BAB 7 | API PUTIH YANG MEMENUHI GEDUNG
“Apa yang terjadi? Dari mana asal api itu?” batin Lori bertanya.
“Sepertinya … salah satu dari mereka adalah bangsawan. Dia mempunyai kekuatan dahsyat. Lindungilah Jeky dan teman-temannya. Aku yang akan mengembalikan bangsawan itu ke tempat asalnya.” Vandyke melesat setelah mengatakan itu kepada Lori.
“Vandyke Duke Valter! Katanya ... kau adalah manusia hina yang tanpa sengaja tergigit, lalu menjadi vampir. Cih! Menggelikan. Bahkan, kau membunuh ibumu sendiri!”
Nyut!
Vandyke merasa pahit dan sakit saat mendengar kalimat terakhir dari sosok di hadapannya. Seketika itu juga wajah wanita yang dia cintai muncul dalam kepala Vandyke. Tanpa menunggu lama, dengan kecepatan penuh ia melesat, lalu mencengkram leher makhluk berbadan manusia serigala dan berkepala vampir tersebut.
“Kau juga lemah,” lanjut sosok itu sambil tersenyum miring pada Vandyke. Dengan cekatan sosok itu mencengkram tangan Vandyke. Membuat kening si tampan ini mengeryit sedikit karena herannya. Sebab, saat itu pula Vandyke tersadar bahwa cengkramannya tidak mempan terhadap makhluk itu. Kenapa?
“Apa dia setara dengan Tuan Luis?” tanya batin Vandyke pula. Makhluk itu pula menyeringai senang melihat ekspresi Vandyke.
“Oh? Ternyata … kau adalah abdi dari seorang Luis si rendahan itu. Gehahaha!” Sosok itu tertawa terbahak ketika mengetahui Vandyke adalah abdi Luis. Dan, Vandyke merasa heran, padahal tadi dia bertanya dalam hati. Tetapi, kenapa makhluk itu bisa tahu?
Selanjutnya, perkelahian sengit antara keduanya pun terjadi. Meskipun sosok angkuh tadi terlihat sangat cepat. Namun, Vandyke tetap bisa mengimbanginya. Terpental jauh dan melesat kembali, terus beradu kekuatan dengan pukulan masing-masing, itulah yang kedua sosok itu lakukan.
Sementara itu, Lori di sisi lain tertawa terbahak-bahak sambil terus memusnahkan para kerumunan makhluk aneh yang berusaha menyerang dirinya. Adegan itu membuat Jeky dan keempat temannya, merasa bahwa Lori adalah vampir yang kuat, namun bersamaan itu juga, mereka merasa Lori memiliki masalah … kejiwaan?
“Kenapa kalian melihatku sepeti itu?” tanya Lori saat tersadar dirinya sedang dilihat lima anak manusia yang dilindunginya.
“Oh? Tidak, Tuan Vampir. Kami … hanya kagum saja,” dusta Jeky yang menurutnya lebih baik menjawab demikian. Daripada kelak dibinasakan.
“Oh? Tentu saja. Aku adalah abdi dari Tuanku yang hebat. Jadi, aku sangat luar biasa!” puji Lori pada dirinya sendiri. Bahkan, dia sengaja duduk di atas sosok yang meronta minta dilepaskan.
Syut ... brak!
Nahas, setelah usai kalimat Lori dan saat dia duduk anggun sambil melipat tangan. Terlihat pula Vandyke terpental dan berguling hingga berakhir menabrak lingkaran pelindung Jeky serta kawan-kawannya. Sehingga, lingkaran itu pun berkecai jadinya.
Lori yang tadinya berwajah angkuh, kini menjadi melongo tak percaya akan apa yang dia lihat. Langsunglah dia melesat melindungi Tuannya dan kelima manusia di sana. Lingkaran kembali dia ciptakan, sehingga anak-anak manusia itu jadi selamat saat kerumunan makhluk buas datang dari berbagai arah untuk menyantap mereka.
“Tuanku? Apa Tuan baik-baik saja?” tanya Lori.
Vandyke masih dalam posisi berbaring sejak terpentalnya tadi. Entah apa yang dipikirkannya, sehingga tampangnya sedikit bingung begitu.
“Apa kita akan aman?” tanya teman Jeky dengan berbisik.
“Hem! Tenang saja. Kalian aman dalam lingkaran ini. Buktinya, ledakan dahsyat saja tidak berhasil menghancurkannya tadi, kan? Hanya karena tubuhku ini saja yang menghantamnya, sehingga lingkaran ini berkecai. Aku sedikit lengah, jadi cecunguk itu berhasil menendang dadaku.” Vandyke berkata panjang lebar. Ada rasa malu, tetapi dia berani mengakui kelalaiannya tersebut.
“Itu terdengar meyakinkan,” sahut Jeky dengan nada ragu sambil memandang teman-temannya.
Sat!
Vandyke melesat cepat untuk menghadang sosok yang hendak menyerang Jeky dan lainnya di lingkaran tersebut. Kemudian membawanya jauh dari sana, membalas perlakuan makhluk yang membuat dirinya terpental tadi.
“Kali ini, aku tidak akan membiarkanmu menyentuhku sedikit pun,” ucap Vandyke sambil terus menghajar sosok di depannya.
“Hahaha! Pukulanmu hanya serasa gigitan semut, Vandyke. Kau mau tahu satu rahasia yang membuat kami seperti ini?” balas sosok itu. Dengan cekatan ia berusaha melepaskan diri dari Vandyke, tetapi Van tak membiarkannya.
“Aku tidak peduli,” sahut Vandyke dengan nada datar.
“Oh? Kau tidak peduli? Padahal … setahuku kau ditugaskan untuk menjaga Tuan Putri dari kerajaan baru bernama Razom, bukan?”
Vandyke menghentikan pukulannya, ia mencengkram erat geraham makhluk di depannya.
Khek!
Makhluk itu menyadari kekuatan Vandyke jadi meningkat. Namun, dirinya tetap merasa kekuatan itu mampu dia takhlukan.
“Hahaha! Kau menyukai gadis itu. Apa kau tahu? Gadis itu sekarang sedang diincar oleh Tuan kami. Mati atau hidup, dia akan dibawa kemari. Jadi, lebih baik kau bergabung saja dengan kami. Sayang rasanya jika aku harus membunuhmu, Vandyke.” Sambil menyeringai, sosok itu terus saja berusaha membuat Vandyke melonggarkan cengkramannya, dengan cara berkata ini dan itu tentang tuan putri.
“Aku … tidak peduli.” Vandyke mempererat cengkramannya, kemudian mencolok jantung sosok itu, lalu membakarnya langsung dengan api putih miliknya. “Hah … seharusnya, begini sedari tadi. Huft ... kenapa rasanya aku marah sekali? Aku ... tentu saja tidak memikirkan putri yang manis itu. Aku hanya tidak suka mereka berkeliaran sambil membunuh manusia di sekitar sini.” Vandyke berkata seperti itu, dengan tubuh yang melesat dan tangan yang terus menghancurkan setiap makhluk yang mencoba menyerangnya.
Hingga tanpa Vandyke sadari, api putihnya bahkan sudah membakar banyak makhluk, bahkan gedung yang ia masuki pun turut terbakar dengan dahsyatnya.
“Hei! Cepat lari! Ini sudah sesuai dengan rencana Tuan. Api putih itu akan membakar habis Bunga Langka yang Tuan takuti. Ayo! Kita la-khok!” Sosok yang berseru ini langsung dicekik oleh Vandyke.
“Katakan padaku, apa maksudmu tadi? Rencana Tuanmu? Bunga Langka?”
“Heh? Grrr .... khok!” Bukannya menjawab, makhluk itu malah memusnahkan dirinya sendiri dengan cara membuat tubuhnya berkecai. Namun, sebelum itu sempat pula dia tersenyum mengejek kepada Vandyke.
“Sial! Dia lebih memilih mati!” gerutu Vandyke. Tentu dirinya merasa penasaran, apa maksud perkataan makhluk tadi.
“Tuan! Mereka semua lari!” seru Lori yang kewalahan mengejar kerumunan tadi, kerumunan yang terus berlarian menjauh dari sana.
“Lori. Kejar mereka, jangan biarkan satu pun keluar dari hutan ini. Aku harus memadamkan api putih ini. Sebelum Bunga Langka yang dimaksud sosok tadi ikut hangus,” sahut Vandyke yang mengangkat kedua tangannya ke arah depan.
“Tuan?! Bukankah itu berbahaya!?” seru Lori.
“Jangan pikirkan aku. Pergi dan bunuh mereka semua!” pinta Vandyke tanpa menoleh ke arah Lori.
“Tuan?!” Lori enggan menuruti, karena dia tahu apa yang dilakukan tuannya berbahaya pada diri tuannya itu sendiri.
“Jika terjadi apa-apa denganku, maka kau akan bebas.”
“Aku tidak menginginkan itu. Kesela-”
“Hentikan, Lori! Kejar mereka! Atau akan banyak korban di luar sana!” teriak Vandyke melalui batinnya kepada Lori.
Dengan berat hati, Lori melesat pergi meninggalkan Vandyke. Wajahnya amat khawatir dengan tuannya itu. Lori melesat secepat kilat, serta setangkas mungkin dia membasmi para makhluk yang berlarian menjauh dari sana. Dengan perasaan dalam benaknya itu, tanpa sadar kekuatan Lori terus saja meningkat.
Para makhluk yang dikejar Lori pun berteriak dan meringis kesakitan akibat pukulan, cakaran serta kematian yang menyiksa yang Lori berikan.
“Tunggu aku, Tuanku! Aku akan kembali dan membantumu! Meskipun ... nyawaku taruhannya!” seru Lori di sela aksinya.
