Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 3

Anny memandang ke arah langit yang sudah menghitam, ia mengusap pelan batu nisan sang Ayah seraya tersenyum.

"Ayah, Anny harus pulang, mungkin dua atau tiga hari lagi, Anny akan mengunjungi Ayah," ucap Anny, setelah itu ia berdiri dan langsung berjalan meninggalkan area pemakaman.

Saat akan keluar dari gerbang, Anny melihat Harry masih menyapu halaman, "Tuan Harry," sapa Anny yang membuat Harry menghentikan acara menyapunya dan langsung menoleh ke arah Anny.

"Kau sudah selesai?"

"Begitulah," jawab Anny, saat ia akan pamit, tanpa sengaja Anny melihat kedalam pos penjaga, dan ia agak terkejut saat melihat ada foto seorang perempuan yang ia lihat disekolah.

"Tuan Harry... apa aku boleh bertanya sesuatu?" Tanya Anny yang membuat Harry mengerutkan keningnya.

"Tentu, ada apa?" Tanya Harry penasaran.

"Siapa perempuan yang ada di foto itu?" Tunjuk Anny yang membuat Harry mengikuti arah telunjuk Anny.

"Ah... dia adalah anak dari teman kerjaku,"

"Oh... begitu, kenapa dia memajangnya disini? Tidak dirumahnya?"

"Agar ia bisa mengingat anak semata wayangnya terus," jawab Harry seraya memandang ke arah Anny yang menatapnya bingung.

"Aku tidak mengerti,"

"Namanya Emelly, dia mungkin saat ini berusia sekitar dua puluh atau dua puluh satu tahun, jika dia masih ada,"

"Apa maksudmu?"

"Emelly dikabarkan hilang sekitar empat tahun yang lalu dan sampai sekarang dia masih belum ditemukan, semua polisi yang mencari keberadaannya berasumsi jika dia sudah meninggal, karena mereka menemukan potongan baju yang terakhir dipakai Emelly ada dipinggir jurang," jelas Harry yang membuat Anny terkejut bukan main.

"Diduga kuat, Emelly terjatuh ke dalam jurang dan terbawa arus sungai, karena itulah jasadnya tidak bisa ditemukan hingga sekarang," sambung Harry.

"Tapi... apa yang dilakukan Emelly dipinggir jurang hingga ia bisa terjatuh?" Tanya Anny.

"Aku juga tidak tahu, tapi banyak yang mengatakan jika Emelly adalah korban Bulying hingga ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara menjatuhkan diri ke jurang, tapi... semua itu hanya kemungkinan,"

"Dimana dia dulu sekolah?"

"Disekolah yang sama denganmu Ann," jawab Harry yang membuat Anny terkejut.

...

Pagi ini Anny kembali terlambat, dan seperti biasa ia dihukum untuk yang... entah ke berapa kali. Berbeda dari hari-hari biasanya, Anny saat ini nampak lemas, bagaimana tidak, ia berangkat ke sekolah tanpa sarapan lebih dulu, ditambah ia kemarin kehujanan dan malamnya ia tidak sempat makan malam karena harus membantu Ibunya.

Keringat dingin mulai membasahi keningnya, matanya berkunang-kunang, kepalanya bahkan terasa berat. Anny menyenderkan tubuhnya pada dinding, ia mengatur nafasnya yang tidak beraturan.

"Akhirnya selesai," ujar Anny seraya melihat ke arah lorong toilet.

"Kau memang benar-benar memecahkan rekor dalam hal keterlambatan," ujar seseorang yang tanpa menoleh pun Anny sudah tahu siapa yang tengah mengejeknya kali ini.

"Terserah kau ingin mengejekku seperti apa, aku tidak peduli, Kevin," ujar Anny yang membuat Kevin terkejut karena tidak biasanya Anny bersikap seperti itu.

"Apa kata-kataku terlalu tajam?" Tanya Kevin dalam hati, Kevin berjalan mendekat ke arah Anny seraya menyentuh bahunya.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Kevin.

"Aku tidak apa-apa, aku harus mengembalikan ini ke gudang," ucap Anny seraya berjalan meninggalkan Kevin, namun baru saja ia melangkah tiba-tiba keseimbangannya goyah dan akhirnya terjatuh, namun beruntungnya ia sebelum tubuhnya menyentuh lantai sekolah, dengan sigap Kevin menahan tubuh Anny.

Nafas Anny berantakan, jantungnya berdetak tidak karuan, kepalanya berat, ditambah perutnya seperti tengah di aduk-aduk. Kevin menatap khawatir keadaan Anny sekarang, ia mengusap pelan kening Anny yang dibanjiri oleh keringat dingin.

Anny yang merasakan sentuhan hangat dikeningnya pun membuka kedua matanya, ia tersenyum saat melihat wajah khawatir Kevin.

"Aku baik-baik saja," ucap Anny pelan yang masih didengar oleh Kevin.

Kevin menatap tajam bola mata Anny, seolah mengatakan "Kau benar-benar bodoh!" Bagaimana bisa ia mengatakan baik-baik saja sedangkan beberapa saat yang lalu ia hampir pingsan.

Tanpa mengatakan apapun Kevin menggendong tubuh Anny menuju ke ruang kesehatan, sedangkan Anny hanya bisa tersenyum tipis seraya menyenderkan kepalanya pada bahu Kevin.

"Dia akan memarahiku setelah ini," ujar Anny didalam hati.

...

Dengan perlahan, Kevin membaringkan tubuh Anny di tempat tidur yang memang disediakan untuk siswa maupun siswi yang sakit, di ruang kesehatan saat ini tidak ada yang menjaga satu orang pun, mungkin guru piket hari itu sedang keluar atau mungkin tengah ada urusan lain.

Kevin duduk disamping ranjang yang saat ini tengah di tiduri oleh Anny, ia menempelkan punggung tangannya pada kening Anny, dan benar saja, ia demam.

"Kemarin kau kehujanan?" Tanya Kevin yang dijawab anggukkan oleh Anny.

Kevin menghela nafas kesal, ia tahu betul bagaimana kondisi fisik teman satu kelasnya ini. Anny tidak bisa tahan dengan air hujan, ia akan langsung sakit jika kehujanan. Kevin mengernyitkan keningnya saat ia melihat kedua tangan Anny terus memeluk perutnya.

"Perutmu sakit?"

"Sedikit," jawab Anny.

"Kapan terakhir kali kau makan?"

"Kemarin pagi... aku rasa..." jawab Anny yang membuat Kevin kembali mendengus kesal.

"Jangan kemana-mana, aku ke kantin sebentar," ucap Kevin seraya berdiri kemudian berjalan keluar.

Setelah kepergian Kevin, kepala Anny semakin berdenyut sakit, ia memijit pelan kepalanya seraya memejamkan mata. Baru saja matanya terpejam tiba-tiba ia mendengar bunyi seperti suara jendela yang di ketuk, namun hanya sekali.

Anny membuka kedua matanya, ia menajamkan indra pendengarannya, tapi sayang suara itu tidak terdengar lagi, akhirnya Anny kembali memejamkan kedua matanya dengan satu tangan yang terus memijat kepalanya, dan untuk kedua kalinya, suara ketukan itu kembali terdengar, dengan cepat Anny membuka matan dan menatap sekeliling ruangan.

Anny bangun dari posisi tidurnya, mengabaikan rasa sakit yang menyerang kepalanya. Ia menelisik ke seluruh penjuru ruangan, tidak ada yang aneh sedikitpun. Ruangan yang ia tempati saat ini tidak terlalu luas hanya sekitar dua kali tiga meter, didalamya ada satu buah lemari kayu tempat menyimpan obat-obatan, ada cermin yang tertempel didinding dengan wastefel dibawahnya, dan satu tempat tidur yang saat ini tengah ia tempati.

Ruang kesehatan sekolahnya terbilang cukup besar karena didalamnya terdapat tiga buah ruangan untuk siswa dan siswi yang sakit, lalu ada ruangan khusus untuk guru piket, lalu ada satu ruangan lagi untuk obat-obatan.

Anny berdiri untuk memeriksa keadaan sekitar, namun baru saja ia berjalan beberapa langkah, tiba-tiba ia menderangar suara benda jatuh dari arah belakang, dengan cepat Anny berbalik namun lagi-lagi ia tidak menemukan apapun, hanya gelas plastik yang kini sudah tergeletak dibawah lantai.

"Mungkin angin," pikir Anny.

Anny berjalan untuk mengambil gelas plastik yang jatuhnya tepat disamping wastafel, namun sebelum Anny berjongkok, tanpa sengaja ia menatap cermin, matanya melotot seketika saat ia melihat sosok Emelly berdiri dibelakangnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel