Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 6

Pertemuan kecil yang Anthea dan Sam lakukan tidak diketahui oleh siapapun. Keduanya tidak memakai silikon atau apapun mengingat mereka hanya sekedar mengobrol di rumah besar seorang mantan ketua agen.

Sam lebih dulu menghubungi Vanya melalui Betty dan Vanya menyuruh mereka langsung ke kediaman Myllano. Mengingat hanya itu satu-satunya tempat yang aman untuk membicarakan hal ini. Bahkan dinding pun saat ini tidak dapat di percaya diluar sana mengingat betapa banyaknya musuh-musuh yang menyamar.

"Tunggu sebentar. Akan aku ambilkan minum." Vanya berujar ramah sebelum ke dapur dan menyiapkan dua gelas air untuk dua tamunya.

Sam melirik Anthea yang sedari tadi diam saja. Menyikut pelan perut wanita itu. "Ada apa? Kenapa kau diam saja? Ah~ aku lupa. Ini memang sifatmu!" Ia membuka bungkusan permen dan mengunyahnya.

"Ini minumlah." Vanya meletakkan sebuah nampan yang berisi dua gelas matcha tea.

Sam tersenyum. "Terima ka-"

"Apa kau kenal dengan Dennovan?" tebak Anthea langsung tanpa ingin berbasa-basi. Sudah menjadi karakternya seperti itu membuat Sam yang hendak meminum airnya langsung melotot tidak percaya. Hell, mereka sedang bertamu bukankah setidaknya Anthea bisa lebih bertamah ramah sedikit?

Namun, Sam juga tidak berani memotongnya hingga dia membiarkan Anthea bertanya, sembari mendengar jawaban yang akan Vanya lontarkan.

"Dennovan?" Vanya memiringkan kepalanya. "Aku pernah mendengarnya dari Frysca," gumamnya pelan. "Dia pernah menjadi sasaran kelompok kami beberapa bulan lalu. Tepat setelah aku mengeluarkan diri dari agent."

Anthea mengerutkan dahi samar. "Apakah komandan yang memberikan perintah untuk menangkapnya?"

"Jenderal Athran tidak memberikan perintahnya secara langsung." Vanya menyipit sedikit. "Tapi, kurasa bisa jadi dia dalang dari perburuan kami. Mengingat otaknya yang licik."

Samantha langsung tersedak permen karet mendengar ucapan frontal Vanya tanpa disaring. Jika Komandan mendengarnya, bukan tidak mungkin Vanya akan dihukum.

"Aku setuju," balas Anthea membuat Sam kembali melotot menatap gadis disampingnya.

Seketika dirinya langsung berdeham pelan. "Apa tidak apa-apa kalian membicarakan komandan seperti itu?"

Vanya terkekeh pelan. "Tenanglah, Sam. Komandan tidak akan melakukan apapun walau dia mendengarnya," bisiknya pelan dan kembali tertawa kecil.

Anthea sendiri memilih diam. Otak cerdasnya berpikir cepat namun, masih tidak menemukan titik terang. Sehingga dia memutuskan bertanya. "Apa~ kau tahu Dennovan merupakan Kakak tiri Halley, V?"

Seketika, tawa Vanya lenyap. Digantikan raut wajah terkejut tak terduga. Anthea sudah menebak bahwa Vanya tidak tahu apapun. Bukankah sia-sia mereka kemari?

"Sepertinya kau memang tidak tahu," gumam Anthea sebelum menghela napas. "Maaf mengganggu waktumu, V. Kami harus segera pergi." Anthea berdiri hendak beranjak meninggalkan kediaman Myllano, tanpa peduli Sam yang bersungut-sungut di belakangnya karena belum menghabiskan matcha tea buatan Vanya.

"Tunggu, Thea." Vanya menahan langkah Anthea sebelum mendekat dan berdiri di hadapan gadis yang tingginya tidak jauh beda dengannya. "Apa ini pembalasan dendam?"

Anthea mengendikkan bahunya santai. "Kami sedang menyelidikinya, Vanya. Sam mengira kau tahu sesuatu tentang hal tersebut."

"Sepertinya Frysca tahu tentang ini mengingat dia yang memburu Dennovan beberapa bulan lalu." Vanya mengambil ponsel kemudian menelepon seseorang yang bisa Anthea pastikan orang itu adalah Frysca.

"F, apa kita bisa bertemu?"

"Ada apa, V?"

"Ada yang ingin aku tanyakan."

"Kenapa tidak menanyakannya sekarang saja?"

"Tidak-tidak. Aku akan menanyakan langsung padamu ketika bertemu. Aku tidak ingin mengambil resiko jika ponselku disadap."

"Baiklah, aku akan menemuimu besok karena nanti malam aku kembali."

"Oke."

Vanya kembali menatap Anthea. "Kita akan bertemu dengannya besok pagi mengingat malam ini dia balik dari Macau."

"Baiklah." Anthea mengangguk samar. "Terimakasih, V. Kami pulang."

Vanya tersenyum tipis. "Sama-sama, Thea. Berhati-hatilah, Sam," tegurnya pada gadis muda yang sibuk dengan permen karet.

Sam terkekeh pelan. "Oke, V."

***

"Darimana saja kalian?" tegur Jeslyn sambil menyilangkan kedua kakinya saat Anthea dan Sam baru saja sampai ke markas. Debby, Genny, dan Jeslyn sedang mengadakan rapat kecil untuk sebuah kasus narkoba oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Komandan menyuruh mereka untuk menangkap sang pelaku yang terduga pengedar narkoba sekaligus seorang psikopat handal yang tidak mampu lagi ditangani oleh polisi. Dari berita yang terdengar, pengedar ini menggunakan narkoba untuk melampiaskan nafsu membunuhnya.

"Mencari udara segar." Anthea menyahut singkat kemudian memilih menghempaskan pantatnya di sofa. Diikuti oleh Sam yang memilih duduk di depan komputer markas.

Jeslyn menarik napas sebelum bergumam. "Aku baru saja mendapat tugas untuk mencari tahu pelaku pengedar narkoba dari Jenderal."

"Jenderal?" tanya Anthea tidak percaya. "Kenapa dia harus menyuruh kita untuk mencari pengedar narkoba? Suruh saja para polisi."

Debby menggeleng pelan. "Tidak semudah itu, Thea. Polisi sudah menyerah dan mengembangkan tugas ini pada kita. Dia tidak hanya sekedar pengedar."

"Maksudmu?" Kali ini Samantha bertanya. Mengalihkan tatapannya dari komputer miliknya.

"Dia seorang psikopat."

Samantha tercengang beda halnya dengan Anthea yang masih memasang wajah datarnya. Menunggu penjelasan selanjutnya.

"Dia psikopat gila yang bergerak secara acak. Membunuh para korban dengan terampil bahkan tidak meninggalkan jejak apapun selain narkoba." Genny memilih membuka suaranya. "Psikopat ini memilih korbannya sesuai prosedur mereka."

"Ya dan sekarang mereka sedang mengincar posisi seorang konglomerat," sambung Debby kemudian.

"Aku masih tidak mengerti." Anthea menggeleng pelan. "Untuk apa mereka mengincar konglomerat?"

"Tidak hanya konglomerat, Thea." Jeslyn kembali membuka suara. "Sebelumnya bahkan dia mengincar orang-orang yang lebih tinggi posisinya seperti perdana menteri. Dan semakin kemari, korban mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki jabatan apapun."

"Jadi, maksudmu mereka suatu saat akan mengincar orang biasa?" Samantha bertanya terkejut.

Jeslyn mengangguk mantap. "Benar. Aku yakin setelah konglomerat ini, mereka akan mengincar para artis lalu pekerja kantoran setelahnya berakhir dengan orang biasa yang tidak tahu apa-apa."

"Bukankah itu berarti ratu juga targetnya?"

"Sayangnya tidak, Sam," sela Debby. "Los Angeles, itu tempatnya. Bukan Ratu yang menjadi targetnya, tapi presiden." Wanita itu menarik napas sebelum menghelanya pelan.

"Jadi, apa yang bisa kami lakukan?" tanya Anthea pada ketua mereka.

Jeslyn menggeleng. "Kalian tidak akan melakukan apapun."

"What?!"

"Ya, Thea. Komandan yang memberi perintah agar kau dan Sam tetap berjaga di Markas." Genny mengerutkan keningnya. "Bahkan kami sempat bingung mendengar perintahnya. Apa kalian melakukan sesuatu?"

"Tidak." Anthea menyahut cepat. "Baguslah, setidaknya aku bisa istirahat sementara." Pikirnya kemudian, karena banyak yang harus dia urus perihal Dennovan yang masih tidak diketahui identitasnya.

"Kapan kalian berangkat?" Sam bertanya.

"Besok." Ketiganya menjawab kompak.

Kemudian, Anthea dan Sam saling lirik penuh arti karena mereka mendapatkan kesempatan untuk mencari tahu tentang Dennovan lebih dalam. Kebetulan yang mungkin akan menjadi menyenangkan atau justru musibah bagi mereka?

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel