Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

06. Khayalan Semata

"Gar."

"Edgar ...."

"GAR!"

Athena berteriak di depan wajah Edgar yang ketahuan melamun di hadapannya. Pemuda yang ia teriaki namanya itu sampai tersentak kaget selama beberapa detik sebelum akhirnya menatap Athena dengan ekspresi bertanya.

"Ya, ada apa?" tanyanya polos, seolah tak bersalah setelah membuat Athena memanggil namanya berulangkali tetapi tak direspons karena ia yang sibuk dengan pikirannya sendiri, entah apa. Athena jadi gemas sendiri dibuatnya.

"Kau ini, kenapa malah melamun siang-siang?" Sang gadis bertanya lagi, kali ini ia memilih duduk di tepi ranjang, berseberangan dengan Edgar yang duduk di sofa dekat jendela kamar yang terbuka lebar. Angin berembus masuk dan membuat mereka bisa menghirup udara segar di siang hari yang panas. Jarang-jarang ada angin sejuk di tengah cuaca yang membuat gerah ini, pikir Athena yang memang sengaja membiarkan Edgar tak menutup jendela. Toh, jendela itu adalah akses masuk yang sering Edgar gunakan untuk mendatanginya.

"Oh, bukan apa-apa. Hanya saja aku tadi teringat sesuatu."

Sudah seminggu berlalu semenjak kalimat pernyataan cinta keluar dari Edgar untuk Athena dan tak ada satupun yang berubah setelah kejadian itu. Baik Edgar maupun Athena sendiri, mereka tak mau membahas saat-saat di mana Edgar mengucapkan kata-kata sarat makna sebelum akhirnya mengecup lembut kening lebar Athena.

Hubungan mereka masih baik-baik saja, normal, bahkan tak ada kecanggungan setelahnya meski sesekali rona merah hadir di pipi keduanya sebab masih teringat jelas di memori masing-masing kejadian di hari itu.

"Aku menyukaimu Athena, sebagai sahabat dan juga ... lawan jenis."

Athena terbelalak di tempat saat Edgar berdiri di depannya dengan tubuh yang dicondongkan padanya dengan jarak yang begitu dekat. Sampai-sampai Athena bisa merasakan embusan napas yang keluar dari hidung mancungnya Edgar Pollin yang masih merupakan keturunan Belanda itu.

Beberapa detik berlalu setelah Edgar mendaratkan kecupan singkat di kening Athena dan disertai kalimat yang terdengar seperti pernyataan cinta, suasana di kamar sang gadis mendadak hening. Mereka terkunci di situasi di mana otak mereka masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi beberapa saat tadi.

Sampai kemudian gelak tawa kecil lolos dari mulut Edgar. "Heh, kau ini. Kenapa memasang raut wajah serius seperti itu? Aku hanya bercanda," guraunya seraya terkekeh pelan. Athena mengedipkan matanya cepat, masih mencerna keadaan.

Edgar memundurkan tubuhnya perlahan, menatap Athena yang mematung di tepi ranjang dengan mulut terbuka sedikit. Wajah bengong Athena membuat Edgar tersenyum hingga tak sanggup menahan diri untuk tidak mencubit pipi mulus sang gadis.

"Aw! Aw! Hei!" Athena buru-buru menepis tangan Edgar dari wajahnya. "Sakit, tau!" sungutnya jengkel. Edgar tersenyum jail.

"Kau ini, kenapa malah melamun? Aku tadi hanya bercanda," ujarnya menjelaskan, Athena mendengkus sebal dengan semburat merah tipis di kedua pipinya.

"Dasar! Bercandamu keterlaluan," bisik gadis itu. "Dan kau sudah merebut ciuman pertama Amanuel di keningku!"

Tawa Edgar makin keras, membuat Athena yang gemas sejak awal padanya itu langsung mengambil bantal dan melemparinya sekuat tenaga seraya berseru, "Edgar jahat! Tega! Harus tanggung jawab!"

Edgar menghindari setiap serangan yang dilakukan Athena sambil tertawa cekikikan, berkelit ke kiri dan kanan dengan lincah bak seorang atlet anggar profesional bertubuh gesit yang menghindar dari pedang lawan, ia memang terbiasa dilempar bantal seperti ini oleh sahabatnya itu.

"Huh, menyebalkan!" Athena menggerutu setelah tidak ada lagi benda di atas ranjangnya yang bisa dilemparkannya pada Edgar. "Awas kau."

Edgar mengambil boneka beruang pemberiannya lima tahun silam sambil tersenyum jail. "Kan sudah kubilang, aku hanya bercanda," ucap pemuda itu seraya menyerahkan boneka di tangannya pada sang gadis. "Jangan marah cantik."

"Jangan memanggilku begitu, aku ini tidak cantik. Buktinya saja Amanuel tak pernah melirikku di sekolah, selain suatu kebetulan."

Teringat perlakuan teman sekelas bahkan guru baru di kelasnya yang mengolok-oloknya kembali membuat Athena uring-uringan. Bukan berarti ia sedih dengan keadaan itu, ia hanya kesal karena tak mendapatkan seorang pun teman hanya karena penampilannya yang tidak secantik gadis-gadis lain.

Memang, sepertinya perlakuan baik hanya didapat oleh mereka yang berparas menarik saja.

"Kata siapa? Menurutku kau cantik." Edgar duduk di samping sahabatnya seraya menyampirkan anak rambut Athena ke belakang telinga gadis itu. "Kau hanya perlu mencintai diri sendiri."

Athena mendengkus kesal. "Maksudmu aku harus mengikuti kebiasaanku di rumah yang jarang mandi ini? Sebutannya kan self love."

Edgar menggeleng.

Athena merotasikan matanya, tak tahu apa yang diinginkan sahabatnya. "Katamu aku harus cintai diri sendiri!" sungut Athena kesal. Gar, sebenarnya aku suka dengan keadaanku saat ini, di mana aku tak perlu pusing memikirkan pendapat orang lain terhadapku. Tapi aku juga ingin berubah demi orang lain."

Edgar hanya diam mengamati sahabatnya tanpa berkata-kata. Kesal karena tak mendapat respons, Athena langsung membenamkan wajahnya di badan boneka beruangnya dan berbalik membelakangi Edgar.

"Edgar benar-benar menyebalkan," gerutunya lagi.

Hening sesaat, sebelum akhirnya Edgar bangkit berdiri dan memunguti semua bantal dan guling yang tadi Athena lempar padanya. Kebiasaan buruk Athena sejak beberapa tahun lalu adalah melemparinya bantal. Gadis itu sepertinya lupa bahwa tempat bantal dan guling itu di atas ranjang, bukannya di atas lantai.

"Aku memujimu karena kau itu memang cantik," ucap Edgar disela-sela kegiatannya merapikan bantal dan guling milik Athena yang berserakan di bawah kaki mereka, sementara gadis pemilik kamar justru hanya meliriknya dari ujung mata sebelum kembali melihat ke arah lain. "Kau saja yang berpandangan privilege itu ada."

"Memang ada kok! Buktinya jelas, lihat saja aku—"

"Kau tak perlu repot-repot mendengarkan pendapat orang lain, makanya kubilang untuk cintai diri sendiri terlebih dahulu, bukan? Dengan begitu, kau akan sadar sendiri untuk merawat diri luar-dalam. Semata-mata bukan untuk menyenangkan orang-orang di luar sana, melainkan untuk kebaikan dan kebahagiaan dirimu sendiri. Paham?"

Kata-kata yang dilontarkan Edgar hari itu benar-benar berkesan di hati Athena. Di satu sisi Edgar tak memaksanya untuk berubah, di lain sisi Edgar juga mendukungnya untuk lebih mencintai diri sendiri. Memang, hanya sahabatnya yang mengerti dirinya.

"Oh, ya, Gar," panggil Athena, Edgar mendongak dan menatapnya, "kurasa saranmu minggu lalu itu berguna juga. Sekarang aku lebih percaya diri setelah mengubah sedikit penampilanku di sekolah."

Edgar tersenyum, ikut senang melihat kebahagiaan sahabatnya. "Hm, baguslah kalau begitu. Karena kau sudah jadi kakak kelas sekarang, jadi kau harus pintar-pintar membawa diri."

Athena mengangguk dan mengepalkan tangan dengan semangat, pancaran matanya menunjukkan kemauan yang kuat. "Tentu saja! Oh, ya, dan apa kau tahu? Sudah sembilan bulan ini aku menyukai Amanuel. Waktu memang cepat sekali berlalu, ya."

Edgar mengerjap-ngerjapkan kedua matanya, termenung sambil berusaha mencerna kalimat yang diucapkan gadis di hadapannya. Itu berarti ... hampir sembilan bulan juga dirinya bertahan mendengarkan setiap laporan dan cerita Athena tentang pemuda yang gadis itu sukai di sekolah mereka.

Cerita yang sama setiap harinya, tentang betapa besarnya kekaguman Athena terhadap pemuda dari klub renang itu, tentang Athena yang selalu menguntit kemanapun Amanuel pergi.

Edgar memegangi dadanya yang tiba-tiba terasa sesak tiap-tiap kali mengingat betapa besarnya perasaan Athena kepada pemuda bernama Amanuel yang bahkan tidak perlu susah-susah mendapatkan hati sahabatnya ini. Mengapa waktu dan keadaan tidak pernah memberikannya kesempatan untuk bisa membuktikan pada Athena bahwa ia benar-benar ingin bersama gadis itu?

Cinta yang bertepuk sebelah tangan mengapa selalu sesakit ini, batin Edgar sambil menyembunyikan senyum kegetiran di hadapan gadis yang ia cintai.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel