Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Kedatangan Hwang Jun

Hari itu Ah Nian mulai tinggal di kediaman Hua Mei, kediaman tersebut tampak megah bagai istana. Hua Mei memiliki seorang putra bernama Juan Lin dari pernikahan pertama. Setelah membina hubungan gelap dengan Wei Zhang, Hua Mei hamil dan melahirkan Lian Er.

Ketika tengah berjalan memasuki kediaman Ah Nian mendengar suara Lian Er bertengkar dengan beberapa orang pelayan rumah, tidak hanya teriakan yang Ah Nian dengar tapi juga barang-barang dilemparkan dengan sengaja.

Ah Nian dibantu oleh pelayan memasuki rumah, salah seorang membawakan tasnya masuk ke dalam mendahuluinya. Sementara Wei Zhang mengikuti dari belakang.

Wei Zhang juga bisa mendengar teriakan dari putri bungsunya.

“Aku sudah bilang, kalian tidak perlu mengatur kamarnya sebagus ini! Membuatku muak saja!” bentak Lian Er pada pada para pelayan.

Lian Er menatap Wei Zhang yang kini berdiri di dekat tangga, tatapan matanya pada Wei Zhang terlihat sangat kesal.

“Seharusnya Papa membuang gadis kotor itu ke jalan! Jika aku tahu mata ini berasal darinya, aku tidak akan pernah mau menerimanya!” jerit Lian Er pada Wei Zhang.

Ah Nian hanya menggenggam tongkatnya sambil berdiri di depan pintu kamarnya. Dia berdiri di sana menunggu Wei Zhang datang. Begitu langkah Wei Zhang mendekat, Ah Nian segera membuka kata, “kamu bilang keluargamu akan menerimaku di sini? Sepertinya putrimu tidak senang melihatku ada di sini,” ujarnya pada Wei Zhang.

Ah Nian lupa kalau dirinya memiliki pendengaran yang sangat baik, dia bisa mengetahui jalan yang dia lalui melalui getaran suara dan aroma. Semenjak kedua matanya tidak bisa melihat dia bisa merasakan itu bahkan lebih teliti dari orang normal. Dia bisa melihat apa yang seharusnya tidak bisa dia lihat, baginya sama saja buta atau tidak.

Wei Zhang langsung menyinggungnya, “kamu tahu aku yang berjalan ke arahmu? Kamu bisa melihatku?” tanyanya dengan tatapan curiga.

Ah Nian langsung tersadar, dia sungguh menyesal sudah menunjukkan apa yang seharusnya dia sembunyikan baik-baik.

“Bisa-bisanya aku kelepasan bicara! Sialan! Aku masuk ke rumah ini bukan untuk menunjukkan kehebatanku, aku datang ke sini untuk membalas dendam! Keluarga Hua Mei harus membayar apa yang menimpa keluargaku di masa lalu! Wanita rendahan dan licik itu! Aku tidak akan pernah melupakan perbuatannya!” bisik Ah Nian dalam hati. Ah Nian segera menarik garis senyum lembut, dia harus menyembunyikan kemarahan dalam hatinya.

“Hanya mencium aroma parfum milik Tuan Wei,” jawab Ah Nian segera.

Wei Zhang menyentuh bahu Ah Nian kemudian segera berkata, “aku yakin cepat atau lambat Lian Er akan berubah, dia hanya belum akrab denganmu, tenang saja, aku akan membantumu agar bisa tinggal di sini dengan nyaman, aku akan mencoba bicara dengannya,” ujarnya sambil menepuk bahu Ah Nian lalu pergi meninggalkannya. Ah Nian hanya mengangguk pelan.

Kini tinggal beberapa pelayan berada di sana, Ah Nian berjalan pelan memasuki ruangan. Pecahan perabotan sudah dibersihkan. Ah Nian meraba lemari baju di sana, ternyata baju-baju baru dan bagus sudah disiapkan untuknya.

Ah Nian menyentuhnya satu-persatu, pelayan yang bertugas menjaga dan melayaninya masih berdiri di sana menunggu perintah.

“Siapa nama kalian?” tanya Ah Nian pada dua orang di sana.

“Saya Nuan, Nona,” jawab salah satu dari mereka.

Ah Nian masih menunggu pelayan yang satunya menjawab, tapi tidak ada yang bicara selain pelayan yang merapikan pecahan perabotan di lantai. Ah Nian menoleh padanya sambil mendengarkan dengan baik, dia merasa yakin sekali bahwa pelayan tersebut masih berdiri di sana.

“Ada dua orang pelayan di sini, kamu? Siapa namamu?” tanyanya sambil menunjuk ke arah pelayan yang satunya.

Spontan pelayan itu langsung duduk bersimpuh di lantai karena takut. “Ampun, Nona, saya Liiu,” ucapnya pada Ah Nian sambil menundukkan wajahnya.

Ah Nian berjalan dengan mengetukkan tongkatnya di lantai, dia berhenti tepat di depan Liiu lalu berjongkok di depannya. Ah Nian membantunya berdiri.

“Kenapa kamu begitu takut padaku, aku tidak akan menamparmu,” bisik Ah Nian pada sisi kanan telinga Liiu.

Liiu langsung memucat, sebelumnya Lian Er memukul dan menampar pipinya karena Liiu mengatur kamar Ah Nian dengan rapi dan bagus. Lian Er sangat marah sekali. Liiu sangat terkejut, bahkan saat itu terjadi Ah Nian masih belum berada di sana jadi dia tidak tahu bagaimana Ah Nian bisa mengetahuinya, kecuali Ah Nian berpura-pura buta!

“Nona-nona, Nona Ah Nian, bagaimana bisa tahu?” tanya Liiu sambil mengangkat telapak tangannya sambil mengayunkan perlahan ke kanan dan ke kiri tepat di depan wajah Ah Nian untuk memeriksa apakah Ah Nian sungguh-sungguh tidak bisa melihat atau hanya berpura-pura buta di depan semua orang.

“Dia sungguh buta, bukan? Bagaimana dia tahu kalau pipiku memerah karena ada bekas tamparan?” tanya Liiu dalam hati.

“Jangan salah paham,” ucap Ah Nian seraya memutar badan berdiri memunggungi Liiu, “Aku hanya mendengar suara tamparan itu, tepat ketika menaiki anak tangga beberapa menit yang lalu, Tuan Wei menahan langkah kaki kami di tengah anak tangga, lain kali aku tidak akan menjelaskannya,” ujar Ah Nian lalu memutar badan menghadap ke arah Liiu kembali lalu dia berkata, “menjadi buta sepertiku, tidak harus menunjukkan kerapuhan dan kelemahanku di depan orang lain, bukan?” tanyanya.

Liuu langsung menundukkan kepalanya. “Ya, maafkan saya, Nona,” ucap Liiu dengan sungguh-sungguh.

“Keluarlah dari dalam kamarku, aku ingin sendiri di sini,” perintah Ah Nian.

Liiu dan Nuan segera meninggalkan ruangan tersebut. Keduanya berdiri di luar pintu untuk menunggu perintah dari Ah Nian.

***

Pada keesokan harinya, keluarga Wei Zhang mengundang Hwang Jun untuk makan bersama di kediaman mereka.

Ah Nian mendengar orang-orang sedang sibuk menyiapkan semuanya, termasuk Lian Er dan Nyonya Hua Mei. Ibu dan anak itu sibuk memilih perhiasan yang cocok untuk dikenakan masing-masing.

Kebetulan Ah Nian sedang keluar dari dalam kamarnya, dia mendengar mereka menjelek-jelekkan ibunya di belakang punggungnya. Ah Nian merasa sangat kesal. Ah Nian hanya bisa menahan diri dan berdiri di luar pintu kamar Lian er.

Saat mendengar langkah kaki berjalan mendekat menaiki anak tangga, Ah Nian terkejut dan dia secara tidak sengaja menyentuh guci di sampingnya hingga benda mahal tersebut pecah berantakan di lantai.

Lian Er keluar dari dalam kamar untuk memeriksa, dan dia melihat Ah Nian sedang duduk di lantai bersama pecahan guci.

“Dasar tidak berguna! Wanita rendahan dan kumal sepertimu tidak layak berada di kediaman megah ini!” hardik Lian Er sambil menjambak rambut Ah Nian lalu menendang tongkat Ah Nian menjauh dari jangkauan Ah Nian.

“Lian, sudah lupakan dia, tidak perlu menanggapi orang sepertinya! Sini sayang, kita harus kembali memilih perhiasan yang cocok untukmu, aku tidak ingin Hwang Jun mengalihkan perhatiannya darimu,” ujar Hua Mei sambil menarik tangan Lian Er kembali masuk ke dalam kamarnya.

Ah Nian mengepalkan tangannya, dia tidak tahan lagi untuk tidak menangis. Air matanya terus bergulir membasahi kedua pipinya. Ah Nian mencoba menggapai tongkatnya, dia yakin tongkat tersebut terlempar tidak jauh dari posisinya saat ini. Tapi karena terlalu sibuk meraba-raba sekitar, kulit tangan Ah Nian terluka akibat serpihan guci.

Samar-samar Ah Nian kembali mendengar suara langkah kaki yang dia kenal, suara itu perlahan mendekat dan berhenti tepat di depannya. Seorang pria yang pernah menasihatinya, Hwang Jun!

“Dokter Hwang?” panggil Ah Nian dengan suara pelan. Ah Nian bisa merasakan udara di depan wajahnya, dia langsung menyambut uluran tangan dari Hwang Jun.

“Aku senang kamu tidak salah mengenaliku,” balasnya dengan suara rendah.

Ah Nian bisa merasakan kecemasan dari nada suara Hwang Jun saat ini.

“Kamu takut ketahuan tapi masih berani naik ke lantai atas untuk menolongku. Tidak ada siapa-siapa di sini, orang-orang sedang sibuk bersiap untuk menyambutmu, ibu dan anak manja itu juga sibuk menyiapkan diri, keduanya ada di dalam kamar,” ujar Ah Nian sambil menunjuk daun pintu kamar di sampingnya.

“Hahaha, apa lucu sekali? Kamu bahkan bisa merasakan apa yang aku rasakan tanpa melihat ekspresi wajahku,” keluhnya lalu kembali berkata, “ya, aku memang cemas dan takut ketahuan, tapi itu bukan apa-apa,” ujarnya sambil menatap ke sana-sini untuk menemukan tongkat penuntun jalan milik Ah Nian.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel