Bab 3 . Bukan Mimpi
Kembali ke kastil.
Pintu kamar utama ditutup. Para pelayan memastikan tidak ada asap yang dapat keluar dari kamar itu.
Qian Qian, antara sadar dan tidak, merasa tubuhnya mulai kepanasan.
"Hmmm...."
Qian Qian bergumam, saat merasakan empuk dan lembutnya tempat di mana ia berbaring.
Mengapa begitu panas? batinnya dan mulai melepaskan jaket.
Namun, itu sama sekali tidak membantu, ia masih merasa kepanasan. Dengan limbung, Qian Qian yang sudah setengah sadar, duduk. Membuka mata dan melihat ke sekeliling.
Tempat apa ini? Ini di mana? batinnya. Di mana pun itu, tidaklah penting, yang harus dilakukan adalah melepaskan pakaian.
Dengan satu tarikan, Qian Qian melepaskan blouse putih dengan karakter kartun yang dikenakannya. Lalu, membuka kancing dan resleting celana jeans, menendang-nendang agar jeans itu terlepas dari kakinya.
Blouse dan celana jeans, terjatuh di lantai.
Dengan seulas senyum di wajahnya, Qian Qian kembali merebahkan diri. Ya, ini baru tepat, tubuhnya terasa agak nyaman.
Gerakan tadi, membuat Wen Jun terganggu dan membuka mata. Kepalanya begitu berat, tubuhnya begitu panas, bahkan tenggorokannya tercekat. Namun, hal yang paling mengganggu adalah tubuhnya yang bereaksi keras tanpa sebab.
Bangkit dari tidurnya, Wen Jun turun dari ranjang. Pijakannya limbung, tetapi beruntung ia tidak tersungkur.
Mengapa begitu panas? batinnya dan mulai melepaskan kemeja dengan kasar. Tidak peduli tarikannya, membuat kancing kemejanya lepas. Kesal, ia melempar kemeja itu ke lantai.
Berusaha melihat sekeliling dan Wen Jun sadar, ia berada di kastil.
SIAL! Bagaimana, ia bisa berakhir di sini? batinnya, penuh curiga.
Dengan langkah gontai, Wen Jun berjalan ke arah pintu dan saat memutar kenop, ia tahu pintu kamar dikunci.
BUK BUK BUK!
"YAO!" teriak Wen Jun, memanggil Yao, sambil memukul pintu kayu ganda berwarna putih dengan ukiran indah. Ia yakin, ini adalah tindakan sang nenek. Namun, apa tujuannya?
Qian Qian, duduk tegak dan menatap ke arah pintu. Suara pukulan tadi membuatnya sedikit tersadar.
Tatapannya menangkap sosok pria bertelanjang dada di hadapannya. Apa yang dilihat, membuat ia merasa tergelitik di bagian bawah perutnya. Rasa apa ini? batinnya.
Namun, tanpa berpikir, Qian Qian menurunkan kedua kakinya dari atas ranjang dan berjalan gontai, ke arah pria itu.
"HEI! KENAPA KAMU BEGITU RIBUT?" seru Qian Qian, jelas terdengar kesal.
Wen Jun, terkejut dan langsung berbalik. Ia tidak sendirian di kamar ini, ada orang lain dan itu adalah seorang wanita yang hanya mengenakan pakaian dalam.
Apa yang dilihat, memompa cepat adrenalin ke seluruh tubuh dan itu membuat pusat tubuh, semakin bereaksi keras.
Wen Jun, mulai dikuasai gairah. Akal sehat yang tersisa sedikit, sudah tertutup kabut gairah, akibat dari asap dupa yang terus menerus terhirup.
Yang dirasakan Qian Qian juga tidak berbeda jauh, hanya saja ia tidak paham rasa apa itu.
Rambut panjangnya menutup sebagian wajah, bibir mungil meniup rambut yang menutupi wajahnya. Lalu, Qian Qian melangkah menghampiri pria yang begitu tampan dan menarik perhatiannya.
"Apakah ini mimpi?" bisik Qian Qian saat berada tepat di hadapan Wen Jun.
Wen Jun, tidak mampu mencerna perkataan wanita di hadapannya. Wanita itu, terlihat begitu cantik dan seksi. Mata bulat itu menatapnya dengan penuh gairah. Bibir mungil itu, sedikit mengerucut, seakan minta dicium. Belum lagi, tubuhnya yang amat menggoda. Payudaranya cukup besar, untuk ukuran tubuh mungil seperti itu. Walaupun hanya pakaian dalam biasa yang dikenakan, tetapi itu mampu membuatnya tetap terlihat menggoda.
Delapan tahun, ya delapan tahun ia tidak pernah bercinta dengan wanita mana pun. Itu adalah bentuk penyesalan atas kematian kekasihnya. Ia bahkan pergi ke klub khusus gay, saat ingin minum dengan tenang. Ya, di klub gay, ia tidak perlu menolak para wanita yang terus berusaha merayunya dengan agresif.
"Ya, ini mimpi," gumam Qian Qian saat meletakkan telapak tangannya di atas dada berotot milik Wen Jun.
Qian Qian tertawa senang dan kembali berkata, "Tapi, ini sangat nyata."
Tangan mungilnya mulai membelai dada bidang itu. Ini hanya mimpi, artinya ia dapat berbuat sesuka hati bukan? Apalagi, tubuhnya menyukai kedekatan dan kehangatan ini.
Tanpa tahu malu, Qian Qian menempelkan tubuhnya ke tubuh pria di hadapannya. Rasanya begitu tepat dan membuat ia mendesah nikmat.
"SIAL!" umpat Wen Jun, sebelum tenggelam dalam badai gairah.
Bibirnya mendarat ke bibir mungil wanita yang tidak dikenal itu. Rasanya, begitu tepat dan nikmat. Butuh beberapa saat agar wanita itu dapat mengikuti ritme ciumannya.
Lalu, tangannya mulai membelai punggung kurus itu dan dengan satu sentakan, melepaskan bra yang menutupi payudara indah itu. Wen Jun, menghentikan ciuman hanya untuk mengagumi keindahan itu. Bibirnya meninggalkan bibir wanita itu dan berpindah ke keindahan yang terpampang jelas, setelah bra dilepaskan.
Qian Qian, hanya mengikuti naluri. Ini mimpi erotis dan baru kali pertama dialami. Jadi, ia akan melakukan semua yang ada di imajinasinya selama ini. Ia senang membaca novel roman dan film percintaan, ini adalah kesempatan yang tepat untuk mempraktekkannya.
Wen Jun, membopong tubuh Qian Qian dan meletakkannya di atas ranjang.
Melanjutkan apa yang telah dimulai dan menyelesaikannya.
***
Sinar mentari pagi, menerobos masuk dari balik tirai kamar tidur.
Cahaya terang, mulai mengganggu tidur Qian Qian. Perlahan, ia pun mulai terbangun.
Membuka mata perlahan dan menatap ke depan. Untuk beberapa saat, ia yakin masih bermimpi. Sebab, ia tidak berada di kamar tidurnya yang sederhana, melainkan sebuah ruangan bergaya Eropa yang jelas-jelas mewah.
Memejamkan mata kembali, tetapi kali ini ia dapat merasakan kehangatan yang menyelimuti tubuhnya.
Seketika, Qian Qian membuka mata dan ia mulai ketakutan. Apakah yang terjadi adalah kenyataan dan bukan mimpi?
Saat ini, ia tidur menyamping dan tidak berani bergerak. Menunduk dan melihat ke bawah, seperti perkiraan, ia telanjang dan ada tangan kokoh yang melingkari pinggangnya.
Mengatur napas dan berusaha untuk tidak panik, tetapi itu sia-sia.
Hal pertama yang dilakukan adalah menepis tangan yang memeluk pinggangnya, lalu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya, baru kemudian, berteriak.
"ARGHHHH!"
"ARGHHHH!"
BRUKKK!
Qian Qian terjatuh dari atas ranjang, dengan bokong yang mendarat keras di atas lantai yang beralaskan karpet bulu yang tebal.
Teriakannya, membangunkan Wen Jun.
Kepalanya masih begitu berat, tetapi tubuhnya terasa begitu ringan. Membuka mata dan duduk, Wen Jun berusaha memfokuskan tatapannya ke asal teriakan.
"ARGHHH!"
Kembali berteriak, karena Qian Qian begitu frustasi.
Qian Qian berdiri dan memeluk selimut erat, sebelum berlari ke arah pintu kayu ganda yang begitu besar.
Berusaha memutar kenop pintu, tetapi sia-sia, sebab pintu tidak mau terbuka.
Wen Jun, bereaksi lebih tenang. Turun dari ranjang, tanpa repot menutup tubuhnya yang telanjang. Tidak memedulikan wanita yang histeris itu, ia melangkah ke kamar mandi. Tidak lupa membanting pintu cukup kuat.
Lelah berteriak, Qian Qian mulai mengenakan pakaiannya kembali. Wajahnya memanas, saat melihat ruam di tubuhnya, bukti dari percintaan panas yang dilalui. Ia juga merasa perih pada bagian inti tubuhnya. Ini mengerikan dan air matanya, mulai mengalir keluar. Ternyata semua yang terjadi, bukan mimpi.