Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 7

Keempat wanita cantik itu sedang berkumpul di sebuah markas utama dimana seluruh para agen berkumpul untuk mengadakan rapat besar-besaran. Hanya saja, kali ini hanya ada Anthea, Samantha, Frysca dan Vanya.

"Kapan kau ke Indonesia?" Frysca membuka suaranya sambil menatap Vanya santai. Wanita itu sudah lebih banyak bicara saat ini daripada yang dulu.

Vanya mengambil minuman soda dalam freezer empat kaleng lalu membaginya satu persatu. "Minggu depan." Kali ini dia membuka soda dan menenggaknya sedikit demi sedikit.

"Kau hamil dan minum soda? Hell, Vanya. Aku mengatakannya pada Avel," tegur Frysca sambil mengeluarkan ponsel pintarnya, namun suara Vanya lebih dulu menahan gerakannya.

"Coba saja. Kau akan mati sebelum itu terjadi." Kali ini Vanya memilih untuk menatap rekan sekaligus temannya itu serius. "F, bukankah kau yang memburu Dennovan beberapa bulan lalu?"

Frysca mengangguk samar. "Ya, tapi kami tidak pernah menemukannya. Ada apa? Ini yang ingin kau katakan? Mengajakku bertemu?" tanyanya sambil menatap Vanya datar.

"Apa kau mendengar tentang The Invisible Hand?" seru Anthea tiba-tiba membuat suasana menjadi hening seketika. Anthea bukan orang yang suka berbasa-basi. Itu tidak akan ada gunanya, menurutnya.

"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Frysca dengan mata terbelalak lebar. "Aku yakin tidak banyak yang tahu soal ini selain aku dan team. Bahkan, kami juga belum memberitahu Jenderal soal ini."

Samantha menggeleng pasti. "Jenderal tidak mungkin tidak tahu tentang pergerakan Invisible Hand. Ingat, dia yang bisa mengatur dan mengetahui segalanya. Mungkin dia tahu siapa dibalik ini semua. Kita hanyalah pion sang Jenderal."

"Aku setuju ucapan Sam." Vanya membenarkan. "Jenderal suka bermain teka-teki untuk kita dan pada akhirnya, dia tetap jadi pemenang." Vanya ingat bagaimana dulu Jenderal menyuruhnya untuk memburu sekelompok mafia yang tak lain adalah suaminya sendiri.

"Anggaplah Jenderal mengetahui hal ini. Lantas, apa yang ingin dilakukannya? Kita hanya bisa mengorek informasi sebanyak yang kita tahu dan melaporkan. Sudah itu saja?" Seru Frysca cepat.

Vanya menggeleng. "Tidak." Dahinya berkerut. "Jika Jenderal menyuruh kita memecahkan teka-teki ini, berarti ada sesuatu yang ingin kita ketahui darinya. Dan kita harus mencarinya sendiri."

"Damn! Aku tidak suka harus bermain teka-teki seperti ini." Anthea menghela napas kasar. "Abaikan si Jenderal. Aku ingin bertanya padamu," Menatap Frysca tajam. "Apa kau mengira bahwa Dennovan pemimpin dari Invisible Hand?"

Frysca menenggak sodanya sebelum menjawab tenang. "Ya. Aku sempat berpikiran seperti itu—”

"Sempat?" Anthea bertanya memastikan.

Wanita cantik itu mengangguk. "Ya, Thea. Sempat! Karena aku berpikir bahwa Dennovan tidak mungkin memperlihatkan dirinya secara langsung pada kami saat kami memburunya."

"Bisa saja itu jebakan." Samantha menyambung setelah permen karet yang dikunyah habis.

"Aku juga berpikiran demikian," sahut Frysca. "Tapi, rasanya aneh kalau memang pria itu yang menjadi pemimpinnya."

"Wait!" Vanya bersuara. "The Invisible Hand?" tanyanya tidak percaya. "Bukankah itu organisasi yang sedang marak-maraknya saat ini?"

"Ya, V," sahut Frysca. "Mereka membunuh dan terus membunuh tanpa meninggalkan jejak. Diperkirakan jumlah mereka saat ini masih sedikit dan jangan sampai jumlah mereka menjadi ratusan."

"Tidak, F," sela Anthea cepat. Berdiri dari tempat duduknya kemudian menatap Frysca serius. "Jika memang pemimpinnya Dennovan, maka dipastikan Invisible Hand bergabung dengan kelompok mafia Oklahoma yang jumlahnya bahkan ribuan."

***

"Jenderal," panggil Itler membuat sang komandan tertinggi menoleh.

Athran mendongak dari berkas-berkasnya, menatap Itler datar bahkan terkesan tak ada emosi apapun disana selain wajah datarnya yang terkesan tegas. Menunggu Itler kembali berbicara tanpa mengeluarkan suaranya sama sekali.

"Selvanya ingin bertemu dengan anda."

Dahi Jenderal berkerut tipis. "Aku sibuk. Katakan padan-"

"Jenderal," potong Vanya langsung saat ia menerobos masuk ke dalam ruangan Athran. "Maaf mengganggu waktu Anda. Saya hanya perlu sebentar."

Wajah Itler mendadak pucat mengingat Vanya masuk sembarangan ke ruangan komandannya. Itler merasakan jantungnya berhenti saat Jenderal menatapnya tajam.

"Jangan menghukumnya. Ini salahku!" Vanya menyela sambil melirik Letnan Itler yang terdiam di tempat.

"Keluar, Letnan!" perintahnya yang segera dituruti oleh Itler.

Kali ini, pria bermata abu-abu itu menatap lurus ke arah Vanya. Wanita yang sempat mencuri hatinya, namun adiknya lebih dulu mendapatkan wanita itu.

"Apa yang kau lakukan pada Anthea, Jenderal?"

Mendengar nama Anthea, alis Jenderal terangkat sebelah. Tidak menyangka jika Vanya akan membahas gadis bar-bar yang membuatnya naik darah di pertama mereka berjumpa.

"Jenderal," panggil Vanya saat tak melihat ada jawaban yang keluar.Athran menghela napas pelan, menatap datar wanita cantik di depannya. "Jika kau hanya ingin membahas wanita itu, lebih baik keluar."

"Wow... Aku tidak tahu kau begitu membenci Anthea. Kalian saling membenci satu sama lain, heh?" ejeknya membuat dahi Jenderal berlipat ganda.

"Dia membenciku?" tanya Jenderal dengan alisnya yang terlihat naik namun pertanyaan itu justru membuatnya berpikir lalu tersenyum sinis.

Selvanya mengangguk santai. "Ya, Kakak ipar. Sama seperti kau membencinya," ujarnya lalu memilih duduk di hadapan Jenderal.

"Aku bukan Kakak iparmu!" ketusnya membuat Vanya terkekeh pelan.

"Tentu saja kau Kakak iparku. Anak yang kukandung adalah kemenakanmu." Jemari Vanya mengelus lembut perutnya yang berumur 8 bulan. "Jadi, masih menyangkal?"

"Apa yang sebenarnya ingin kau katakan Reatrama? Aku benar-benar sibuk saat ini!"

Vanya menarik napas sebelum menatap serius pada Jenderal. "Jika kau merencanakan sesuatu pada Anthea, hentikan sekarang Jenderal!" ujarnya tegas. "Aku tidak akan menolerirnya."

Seringai tipis muncul di sudut bibir Jenderal. Menatap Vanya sinis. "Apa dia mengutusmu kemari?"

"Tidak! Ini keinginanku sendiri. Dia hanya tidak ingin berurusan denganmu." Vanya sedikit berbohong walau memang Anthea sama sekali tidak ingin berhubungan dengan sang Jenderal.

Jenderal Athran menatap Vanya tidak yakin, bahkan meremehkan. Mendekatkan wajah kerasnya mendekati Vanya dan berbisik tegas.

"Kalau dia tidak ingin berurusan denganku, katakan padanya~" Bibir Jenderal mendekati telinga Vanya. "Bahwa aku akan mencari segala cara agar dia bertemu dan berurusan denganku setiap saat." Jenderal menjauhkan wajahnya dari Vanya. "Waktumu habis. Keluarlah! Kau bukan lagi anggota, Reatrama," putusnya sebelum kembali memeriksa berkas-berkas yang tersedia.

Vanya nyaris menjatuhkan rahangnya. Sikap Jenderal tidak pernah berubah sama sekali. Sialan! Dengan langkah kesal, ia melangkah menuju pintu keluar dan membantingnya kesal. Tanpa tahu bahwa Jenderal menatap punggungnya tajam sembari berpikir apa yang Anthea dan Vanya lakukan dibelakangnya mengingat mereka tidak pernah bertegur sapa sebelumnya?

Tak lama sang letnan masuk lalu bergumam, "Jenderal, kita ada rapat."

Sang Jenderal mengangguk lalu membiarkan Itler untuk keluar terlebih dahulu sementara dia hanya membawa satu buah map yang hendak ditanyakan kepada setiap agen dan juga jenderal lainnya yang berkumpul.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel