Part 6
Salma melangkahkan kakinya keluar dari Bandara Yogyakarta Internasional Airport di Kulon Progo. Senyum bahagia selalu menghiasi wajahnya. Akhirnya ia bisa pulang.
"Salma," suara yang sudah ia kenal menyapu indera pendengarannya.
Salma mencari cari sumber suara tersebut dan menemukan Deva sedang berlari ke arahnya. Tidak lama setelahnya ia merasakan sebuah pelukan erat dari salah satu orang yang ia rindukan.
"Sal, gue kangen banget sama lo. Sumpah, gue hampir aja ajuin cuti buat nyari lo tapi enggak bisa soalnya gue bantuin Nada siapin pernikahannya," kata Deva yang masih tetap memeluk Salma.
"Gue juga kangen sama lo, Dev. Yuk balik gue capek banget."
Salma dan Deva melepas pelukannya dan berjalan menuju mobil Deva di parkiran bandara. Di dalam mobil mereka masih saling melepas rindu.
"Sal, Lo kemana aja sih? Nggak ada kabar 2 bulan. Gue, Robert sama Nada udah kaya kehilangan anak tau nggak."
Salma tertawa mendengar ucapan Deva.
"Dua bulan gue nggak pegang HP, terisolasi dari dunia luar, gue di Mexico."
"Ngapain Lo ngapelin Fulgoso sama Marimar?"
Salma menghela nafas panjangnya.
"Panjang Dev ceritanya. Semua gara-gara sumpah lo, besok-besok kalo nyumpahin orang itu jangan asal jeplak tu mulut, di aminin Malaikat kan jadinya."
"Gue udah keseringan nyumpahin lo, jadi gue nggak tau mana sumpah gue yang di aminin malaikat."
"Pokoknya ada."
Setelahnya mereka membahas hal-hal lain yang selama dua bulan Salma tidak tau sama sekali. Deva melajukan mobilnya ke arah jalan kaliurang, dimana rumah Salma berada.
"Lo gue drop saja ya depan pager rumah? Soalnya gue mesti nemenin Fabian meeting."
"Okay, gue titip salam buat Fabian, bilangin makasih udah kasih lo ijin buat jemput gue."
"Iya. Bye, Sal, sampai ketemu besok di acara fitting kebaya."
***
Salma memasuki rumahnya. Sepi tapi semua terjaga dengan baik dari kebersihan sampai barang barangnya tidak ada yang hilang atau berubah dari tempatnya satupun.
Salma memasuki kamar mandi kamarnya, berniat mandi dan membersihkan diri setelah perjalanan dari Mexico hingga sampai di Indonesia sebelum menaiki tempat tidurnya yang berukuran king.
Saat ia telah selesai mandi, handphone-nya berdering dan ia melirik nama orang yang muncul disana. Mami. Salma menghembuskan nafas sebelum menggeser layar handphonenya.
"Hallo, Mi, ada apa?"
"Kamu kemana saja? Mami dan Daddy nyariin kamu 2 bulan."
"Mami nggak usah sok peduli sama aku."
"Salma! Kamu itu anak mami, jangan pernah bilang seperti itu lagi."
"Ya, ya, ya. Salma capek banget, jadi Salma mau tidur dulu. Salma tutup ya, Mi?"
Setelah menutup telepon dari sang Mami, Salma justru tidak bisa tidur sama sekali. Pikirannya melayang ke Tom. Tadi pagi ketika mereka berpisah di bandara, Tom memeluknya erat, pelukan yang Tom berikan kepada Salma adalah jenis pelukan seperti yang Salma biasa rasakan ketika Nada, Deva, Robert atau Mak Ijah memeluknya. Pelukan tulus dengan kasih sayang.
"Ah, masa om Tom sayang ke gue tulus. Padahal gue sering banget bentak-bentak dia. Kayanya udah konslet ini kepala gue."
Kemudian Salma turun dari ranjang dan berjalan ke dapur untuk mencari makanan. Sejak Mak Ijah pensiun 6 bulan yang lalu karena tidak sanggup lagi perjalanan jauh dari Bantul sampai jalan Kaliurang, Salma lebih memilih untuk menyetok makanan kalengan atau makanan cepat saji.
Diwaktu yang sama dan tempat yang berbeda Tom masih duduk di singgasana agung ruang meeting kantornya di Dubai. Hari ini ia harus melakukan evaluasi proyek yang sedang berjalan di Dubai. Tapi pikirannya masih terus mengarah ke Salma. Walau ia sudah menugaskan salah satu orang kepercayaannya untuk mengikuti Salma kemanapun Salma pergi asal jangan sampai ketauan Salma. Jika Salma tau ia diikuti, Tom yakin kepalanya tidak akan selamat dari lemparan entah itu sepatu Salma, tas Salma atau lebih parah barang barang yang ada di sekitar Salma ketika itu.
"Okay, today's meeting ends here, keep an eye on the progress of the project and report it to me."
Tom beranjak dari duduknya dan menuju ruang kerjanya. Ketika ia membuka pintu betapa kagetnya ia karena Lucas Sasmita menunggunya.
"Hai Tom," Tom hanya memandangnya tanpa membalas sapaannya.
"Bagaimana rasanya keponakanku? Aku yakin kamu tidak akan menyia nyiakannya setiap malam. Apalagi sampai harus mengalami blue balls."
"Ada urusan apa hingga jauh-jauh ke Dubai? Kalo mencari Salma, dia tidak ada di sini."
"Tentu saja tidak akan ada di sini, dia kan simpananmu."
Emosi Tom telah sampai di ubun-ubun. Tanpa mempedulikan resikonya ia mendekati Lucas dan langsung menghajarnya. Cukup dengan satu kali pukulan Lucas sudah terhuyung ke belakang.
"Tutup mulut sampahmu atau proyek di Jakarta akan aku ambil alih!"
"Apa masih kurang kaya dirimu? Bahkan suntikan warisan kakakku saja semua diberikan padamu."
Ketika Tom ingin menghajar Lucas lagi tiba-tiba handphone-nya berdering. Nama Salma terpampang di layar. Segera Tom meninggalkan Lucas keluar dari ruangannya, untuk menjawab telepon dari Salma.
"Hallo, Om, Om Tom lagi sibuk nggak?"
"Nggak, gimana kamu sudah sampai dengan selamat di rumah?"
"Iya sudah, kalo nggak gimana bisa telpon Om?"
"Ada apa? Tumben inget sama Om, kamu pengen lagi?"
"Iya, pengen ngelempar Om Tom pakai sandal."
Tom tertawa mendengar Salma dan Tom yakin Salma tidak sedang bercanda, tapi ia senang menggodanya.
"Om, aku serius ini, bentar jangan ketawa keburu aku lupa. Si Nada ngundang Om Tom ke acara nikahannya 2 minggu lagi."
"Kamu cuma mau bilang itu ke Om?"
"Iya. Ya sudah ya, Om, aku sudah sampein undangannya secara lisan, nanti undangan yang asli biar di kirim sama asistenku ke kantor om di jakarta. Bye Om."
"Bye Salma, i miss you."
Salma langsung mematikan teleponnya dan bergidik ngeri mendengar ucapan Tom. Kalo wanita lain mungkin hatinya langsung memiliki kebun bunga yang bermekaran ketika seorang Thomas Alexander mengatakan i miss you tapi tidak dengan Salma, ia merasa kalo saat Tom mengatakannya, semua penghuni tak kasat mata di rumahnya sedang mendekatinya. Merinding sampai bulu kuduknya berdiri.
***