07. Unrequited Love
Edgar duduk di tepi jendela kamarnya Athena dengan tampang bosan, lelah menunggu gadis itu selesai berdandan sebelum berangkat ke sekolah. Sudah sepuluh menit lamanya Athena masih mematut diri di depan cermin, menyisir rambut dan memoles bedak tabur secara tipis ke wajahnya. Untungnya gadis itu sudah memakai seragamnya sejak pagi sekali.
Tak adanya kegiatan semenjak lulus beberapa bulan lalu menjadikan Edgar yang cuti sebentar sebelum melanjutkan kuliah tak memiliki kegiatan lain selain ia yang jadi lebih sering datang ke rumah Athena, mengunjungi gadis tetangganya yang hanya tinggal bersama dua orang pelayannya di rumah yang bisa menampung 20 orang.
Seperti saran yang didengarnya dari Edgar dulu, Athena benar-benar mengubah penampilannya sebagai bentuk self love.
Athena yang dulunya selalu membiarkan rambutnya terurai sehingga ketika siang rambutnya jadi lebih cepat kusut dan berantakan, kini lebih sering mengikat rambutnya ala pony tail. Athena yang dulu tidak memakai pelembab bibir hingga bibirnya kering dan pecah-pecah, sekarang selalu memakai lipbalm kemana-mana. Ia tak lupa memakai sunscreen untuk melindungi kulitnya dari sinar UV.
Perubahan kecil yang ia lakukan sedikit memberi dampak positif bagi dirinya sendiri. Ada banyak hal baik yang Athena rasakan begitu melakukan suatu perubahan. Jika bukan karena kata-kata Edgar yang menginspirasinya, maka ia akan tetap menjadi Athena si Sadako—begitulah teman-teman sekelasnya kerap memanggilnya.
"Gar, mau dengar sesuatu yang menarik?"
Edgar memandangi Athena yang tengah memunggunginya. "Memangnya apa?" tanya pemuda itu seraya memperhatikan Athena yang sedang menyisir rambut panjangnya.
"Kemarin sore, aku menonton Amanuel latihan di kolam renang indoor sekolah dan kami sempat bertatapan sebentar." Athena terkikik geli saat mengingat hal baik yang didapatnya belakangan ini semenjak ia mengubah penampilannya sedikit. Gadis itu jadi lebih ceria dan selalu berpikiran positif, bahkan untuk hal yang belum terjadi. "Aku rasa saat itu dia tersenyum padaku!"
Edgar tersenyum tipis. "Oh, benarkah?" responsnya singkat. Athena mengangguk semangat. "Baguslah kalau begitu."
Athena benar-benar berubah semenjak menyukai Amanuel, karena tak ada lagi ruang untuk Edgar. Setiap kebersamaan mereka sekarang justru diisi dengan topik mengenai pemuda dari klub renang itu. Cinta sendirian yang tidak berani Athena ungkapkan membuat gadis itu terobsesi dengan Amanuel.
Edgar turun dari tepi jendela dan bergerak menghampiri rak bukunya Athena, tertarik dengan deretan judul novel yang gadis itu miliki. "Kali ini beli buku apa lagi?" tanyanya saat melihat judul baru di rak buku sahabatnya. "Kau membeli buku Layla Majnun?"
Tanpa menoleh, Athena mengangguk. "Iya, kebetulan kemarin ada potongan harga di toko buku."
Edgar mengambil buku yang telah disampuli plastik oleh Athena, lantas membaca blurb singkat di belakang buku itu sebelum memutuskan membacanya di sana. Lama ia terhanyut dalam buku bacaan selagi menunggu Athena menyelesaikan kegiatannya.
"Hei, aku berangkat dulu. Kau masih mau di sini?"
Edgar menoleh ke arah Athena, gadis itu sudah selesai berpakaian rapi dengan mengenakan blazer hitam dan rok hitam putih dari sekolah, tak lupa pula Athena mengikat rambut yang telah disisirnya sedemikian rupa itu. "Ya, nanti aku bisa pulang sendiri," sahutnya.
Athena mengangguk dan segera keluar dari pintu kamar, meninggalkan Edgar yang memandang kepergian gadis itu sebelum kembali melanjutkan bacaannya.
Cinta Qais yang begitu kuat kepada Layla membuat Edgar hanyut dalam setiap kata.
Tak ada yang mengatakan menjadi seorang pecinta itu mudah, bahkan bagi seorang pria seperti Qais yang begitu mencintai Layla dalam sebuah judul cerita karangan penulis asal Persia; "Layla Majnun" saja tak bisa mendapatkan gadis pujaannya itu sesuai keinginannya.
Dikatakan, Qais menjadi gila karena patah hati saat mendengar berita tentang pernikahan Layla, Qais yang patah harapan pun pergi meninggalkan rumahnya untuk menuju hutan belantara. Oleh karena perbuatannya itu, Qais disebut oleh masyarakat setempat sebagai Majnun alias gila.
Sungguh tragis kisah cinta keduanya. Karena perjodohan, Layla akhirnya menikah dengan Ibnu Salam, lelaki pilihan ayahnya. Seseorang yang sama sekali tidak ia cintai. Ketika terlahir ke dunia, Qais dan Layla saling mencinta dan setia walau terus berpisah. Hingga pada akhirnya, Tuhan menyatukan mereka kembali dalam dekap kematian.
Edgar menyudahi membaca buku itu setelah tak kuat menahan sesak di dada. Ia pandangi sekeliling kamar bernuansa ungu milik Athena sebelum melihat ke luar jendela. Athena masih terlihat di bawah sana, di saat langit masih cukup gelap. Gadis itu bergegas menuju ke suatu tempat yang sudah pasti adalah tempat yang sering didatanginya belakangan ini sebelum tiba di sekolah.
Edgar iri dengan orang yang telah membuat Athena-nya berkorban seperti itu di saat ia merasakan cinta yang bertepuk sebelah tangan kepada seorang gadis yang berusaha keras demi orang lain.
Terbukti benar, bahwa cinta sendirian itu memang tidaklah menyenangkan.
***
Pagi-pagi sekali Athena sudah berangkat ke sekolah, tetapi tak langsung menuju ke sana sebab ia harus ke suatu tempat terlebih dahulu. Meski harus memutar kompleks dan menyeberangi jalan raya, ia tetap harus pergi ke sana.
Sudah menjadi kebiasaannya selama sembilan bulan terakhir mengikuti pemuda bernama lengkap Amanuel Bramasta tepat setelah pemuda itu keluar dari belokan jalan di dekat rumahnya. Bahkan saat pulang sekolah, Athena kerap membuntuti pemuda itu dari belakang secara diam-diam.
Panggil saja dia stalker, karena ia memang betul-betul membuntuti seseorang.
"Masih pukul 5 pagi," gumam Athena begitu tiba di dekat pos jaga kompleksnya Amanuel, sebenarnya itu bukan tempatnya biasa menunggu, tetapi apa boleh buat, ia ingin melihat pemuda itu dari jarak dekat kali ini. Amanuel akan keluar dari kediamannya dalam sepuluh menit lagi, pikir gadis yang tengah mengulum senyum bahagianya sembari memandang ke arah jalan di mana terdapat rumah seseorang yang masih terkunci rapat.
Kebiasaan rutin yang dilakukan Amanuel setiap paginya adalah berjalan kaki ke sekolah. Pemuda yang merupakan anggota parlemen OSIS dan ketua klub renang di sekolah itupun diharuskan sudah berada di sana pagi-pagi sekali demi mengurus berkas-berkas klub. Begitu tiba di sekolah pun, Amanuel harus selalu mengontrol setiap ruang kelas dengan ditemani oleh salah seorang teman OSIS-nya demi memastikan ruang kelas mereka aman.
Athena menunggu di depan pos jaga sambil meniupkan udara hangat ke telapak tangannya yang dingin. "Amanuel akan keluar rumah sebentar lagi," ucapnya bagai sebuah mantra. Athena terus mengulangi kalimat itu di kepalanya sampai-sampai tak menyadari gigitan nyamuk pada kaki dan pipinya yang telah memerah.
Barulah setelah mendapat gatal-gatal di leher, Athena menyadari nyamuk telah menggigitnya. "Aish! Nyamuk menyebalkan ini!" Gadis itu langsung melepas ikat rambut yang telah susah payah diikatnya demi menutupi lehernya yang memerah karena gigitan nyamuk.
Awalnya Athena mendapat jadwal keseharian Amanuel dari temannya Edgar yang seorang ahli IT atau setidaknya begitulah Athena menyebut orang yang jago menggunakan komputer dan pintar menggali informasi. Athena memintanya untuk mencaritahu data diri Amanuel, tentang apa saja yang belum diketahuinya dari pemuda itu seperti warna kesukaan, alamat rumah, sampai kegiatan-kegiatan yang dilakukan Amanuel setiap harinya.
Dia rela berangkat pagi-pagi di saat kompleksnya masih sepi dan matahari belum terbit hanya karena ingin mengetahui semua hal tentang pemuda itu. Ini adalah usaha kecilnya untuk mendapatkan hati sang pujaan. Bukankah cinta membutuhkan pengorbanan?
***
Amanuel keluar dari rumahnya tepat pukul 5 lewat 10 menit sambil membawa gerobak kecil berisikan beberapa buah pelampung renang. Pelampung-pelampung itu akan digunakan oleh anggota klub renang saat simulasi menyelamatkan seseorang yang tenggelam. Di samping mengurus banyak hal sebagai ketua klub, Amanuel juga seorang anggota parlemen OSIS yang diminta rutin mengontrol kelas setiap paginya.
Sarapan dengan hanya memakan telur mata sapi selalu membuat energi Amanuel terkuras habis saat jam pulang sekolah. Namun ibunya hanya bisa membeli lauk untuk sehari saja dan lauk malam sebelumnya sudah habis pada malam itu juga. Jadi ia hanya bisa memasak telur di pagi harinya.
Sambil mendorong gerobak, Amanuel menatap fokus ke depan. Matanya tiba-tiba menangkap sesuatu yang tengah bersembunyi di samping pos jaga kompleksnya yang sepi, seperti siluet bayangan seseorang. Nuel langsung siap siaga, karena ia harus melewati pos itu sebelum tiba di sekolah.
Ketika hampir melewati pos itu, Amanuel sengaja melambatkan laju gerobaknya. Jantungnya berdegup kencang, berharap yang dilihatnya tadi itu hanyalah ilusi dan bukan penampakan makhluk halus yang kabarnya ada di kompleks tempat tinggalnya.
Begitu tiba di depan pos jaga itu, Amanuel terkejut saat mendapati seorang gadis tengah berjongkok di samping bangunan pos seraya memandang ke arahnya. Mata mereka saling beradu pandang.
Gadis itu tiba-tiba tersenyum memperlihatkan gigi-giginya yang tersusun rapi, senyuman yang terlalu lebar sampai membuat Nuel langsung bergidik ngeri. Ia yang menyadari tatapan aneh yang ditujukan gadis itu padanya seketika mendorong gerobaknya lebih kuat, buru-buru meninggalkan tempat itu.
Amanuel yakin, gadis yang dilihatnya tadi adalah manusia karena mengenakan seragam sekolah yang sama sepertinya. Namun siapa gadis itu?
"Pasti orang aneh," gumam Amanuel seraya bergidik ngeri, bulu kuduknya masih berdiri sampai sekarang.
Sedangkan gadis yang tadi berjongkok di depan pos jaga dengan segera berdiri dan melompat-lompat kegirangan di atas tanah berumput. "Yes!" pekiknya tertahan. Sambil tersenyum senang, gadis itu berkata, "Amanuel pasti menganggap penampilanku saat ini cukup oke."
Gadis itu mengibaskan rambutnya dengan penuh percaya diri. "Inilah kekuatan cinta sejati," gumamnya lagi tanpa tahu perbuatannya telah membuat Amanuel takut melihatnya.