Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 8

Kelopak mata Anthea berkedip dua kali saat melihat seorang CEO seperti Nichollas menemuinya di hari yang sangat tidak tepat mengingat Anthea hendak ke markas. Untung saja Anthea tidak mengenakan seragamnya karena jika tidak, Nichollas pasti akan menganggapnya aneh.

Menarik napas dalam-dalam sebelum membangkitkan kesadarannya untuk tidak jatuh pada pesona Nichollas yang semakin tampan. Anthea, dia sudah memiliki wanita yang lebih darimu! Jangan berharap banyak karena kau tidak lebih setitik debu dari wanita yang dikencaninya. Pikiran sialan! Maki Anthea dalam hati. Bahkan, wanita itu tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri.

"Ehm," Dehaman Nichollas saat melihat Anthea yang sibuk melamun. Mengembalikan kesadaran wanita cantik berparas oriental didepannya. "Thea, apa kau ingin keluar?"

Gadis itu menekan rasa sakit dan cintanya dalam-dalam. "Tentu saja. Apa kau buta? Jelas-jelas aku ingin keluar dan kau menghalangi jalanku, Tuan," sahutnya pedas membuat Nichollas terdiam.

Anthea sudah terlalu jauh berubah. Tidak ada lagi wanita lembut, penurut, dan murah senyum seperti dulu. Yang tersisa hanyalah wanita dingin, keras, dan tak tersentuh.

"Maaf." Pria itu menunduk. "Aku ingin meminta maaf padamu," ujarnya sambil menatap manik obsidian milik Anthea.

Anthea menghela napas kasar dan menatap jengah pria tampan didepannya. Bahkan, beberapa orang di lobi apartemen miliknya mulai melirik-lirik ke arah mereka. Lagipula, siapa yang tidak tahu seorang Nichollas? Pria muda, tampan, dan sudah mampu menduduki kursi CEO perusahaan kepemilikan keluarganya sendiri. Apalagi, berita baru-baru ini terdengar bahwa CEO tampan itu di todong oleh beberapa pencuri di sebuah restoran.

"Aku memaafkanmu. Sekarang, pergilah! Aku sibuk." Anthea hendak melangkah, namun Nichollas menahan lengannya.

"Anthea..." Suaranya memohon. "Berikan kesempatan untukku menjelaskan."

Anthea hendak membuka suaranya, namun suara Sam lebih dulu menegurnya. "Thea, ayo."

Dalam hati, Anthea berterima kasih kepada Sam karena sudah membebaskannya. "Hm," sahutnya lalu kembali menatap Nichollas. "Aku harus pergi." Tanpa menunggu jawaban dari Nichollas, Anthea melangkah menjauh meninggalkan pria itu berdiri dalam kegamangan.

***

"Aku masih tidak mengerti kenapa kita harus ditinggal untuk menghadiri acara Laksamana muda yang ditunjuk sebagai Direktur. Padahal, Jeslyn yang seharusnya menghadiri acara ini mengingat dia ketua kita." Sam bergumam pelan sambil menatap Anthea yang kini sedang mendengarkan musik klasik dengan menggunakan headset pada sebelah telinganya saja.

Anthea mengangguk membenarkan. Tidak biasanya mereka diminta untuk hadir dalam acara pengangkatan direktur baru. "Sudahlah. Tidak usah dipikirkan." Gadis itu melepas headset-nya kemudian mulai mengganti pakaiannya dengan seragam resmi mereka.

Samantha mengernyit sebelum matanya terbelalak dan menatap horor pada Anthea tanpa kehilangan fokusnya dalam mengemudi. "Bukankah yang berbicara tadi denganmu itu adalah Nichollas? Nic yang CEO itu kan?"

Kini, Anthea memasang atribut di bajunya. "Ya. Kau benar," sahutnya singkat.

"Astaga. Bagaimana mungkin kau mengenalnya?" Wajah Samantha berbinar ceria. "Ayo jujur padaku, Thea."

Anthea berdecak pelan. "Aku tidak ingin membahas apapun, Sam." kemudian gadis itu menatap keluar jendela.

"Kau sangat pelit informasi," sungut Samantha sebelum kembali memfokuskan diri pada jalanan sepi di depannya.

Anthea tidak membalas apapun karena ia memang tidak ingin membahas apapun tentang pria yang masih dicintainya itu. Atau~ Anthea tidak lagi mencintainya? Hanya rasa sakit yang tertinggal di dadanya?

Entahlah. Dia sendiri pun tak mampu menjawab pikirannya sendiri.

"Kita sampai." Samantha membawa mobilnya ke parkiran bawah tanah. Mobil mewah berjejer rapi terparkir.

"Ramai sekali," gumamnya pelan kemudian membelokkan stir mobil ke kiri untuk mencari tempat parkir yang tersisa.

"Apa menurutmu Jenderal akan hadir?" Anthea bertanya tiba-tiba. Entah sejak kapan berurusan dengan Athran membuatnya tremor.

Seolah baru sadar, Samantha membelalakkan matanya. "Astaga! Aku hampir lupa hal itu. Untung saja mereka tidak membawa kita bertugas."

"Apa hubungannya?" Anthea bertanya bingung.

"Kalau aku ikut mereka dalam misi, aku tidak akan pernah bertemu dengan Jenderal. Itu kesempatan langka, Thea sayang." Sam mematikan mesin mobilnya. "Bayangkan saja yang bisa bertemu dengannya hanya para petinggi. Ingat, kemungkinan besar presiden juga akan hadir disini."

Great!

Anthea lupa akan hal itu. Presiden Yohannes Carls Leambergh merupakan pria paruh baya yang sama sekali tidak memiliki hati. Jantungnya berdegup keras mengingat mereka akan bertemu dengan semua para petinggi Intelijen Negara, terutama Carls.

"Sam, apakah Regan juga menghadiri acara ini?"

"Kurasa tidak. Terakhir kudengar dia ada di Olympus." Sam menyahut seraya berpikir.

Jantung Anthea berdebar kencang. "Kurasa kita tidak memiliki teman disini, Sam."

"Ada." Sam menyahut antusias. "Frysca dan Elyn akan hadir."

"Benarkah?" Anthea setidaknya memiliki harapan.

Samantha mengangguk. "Benar. Jeslyn memberitahuku sebelum mereka berangkat."

Akhirnya, Anthea dapat menghela napasnya lega. Setidaknya ada teman yang sesama para agen sederajat yang bisa diajak mengobrol agar suasana tidak terlalu canggung.

"Ayo, kita masuk. Sepertinya, acara sudah dimulai." Sam membuka lebar pintu utama yang menjadi pintu masuk para agen rahasia.

***

Penyerahan jabatan kepada direktur utama Fosceo Koetteran Devdas telah dilakukan beberapa menit yang lalu. Para petinggi banyak menggunakan jas hitam resmi sedangkan para agen mengenakan seragam resmi mereka.

Samantha sibuk memilih makanan yang tersedia sedangkan Anthea memilih untuk mengobrol ataupun mendengar pembicaraan yang Elyn dan Frysca lakukan. Sejujurnya, dia tidak terlalu suka berada disini. Namun, dia juga tidak mungkin pulang lebih awal.

"Ini pertama kali aku melihat para petinggi intelijen." Elyn bergumam sambil menatap kagum satu persatu para petinggi.

Frysca hanya mengangguk dan menerawang ke seluruh sudut. "Acaranya tidak dibuat main-main. Mereka bahkan menyiapkannya secara resmi dan khusus."

Tiba-tiba saja, Elyn menepuk pundak Anthea dan bertanya kagum. "Apakah itu Jenderal Athran?" Di antara mereka hanya Anthea yang pernah bertemu langsung, maka itu Elyn memilih bertanya padanya. Semua agen mengetahuinya karena itu kesempatan langka.

Anthea melirik ke arah yang ditunjuk oleh Elyn. "Kau benar."

"Dia sangat tampan." Frysca melontarkan sebuah pujian yang bahkan tidak pernah terdengar sama sekali.

Elyn membelalakkan matanya. "Apa kau baru saja memujinya?"

"Kenapa? Bukankah itu benar?" Frysca mengalihkan tatapannya pada sang Jenderal yang sibuk berbicara dengan presiden tertinggi dan para direktur lainnya. "Lihat saja, wajahnya, badannya, bahkan terlihat tak ada cela sama sekali."

"Kau benar. Bahkan hanya melihatnya saja bagian bawah tubuhku terasa basah."

"Iyuuuh! Kau menjijikkan." Frysca menatap Elyn yang masih menatap Jenderal berbinar. "Tapi, memang tidak ada yang mengalahkan pesonanya. Aku heran, kenapa dia tidak pernah mau memperlihatkan wujudnya pada kita."

"Bukan tidak," sela Elyn. "Tapi kemungkinan dia terlalu sibuk hingga tak ada waktu bertemu dengan rendahan seperti kita."

Anthea yang sedari tadi mendengar mereka terlalu mengglorifikasi Jenderal memutar bola matanya dan memilih untuk melangkah ke tempat makanan. Perutnya sudah berteriak minta di isi. Diambilnya piring kecil kemudian mengisinya dengan beberapa cake lezat yang terlihat.

"Tidak menyangka jika badan kecil sepertimu memiliki selera makan yang luar biasa!" suara sinis itu membuat Anthea nyaris menjatuhkan beberapa cake-nya karena terkejut.

Gadis itu menoleh, menatap sang Jenderal yang sedang memilih makanan tampak tak acuh. Dengan kesal Anthea membalas. "Tidak menyangka jika badan sebesar dirimu masih membutuhkan makanan!"

Seketika gerakan Athran terhenti. Menatap Anthea dengan tajam. "Apa katamu?!"

Itler yang berdiri di samping Jenderal nyaris terbahak, namun dia segera merubah wajahnya menjadi datar karena Athran langsung melemparkan tatapan peringatan padanya.

"Kau sangat berani, Nona." Athran mendekatkan wajahnya pada Anthea. "Sekali mengusikku," Ia mempersempit jarak antara keduanya. "Kau tak akan bisa lepas dariku, Anthea Merganeth Russell."

Dengan gesit Anthea menghindar. Wajahnya mendadak merona tiba-tiba karena kedekatan mereka sebelumnya. Memundurkan langkahnya perlahan agar bisa menatap sang Jenderal dengan jelas. "Aku tidak takut!" Nyali Anthea cukup besar. Walau jantungnya terus berdegup kencang. Berbanding terbalik dengan wajahnya yang terlihat berani. Sedikit mendongak menatap Jenderal karena tinggi sang Jenderal jelas lebih dominan. Itu yang membuat Anthea merasa tidak percaya diri untuk berhadapan dengannya. "Lagipula, kau sendiri yang mengatakan bahwa kau tidak perlu berurusan denganku lagi, bukan?"

"Ah~ sepertinya aku berubah pikiran." Senyuman mengejek terlihat jelas di wajah tanpa cela itu. "Bersiaplah Anthea karena aku akan selalu mengganggumu sampai kau tidak berani lagi menentangku," ujarnya pongah sebelum berbalik dan menjauh dari Anthea yang masih terpaku di tempat.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel