Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 6 | TEKNIK PEMISAH DAN API PUTIH

Krak!

Lori yang berjuang sendiri melawan kerumunan makhluk sebelumnya pun, telah berhasil menguasai keadaan. Satu persatu dari mereka ia musnahkan dengan cara dibakar setelah memisahkan kepala dari tubuh setiap makhluk itu.

“Baiklah, aku harus menyusul Tuanku,” ucap Lori dengan gaya bangga karena telah mengalahkan para makhluk tadi.

Sementara itu, Vandyke yang saat ini tengah berjuang mempertahankan anggota dari bagian tubuhnya pun meringis ketika tangan kanannya mulai retak ditarik oleh para makhluk di sekitarnya.

“Argh! Hah, aku lalai sekali,” gumam Vandyke sambil memejamkan matanya.

“Apa yang kau rencanakan dengan memejamkan mata seperti itu?” tanya salah satu dari mereka.

Syut ... krak!

Vandyke melesat tanpa terlihat, bahkan dia telah berhasil mencolok dan merampas jantung dari masing-masing makhluk yang saat ini belum sadar bahwa jantung mereka telah diambil oleh vampir tampan dengan rahang tegas ini.

“Mungkin dia sedang menikmati masa terakhirnya, hahaha—akh! Aaaarrrghh!!” Salah satu makhluk yang menyahut adalah makhluk pertama yang diambil jantungnya oleh Vandyke. Seketika ia mengerang kesakitan dan akhirnya tubuh makhluk itu ambruk ke tanah.

“Kembalikan jantung kami!” seru makhluk lain yang telah menyadari bahwa di tangan Vandyke saat ini tengah menggenggam kelima jantung mereka. Bahkan, ia tidak sadar jika dirinya sudah tidak memegang lengan kanan Vandyke lagi.

“Hmm? Apa kalian membutuhkan ini?” tanya Vandyke dengan ekspresi wajah datarnya.

“Iya! Kembalikan, kumohon, kami akan menjadi abdimu jika kau mengembalikan jantung kami!!!” seru salah satu dari mereka.

Para makhluk itu semakin kesakitan, bahkan anggota tubuh mereka ada yang meleleh akibat jantungnya telah diambil oleh Vandyke.

“Hm? Abdiku? Menarik, tetapi, aku sudah punya seorang abdi. Dan satu saja sudah cukup bagiku. Benar bukan, Lori?” Vandyke langsung menyadari abdi setianya telah tiba di sana.

“Ampun, Tuanku. Aku terlambat sehingga Tuan mengalami pengeroyokkan seperti ini,” ucap Lori sambil berlutut dengan perasaan bersalah.

“Tidak mengapa, Lori. Bakar mereka dengan api putihmu!” titah Vandyke, membuat Lori bangkit dan mengeluarkan kekuatannya untuk membakar semua makhluk yang berani menyakiti tuannya.

“Lori, benda ini mau diapakan?” tanya Vandyke pada Lori tentang kelima jantung yang ada di tangannya.

“Musnahkan saja, Tuanku. Jika jantung itu dimakan oleh makhluk lain, mereka akan semakin kuat dan kuat lagi,” sahut Lori.

“Bagaimana bisa kau mengetahui tentang hal itu?” tanya Vandyke.

“Tuanku, aku pernah mendengar hal seperti itu sebelumnya. Jika melihat Tuan menarik jantung mereka, itu artinya mereka tidak dapat dimusnahkan dengan Teknik Pemisah,” sahut Lori dengan mantap.

“Hmm, ternyata, tidak sia-sia menjadikanmu abdiku,” puji Vandyke, membuat Lori merasa bangga terhadap dirinya sendiri.

Wup!

Dalam sekejap, kelima jantung itu pun terbakar habis di tangan Vandyke. Api putih miliknya tentu lebih dahsyat daripada milik Lori.

“Tuanku, sungguh api yang dahsyat,” puji Lori dengan mata berbinar.

“Ya, jika bukan karenamu, aku pasti tidak akan pernah tahu jika aku memiliki kekuatan api sedahsyat ini,” sahut Vandyke, kembali membuat Lori memuji dirinya sendiri dalam hati. “Ayo!” ajak Vandyke.

Kedua vampir itu pun melanjutkan perjalanan menuju sebuah gedung yang kini sudah ada di depan mata.

“Tuanku, apa kita langsung masuk dan memeriahkan suasana?” tanya Lori yang tampak semangat.

“Lori? Jangan terlalu bersemangat, kau akan kehilangan jati diri saat berlebihan melakukannya,” ucap Vandyke mengingatkan Lori.

“Ampun, Tuanku,” sahut Lori.

“Permisi!” sapa Vandyke kepada salah satu penjaga yang ada di depan pintu.

“Vampir?!” Orang yang disapa, beserta empat teman lainnya pun terkejut ketika melihat kedatangan Vandyke dan Lori yang secara tiba-tiba.

“Iya, benar sekali. Kami adalah vampir. Apakah pemilik gedung ini ada di dalam?” tanya Vandyke dengan sopan.

“Tembak!” seru orang itu sambil mengarahkan senjatanya ke arah Vandyke.

Sat!

Lori bergerak cepat dan merebut senjata kelima orang itu agar jangan sampai melukai tuannya—Vandyke.

“Arrghhh!” Kelimanya mengerang kesakitan ketika tangan mereka semua dipatahkan oleh Lori.

“Ini berbeda dari yang mereka katakan, mereka bilang tidak ada vampir lain selain yang ada di gedung ini!” gerutu orang itu, jelas-jelas dia dan keempat lainnya adalah manusia.

Vandyke menatap wajah kelima manusia yang tengah ketakutan saat ini. Tampak di bagian dada bidang manusia itu, tertera nama Jeky di atas sakunya.

“Tuan Jeky, kalian telah dijadikan umpan oleh mereka yang ada di dalam gedung sana. Dan, aku yakin ... saat ini mereka pasti sedang melihat apa yang kalian alami ini dari situ.” Vandyke menunjuk ke arah cctv yang terpasang di atas pintu di sana.

“Sialan!” umpat pria yang bernama Jeky itu.

“Biarkan kami masuk, kami ingin melihat apa yang dilakukan oleh orang-orang di dalam sana, sehingga terciptalah makhluk yang menyerang orang di area kerajaan,” pinta Vandyke kepada Jeky dan keempat temannya.

“Masuk saja, tolong jangan bunuh kami,” pinta Jeky dengan wajah kesakitan dan penuh harap. Hatinya sakit karena mereka telah dibohongi.

“Tentu saja, Lori akan membawa kalian ke tempat yang aman,” ucap Vandyke yang sejatinya memerintahkan Lori juga.

“Siap, Tuanku!” seru Lori. Dalam sekejap ia menyeret kelima manusia yang tubuh mereka jelas lebih besar darinya. Lalu, dalam sekejap ia menciptakan sebuah lingkaran untuk melindungi kelima orang itu. “Dengan lingkaran ini, kalian akan aman dari makhluk buas manapun,” ucap Lori kepada para manusia itu.

“Terima kasih!” seru mereka bersamaan. Di dalam lingkaran itu, Jeky pun mencoba untuk memperbaiki posisi tangan mereka yang dipatahkan oleh Lori tadi.

Lori pun membantu mereka dalam sekejap, tanpa mempedulikan suara teriak kesakitan dari kelima orang itu.

“Aaaakkhh!!!”

“Ups, maaf, ini salahku!”

“Jangan terlalu bermain-main, mereka manusia,” ucap Vandyke ketika Lori kembali ke sisinya.

“Baik, Tuanku.”

Bledum!

Dalam sekejap, pintu yang tadinya tertutup pun diledakan oleh Lori dengan kekuatannya yang lain. Namun, apa yang mereka kira ternyata salah. Pintu itu bukanlah akses untuk masuk ke dalam gedung tersebut, melainkan pintu sebuah ruangan dimana banyak makhluk yang menyerang Vandyke saat sendirian tadi.

“Oh? Sial?” umpat Lori.

“Mereka banyak sekali, apa kau mampu, Lori?” tanya Vandyke setelah mendengar umpatan Lori.

“Tentu saja, Tuanku!” sahut Lori dengan semangatnya. Bahkan ia mengibarkan jubahnya dengan bangga.

“Bunuh mereka!” seru salah satu makhluk di dalam itu. Mereka memang berbentuk aneh seperti makhluk pertama, namun mereka menggunakan seragam putih yang seakan memang sengaja didandan demikian.

“Roaaaarrhh!!!” Teriakan-teriakan yang menyatakan perang itu pun membuat Jeky dan keempat temannya merinding di tempat.

“Lori, apakah Jeky dan teman-temannya akan aman?” tanya Vandyke yang justru khawatir kepada Jeky dan kawan-kawannya.

“Tenang saja, Tuanku. Hanya Tuanku yang bisa menyelamatkan diri dari lingkaran itu,” sahut Lori dengan yakin.

Benar saja, ketika salah satu dari makhluk di ruangan itu melesat dan menyerang lingkaran tempat dimana Jeky berada, Lori pun menyadari bahwa ketika mereka berteriak ‘Bunuh mereka!’ tadi adalah untuk dirinya, tuannya dan juga untuk Jeky dan kawan-kawan.

Bledum!

Duar!

Seketika, lingkaran tempat dimana Jeky dan kawan-kawannya pun meledak, lalu dipenuhi oleh kobaran si jago merah. Hal itu membuat Lori tertegun di tempat.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel