapikan dengan cara menepuk. Saat itulah, tangannya menyentuh sesuatu di balik saku jaket dan segera dikeluarkan.
Secarik kertas memo kecil dengan tulisan tangan Xiao Bing, hanya berisi satu kata, yaitu, "MAAF."
Geram, Qian Qian meremas kertas itu dan melempar jauh. Menghapus air mata, ia kembali berlari ke arah pintu dan berusaha membukanya, tetapi sama, itu sia-sia.
Tidak putus asa, ia berlari ke arah jendela. Ia tidak dapat keluar, karena semua jendela memiliki terali besi.
Satu-satunya cara adalah memohon kepada pria tadi. Ya, Qian Qian akan melakukan apapun agar dapat segera keluar dari tempat ini.
Berlari ke arah pintu, di mana pria tadi masuk, Qian Qian langsung menggedor kasar.
"KELUARKAN AKU!" teriak Qian Qian, sambil menggedor pintu.
"HEI!"
"KELUARKAN AK–"
Belum menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba pintu itu dibuka dan membuatnya tersungkur ke depan.
Wen Jun menyingkir tepat waktu, agar wanita itu tidak menubruknya. Namun, hal tersebut membuat Qian Qian terjerembab ke lantai kamar mandi tersebut.
Wen Jun melangkah keluar dari kamar mandi dan mengenakan pakaiannya kembali. Ia marah, atas tindakan sang nenek yang semena-mena dan kali ini, sudah amat keterlaluan.
Qian Qian yang terjatuh, langsung berdiri. Ia ingin berteriak dan marah, tetapi tidak tahu apa yang harus diucapkan. Sedangkan pria itu dengan santai mengenakan pakaiannya kembali.
Wen Jun mengenakan kemeja yang sudah kehilangan kancing dan menarik resleting celana panjangnya. Lalu, mencari ponsel dari saku jas miliknya, yang tersampir di sofa.
Ya, ponsel. Mengapa ia tidak memikirkan hal tersebut? batin Qian Qian dan langsung berusaha menemukan tas ransel, miliknya. Namun, tasnya itu tidak ada di dalam ruangan ini.
"Aku ingin bertemu Nenek. Sekarang!" ujar Wen Jun kepada Yao, melalui ponsel.
Lalu, dengan kesal Wen Jun mengenakan jas dan menyimpan ponselnya kembali.
"Berikan ponsel itu!" seru Qian Qian yang menghampiri Wen Jun dan menarik lengannya.
Dengan kasar, Wen Jun menepis tangannya agar terlepas dari pegangan wanita murahan itu.
"Tidak!" balas Wen Jun, tidak berperasaan.
"BERIKAN!" seru Qian Qian kembali dan berusaha mengambil ponsel itu dari saku jas yang dikenakan Wen Jun.
Kesabaran ada batasnya dan saat ini, kesabaran Wen Jun sudah benar-benar lenyap.
Dengan kasar, kedua tangan Wen Jun menangkap kedua tangan Qian Qian.
Qian Qian mendelik dan berusaha melepaskan tangannya, hanya saja itu sia-sia, sebab tenaga Wen Jun begitu kuat.
Kesal dan marah, Qian Qian menendang tulang kering pria itu begitu kuat.
Reaksi pria itu tidak sesuai dengan perkiraan. Qian Qian yakin, tendangannya cukup kuat dan itu pasti sakit, tetapi kening pria itu hanya berkerut dan cengkeraman nya masih begitu kuat.
Kembali Qian Qian mendaratkan tendangan kedua, tetapi gerakan itu terbaca oleh Wen Jun dan ia berhasil menghindar.
Dengan kesal, Wen Jun mendorong Qian Qian mundur ke belakang dan mereka berdua terjatuh di atas ranjang yang ada dibelakang.
Tubuh Qian Qian jatuh telentang di atas ranjang empuk, dengan kedua tangan ditahan di atas kepalanya, oleh kedua tangan pria itu. Sedangkan Wen Jun, terjatuh dan menindih tubuh Qian Qian. Saat ini, wajah mereka begitu dekat dan ingatan akan apa yang terjadi kemarin malam, memenuhi benak mereka. Walau samar, tetapi rasa itu masih membekas dan terpatri dalam ingatan mereka masing-masing.
Saat itulah pintu kamar dibuka dan Yao, melangkah masuk. Namun, begitu melihat posisi mereka berdua, Yao langsung berbalik dan hendak pergi.
"YAO! BERHENTI!" perintah Wen Jun yang langsung turun dari atas tubuh Qian Qian. Perintah itu, juga membuat Yao menghentikan langkahnya.
Qian Qian juga turun dari ranjang dan merapikan rambut serta pakaiannya.
Yao membeku, saat melihat sosok Qian Qian di tengah kamar yang begitu terang. Itu bukan wanita yang disewa.
"Siapa kamu?" tanya Yao, spontan.
"Siapa kamu?" balas Qian Qian, kesal.
"Hmmm, menarik. Selesaikan masalah kalian. Di mana Nenek?" tanya Wen Jun. Bukankah ini menggelikan, sang nenek membiarkannya tidur dengan wanita yang tidak jelas. Itu tanda bahwa sang nenek benar-benar putus asa dan kenyataan itu, membuatnya sedikit merasa gembira. Setelah apa yang terjadi, Wen Jun tidak lagi menyukai apalagi menghormati, wanita tua itu.
"Ikut aku, Tuan," ujar Yao, yang mulai merasa cemas. Namun, hal ini tidak dapat disembunyikan dari Nyonya Besar Tan.
"Kalian masuk, dan periksa apakah ada bercak darah di seprei," perintah Yao. Lalu, barisan pelayan berjalan masuk ke arah ranjang dengan seprei yang benar-benar kusut.
Wajah Qian Qian merona, entah karena malu atau marah. Para pelayan itu diminta memeriksa sisa-sisa percintaan mereka, tepatnya mencari bukti bahwa ia perawan.
Wen Jun melangkah keluar dan diikuti oleh Yao. Qian Qian, tidak mau ketinggalan, ia butuh penjelasan dan ingin segera keluar dari kekacauan ini. Siapa yang menyangka keperawanannya yang dijaga selama 25 tahun, diberikan kepada pria tidak dikenal. Apakah mereka adalah komplotan mafia yang melakukan bisnis perdagangan manusia? batin Qian Qian, mulai cemas.
Saat melangkah di tengah-tengah koridor yang luas, ia melihat salah satu jendela terbuka lebar dan kesempatan itu diambil, untuk melarikan diri. Namun, belum sempat mencapai jendela itu, lengannya sudah ditahan oleh dua pria yang mengikutinya sedari tadi.
Meronta, berteriak dan menendang ke segala arah, tidak membuat banyak perubahan. Ia diangkat oleh kedua pria itu dan terus melangkah mengikuti pria yang bernama Yao tadi.
Tiba di ruangan lain, Qian Qian melihat seorang wanita tua dengan rambut putih, duduk di sana dengan anggun.
"Apa yang Nenek rencanakan?" tanya Wen Jun langsung, tanpa basa-basi.
Nenek Tan meletakkan cangkir teh kembali ke atas meja dan berdiri dari duduknya.
"Membawamu ke jalan yang benar," jawab Nenek Tan.
"Hei, wanita tua! Apa yang kamu lakukan padaku? Aku sudah hidup di jalan yang benar!" seru Qian Qian, berang.
Nenek Tan menatap ke arah Qian Qian dengan tatapan tidak percaya.
"Siapa dia?" tanya Nenek Tan, kepada Yao yang pucat pasi.