Ringkasan
Semua orang memakai topeng untuk dicintai. Amanuel Bramasta adalah cinta pertama Athena Slavina. Suatu hari, gadis berusia 17 tahun itu bermimpi buruk, Amanuel yang ia cintai berusaha membunuhnya. Mimpi buruk yang terjadi padanya selama dua minggu berturut-turut berhasil membuat rasa cinta Athena memudar dan digantikan rasa takut. Namun siapa sangka, Amanuel yang sempat dicintai oleh Athena ini akan menjadi saudara tirinya dalam beberapa bulan mendatang. Athena merasa ada sesuatu yang Amanuel sembunyikan, sehingga sebelum pernikahan orang tua mereka terjadi, ia bertekad membongkar identitas asli pemuda itu. Seperti apakah sosok sebenarnya di balik topeng rupawan yang Amanuel perlihatkan selama ini? Athena akan menyelidiki, meski nyawa taruhannya.
Prolog
Tidak populer, tidak memiliki teman, tapi jatuh cinta kepada seorang pangeran. Bisakah menjadi seorang putri?
Bagi Athena Slavina, hal seperti itu tidak mungkin bisa terjadi.
__________
"Siapa yang mau satu kelompok dengan Athena?" tanya seorang guru wanita di depan kelas kepada sejumlah anak muridnya. Kelas mendadak ramai setelah mendengar pertanyaan itu.
"Tidak ada yang mau bersamanya, Bu." Seorang siswi berpotongan rambut pendek sebahu menjawab dengan lantang. Ia terkikik geli sebelum berkata, "Athena itu gadis suram seperti Sadako! Hantu dari Jepang itu loh, mungkin dia hanya bisa menjadi beban dalam kelompok."
Gelak tawa di kelas yang berisikan 32 siswa dan seorang guru muda berkacamata bulat pun pecah seketika. Sementara gadis yang dibicarakan hanya bisa menelungkupkan kepalanya di atas meja, bersembunyi di balik buku catatan yang dipenuhi coretan tak jelas.
Ia benci keadaan kelasnya, ia benci sikap teman-temannya yang mengolok-oloknya, dan dia juga membenci perlakuan sang guru muda padanya. Guru tidak seharusnya mengejek murid seperti apa yang wanita di depan kelas itu lakukan, bukankah guru seharusnya mengayomi anak didiknya?
"Athena, karena semua kelompok sudah penuh, kamu silakan buat kelompok beranggotakan dirimu sendiri, ya."
Karina, guru baru yang bahkan belum mengajar selama dua bulan di Greenfield High School itu bahkan telah berani mengejek seorang murid di kelasnya secara terang-terangan, pikir Athena. Dia marah, namun dirinya berusaha menahan semua ejekan itu dengan mengangkat kepalanya sambil tersenyum lebar.
Padahal, belum ada genap satu semester ia di kelas 10, tetapi sudah diperlakukan tidak baik seperti ini.
Gadis-gadis di kelasnya seringkali mengomentari penampilannya, hanya karena ia tidak secantik mereka. Para siswa laki-laki juga tidak jauh berbeda, mereka hanya suka berteman dengan mereka yang cantik dan wangi. Mereka juga tidak suka gadis yang tidak bisa berpenampilan menarik dan berwajah cantik layaknya anak SMA pada umumnya. Benar-benar menyebalkan, pikir Athena.
Terutama Karina yang sebenarnya hanya ikut-ikutan saja saat semua anak di kelas 10B tidak ada yang mau berteman dengannya, hanya karena dia yang selalu menggerai rambut hitamnya dan tak diikat. Biasanya Athena hanya akan mengangguk patuh ketika tak ada seorang pun yang mau sekelompok dengannya di mata pelajaran guru yang mengajar biologi itu.
Tak apa-apa, pikirnya. Lagipula ia sudah telanjur terbiasa dengan situasi semacam ini. Oleh sebab itulah di sisi lain ia juga begitu membenci tugas kelompok. Tak pernah sekalipun ia mencari ribut dengan seseorang sejak hari pertama masuk di tahun ajaran baru, apa ia pernah melakukan kesalahan pada mereka? Rasanya tak ada sama sekali, karena ia selalu menjaga sikap di kelas. Ia bahkan termasuk anak yang pendiam. Gadis itu lalu berpikir kembali, mungkin ia dijauhi karena dirinya sedikit berbeda dari para gadis lainnya.
Dia memang tidak suka berdandan. Setiap jam makan siang, dia juga selalu makan sendirian di taman atau di meja kantin terpojok. Dia juga suka membaca buku di perpustakaan. Apa karena ia tampak seperti introvert yang tidak bisa bergaul?Mungkin benar dia seorang introvert, tetapi ia juga ingin dimengerti oleh orang-orang, tetapi sayangnya ia malah tidak dianggap sama sekali.
Begitu bel pelajaran selanjutnya berbunyi dan Karina keluar dari kelas, seorang pemuda berdiri dan menepuk tangannya dengan keras seraya berkata lantang.
"Pelajaran selanjutnya olahraga, teman-teman! Cepat ganti baju kalian di ruang ganti, waktunya 15 menit sebelum peluit kubunyikan." Ketua kelas 10B yang bernama Reno itu memberi perintah kepada teman-temannya untuk segera berganti seragam mereka menjadi kaos olahraga.
Ruang ganti diperuntukkan khusus untuk para siswi, sedangkan para siswa bisa mengganti pakaian mereka di kelas atau toilet selama bukan di tempat umum.
Para gadis dengan cepat berlari ke ruang ganti yang terletak di lantai dua, tepat di bawah kelas mereka yang ada di lantai tiga. Athena tertinggal di belakang para gadis yang berjalan bersama teman-temannya itu. Gadis bernama lengkap Athena Slavina ini terus menundukkan kepalanya, membuat rambut panjangnya yang lebat berjuntai menutupi wajahnya dan memberi kesan yang menakutkan.
Itu salah satu sebab mengapa dia dijauhi teman-teman sekelasnya, karena mereka takut melihat penampilannya.
"Memangnya siapa juga yang mau berteman dengan gadis jelek dan urak-urakan seperti dia?" bisik-bisik terdengar dari arah belakang, rupanya beberapa anak laki-laki mengomentari Athena yang saat itu tengah jalan menunduk. Athena memaklumi kata-kata mereka dan bergegas pergi ke toilet perempuan dengan hati dongkol.
Rasanya dia tak pernah memiliki teman yang sesungguhnya di kelas itu sejak pertama kali masuk dan menjadi bagian di antara mereka. Tak apa-apa, ia hanya harus bertahan tiga tahun saja.
Selesai berganti pakaian di toilet, Athena memutuskan untuk mengambil jalan lain agar tidak berbarengan dengan teman-teman sekelasnya. Toh, tujuan mereka sama-sama lapangan olahraga. Lagipula, teman-teman sekelasnya tidak akan peduli jika dia menghilang di tengah-tengah pelajaran.
Hanya mereka yang cantik saja yang mendapat perlakuan spesial. Betapa mengerikannya stigma masa kini di mana hanya orang-orang good looking saja yang mendapat tempat.
Athena ingin bolos saja ketimbang berkumpul di tengah lapangan bersama anak-anak lain. Tapi itu tidak mungkin. Akhirnya ia meneruskan perjalanannya menuju lapangan tempat praktik olahraga kelas 10B, Athena putuskan untuk lewat di jalan kecil yang bersebelahan dengan kolam renang sekolah yang menjadi tempat latihannya para anggota klub renang.
"Wah, kolam renang sekolah ternyata sebesar ini." Athena belum pernah melihat kolam renang besar itu dari dekat, ia hanya tahu ada kolam renang indoor di lantai dua, persis berada di depan kantin sekolah. "Oh, anak-anak klub renang," gumamnya seraya memperhatikan beberapa orang yang sedang melakukan pemanasan di tepi kolam renang.
Athena memperhatikan anak-anak dari klub renang sekolahnya tengah bersiap-siap terjun ke dalam air untuk memulai latihan mereka. Kalau dirinya tak salah mengingat, rasanya akan ada kompetisi renang antar sekolah tingkat menengah atas di kota mereka, dan Athena jadi penasaran seperti apa kompetisi itu akan berlangsung nanti jika latihan saja sudah mereka lakukan setiap hari.
Gadis itu sampai lupa dengan tujuannya turun dari gedung utama dan praktik di lapangan olahraga karena terlalu asyik memandangi orang-orang yang berenang di air saat cuacanya terasa cukup membakar kulit ini.
Ketika sedang melihat-lihat kolam itu dari balik pagar kawat, gadis itu tiba-tiba tertegun di tempat begitu perhatiannya jatuh kepada seorang pemuda berambut cokelat yang berdiri di pinggir kolam besar. Pemuda bercelana pendek warna merah yang membawa papan tulis kecil di tangan kirinya itu terlihat seperti pelatih karena memberikan saran kepada teman-temannya. Athena tanpa sadar terus memandangi pemuda itu.
"Bagus! Semangat, teman-teman! Jangan lupa lakukan pendinginan sebelum istirahat!" ucap pemuda yang menjadi objek pandang Athena dengan lantang. Pemuda berkulit putih dengan hidung mancung dan besar seperti laki-laki keturunan Arab yang menaiki Lamborghini bersama harimau kesayangannya itu berambut cokelat tua. Untuk hitungan anak sekolah, bisa dibilang ia terlalu tampan.
Athena benar-benar terpana, hingga tanpa sadar menaruh tangannya di pagar kawat yang ada di hadapannya, demi melihat pemuda itu lebih lama. Jantungnya berdebar-debar lebih cepat dari biasanya, Athena sampai menekan dadanya sendiri untuk merasakan. Perasaan apa itu sebenarnya?
Pemuda yang begitu tampan saat tersenyum itu memperlihatkan lesung pipi di wajahnya pada orang lain. Athena memandanginya tanpa henti. Saking terpesonanya, tahu-tahu dirinya sudah melangkah masuk ke kolam renang, berdiri mematung di depan pintu masuk kolam itu seraya memegangi pinggir pagar kawat.
Athena hanya berharap tak ada seorangpun yang menyadari kehadirannya di sana.
Sayangnya, di antara para anggota klub yang telah selesai latihan, ada seseorang yang menyadari keberadaan Athena yang tengah berdiri di pintu masuk. Dia langsung memberitahukannya kepada pemuda yang ditatap Athena sejak tadi. Mereka bercakap-cakap sebentar sebelum akhirnya sang pemuda menoleh ke arah Athena.
Betapa terkejutnya sang gadis saat pemuda itu berjalan menghampiri. Pemuda itu seperti cahaya terang yang bersinar indah. Di mata Athena yang baru menjelang 17 tahun itu, sosok yang belum diketahui namanya ini terlihat seperti salah satu dewa dalam buku mitologi Yunani kesukaannya.
Pemuda yang tampan dan berhawa panas, menggelora layaknya cahaya matahari di pinggir pantai tropis.
"Hai, apa kau mau bergabung ke klub renang?" Pemuda itu bertanya dengan nada bicaranya yang manis. "Kebetulan aku kapten klub ini."
Athena tak mampu berkata-kata, tak bisa membalas. Ia terlalu terpesona dengan ketampanan tak bercela di hadapannya. Ia sangat yakin bahwa pemuda ini adalah jelmaan Helios yang hadir untuk menerangi hidupnya yang gelap semenjak dikucilkan di kelas.
Karena salah tingkah, Athena yang malu justru melarikan diri dari sana, mengabaikan teriakan pemuda tampan yang memanggil-manggil dirinya. Athena terlalu malu menghadap pemuda itu, tetapi ia tahu. Mulai saat itu, ia putuskan untuk jatuh cinta padanya.
Kepada sosok asing yang namanya masih menjadi misteri, hingga nantinya ia berhasil mengetahui nama dari pemuda yang menjadi kapten renang yang memikat hatinya itu.
***
Apa yang terdengar oleh telinga belum tentu benar dan apa yang terlihat oleh mata belum tentu sebuah kebenaran. Tak ada yang pasti sebelum menilik kebenaran itu lebih jauh.
Tidak boleh menyimpulkan sesuatu dengan cepat jika hanya melihat dari satu sisi, karena hanya akan menjadi duri yang menyakiti diri sendiri dan orang lain.
Athena tahu, tak seharusnya dia jatuh cinta dan mempercayai pemuda itu.
“Aku membencinya." Athena mengepalkan tangannya saat memandang seorang pemuda yang tengah asyik bercengkerama dengan seorang gadis di dalam sebuah toko kue.
"Aku sangat membencinya," bisik Athena lagi. "Cinta di hatiku telah mati. Yang tertinggal sekarang hanyalah kebencian dari kebusukan hati yang dulu selalu kupuja-puja."
Athena berbalik badan, pergi dari tempat itu dengan tatapan yang tajam dan menusuk. "Tak akan kubiarkan dia menjadi saudara tiriku. Siapa yang tahu apa yang akan dilakukannya ketika memiliki niat buruk terhadapku?"
Sang gadis memilih pergi dari tempat persembunyiannya.
"Lihat saja nanti, aku pasti akan membongkar identitas aslimu. Tak akan kubiarkan kau menyerangku lebih dahulu." Athena berjalan cepat, jantungnya berdetak seiring pemikirannya yang menguat. "Aku tak peduli jika nyawa taruhannya. Apa pun akan kulakukan untuk mengalahkanmu," sambungnya lagi.
Athena berhenti, lantas menoleh ke belakang sebelum berbisik dengan suara rendah, "Tunggu pembalasanku, Amanuel Bramasta.”
Gadis itu pun pergi setelah mengucap sederet kalimat yang sulit dimengerti. Namun satu hal yang pasti, rencana balas dendamnya akan segera dimulai.