Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

05. Confessions

Sejak istrinya meninggal, ayah Athena memang jarang berada di rumah dan memperhatikan anak satu-satunya, membuat gadis itu pun tumbuh menjadi gadis pendiam yang sering mengurung diri dalam rumah. Namun semua itu tak berlangsung lama semenjak gadis itu mengenal Edgar dan keluarganya.

"Memangnya Athena mau mengerjakan tugas apa?" Edgar yang diculik Athena ke rumah gadis kecil itu langsung duduk di sofa merah yang ada di ruang tamu rumah keluarga Slavina. Pemuda itu hanya mengenakan kaos tak berlengan dan celana selutut, belum mandi dan juga belum mencuci muka. Semua karena Athena yang datang tiba-tiba dan tak memberikannya kesempatan untuk membersihkan diri sebentar.

Namanya juga anak-anak, sebagai anak kelas 2 SMP Edgar berusaha memaklumi Athena yang lebih muda dua tahun darinya.

"Bahasa Perancis." Athena menjawab cepat sebelum berlalu meninggalkan Edgar di ruang tamu. Gadis itu beranjak sendirian ke dapur untuk menyiapkan minuman dan cemilan.

Edgar yang masih merasakan kantuk segera berpindah duduk ke sofa panjang, lantas berbaring di sana. Berbantalkan sebuah bantal kecil, Edgar menaruh kepalanya dan mulai memejamkan mata. Sembari menunggu Athena kembali, ia ingin melanjutkan mimpinya yang sempat tertunda.

Belum ada semenit Edgar memejamkan mata, bunyi teriakan seorang gadis dan benda pecah yang berasal dari dapur mengagetkannya hingga pemuda itu langsung berlari tergopoh-gopoh ke sumber suara.

"Athena!"

Di sana, di atas lantai berkeramik putih Athena terduduk lemas dengan pecahan kaca berserakan di depannya. Beberapa kue kering berbagai rasa berhamburan di lantai.

"Astaga, ini kenapa?!" Edgar dengan cepat tanggap segera mencari sapu dan langsung membersihkan potongan kaca yang berisiko membahayakan telapak kaki mereka. "Tetap diam di situ, jangan bergerak!" Edgar memperingati Athena.

Athena terlihat ketakutan. "Edgar ...." panggilnya pelan. "Maaf ...."

Edgar tidak mendengar permintaan maaf itu, ia sibuk menyapu lantai dengan terburu-buru. Selesai memastikan tidak ada lagi pecahan kaca yang membahayakan di dekat Athena, pemuda itu segera berjalan menghampiri sang gadis. Namun ternyata sisa-sisa serpihan kaca yang begitu kecil menusuk telapak kakinya, membuat Edgar harus menahan diri untuk tidak menunjukkan raut wajah kesakitan di depan Athena.

"Na, kau tak apa-apa?"

Edgar berlutut di depan sang gadis, lututnya tergores serpihan kaca yang luput dari sapuannya hingga mengeluarkan sedikit darah, tetapi pemuda itu mengabaikan perih di lukanya sendiri. Ia lebih mengkhawatirkan Athena saat ini.

"Apa kau terluka?" tanya pemuda itu lagi.

Gadis kecil yang beberapa saat lalu menjatuhkan piring kaca menggelengkan kepalanya sedikit.

"A-aku baik-baik saja, tapi piringnya jatuh karena kecerobohanku." Gadis itu terisak lirih. "Maaf ya, Gar. Gara-gara aku ... kita jadi tidak bisa makan cookies kesukaanmu."

Edgar segera mengusap air mata di kedua pipi Athena. "Jangan menangis lagi. Tidak apa-apa, selama kau baik-baik saja," ucapnya lembut. Athena yang menangis sesenggukan karena terkejut melihat piring pecah berkeping-keping akhirnya berhasil ditenangkan oleh Edgar yang mengusap lembut puncak kepala gadis itu.

"Tunggu sebentar, ya. Kau di sini dulu. Aku harus membersihkan lantainya sekali lagi, masih ada pecahan kaca di sekitar sini."

Athena mengangguk patuh.

Pemuda itu dengan cekatan membersihkan sisa-sisa pecahan kaca di lantai sampai tak bersisa. Ia abaikan perih di lutut dan telapak kakinya yang sebelumnya tergores pecahan kaca. Kini dilihatnya Athena sudah tidak menangis lagi seperti tadi.

"Ayo, berdiri." Edgar membantu Athena dengan hati-hati. Lalu berucap lembut kepada gadis itu, "Kita siapkan lagi kuenya bersama-sama, tapi lain kali jangan menyiapkannya sendirian. Mengerti?"

Athena mengangguk patuh, hidungnya memerah dan matanya berkaca-kaca. Edgar tersenyum lembut saat melihat penampilan Athena yang berantakan. Mereka lalu memutuskan untuk menyiapkan cemilan sekali lagi dan membersihkan kekacauan di dapur.

Athena sudah terlihat ceria lagi. Namun belum ada beberapa saat sejak Athena berhenti menangis, tiba-tiba gadis itu berteriak keras. "HUWAAA! KECOA!"

"ADA KECOA TERBANG—AAA!"

Nampan yang dipegang Athena seketika dilemparnya ke udara, membuat kue kering yang gadis itu siapkan sekali lagi jatuh dan berhamburan di lantai. Edgar yang hanya berjarak dua meter darinya langsung sigap menghampiri sang gadis.

"Mana! Mana kecoanya!?"

—PRANG

Suara nampan yang terbuat dari besi saat jatuh ke lantai begitu nyaring. Athena terlihat gemetar ketakutan, matanya sekali lagi berkaca-kaca. "Ada kecoa di situ," bisiknya gemetaran seraya menunjuk wastafel, tempat di mana ia melihat seekor kecoa yang hendak terbang ke arahnya. Edgar dengan segera bertindak.

Kekacauan siang hari itu berakhir dengan dibersihkannya dapur kediaman keluarga Slavina oleh petugas kemanan di rumah itu atas permintaan Edgar. Athena sendiri tidak jadi mengerjakan tugas sekolahnya karena masih trauma dengan kekacauan yang ia sebabkan di rumah.

"Maaf sudah merepotkanmu," ucap Athena pelan sembari mengelap ingus di sekitar hidungnya. "Aku benar-benar takut dengan kecoa itu tadi."

Edgar tertawa saja saat menyaksikan penampilan Athena yang jauh dari kata rapi. Rambut yang berantakan, wajah yang basah karena air mata, dan hidung yang memerah karena terus mengeluarkan ingus yang harus terus dibersihkan dengan tangan.

"Jangan khawatir, aku suka direpotkan olehmu," sahut Edgar seraya mengacak-acak rambut Athena menjadikannya makin berantakan. Gadis itu mengerucutkan bibirnya, matanya masih berkaca-kaca.

"Ke depannya aku pasti akan selalu merepotkanmu," ucap Athena lagi. "Apalagi sebentar lagi aku masuk SMP, kau akan sering kupanggil ke sini ...."

Edgar tersenyum tipis. "Ya, panggil aku kapanpun kau membutuhkan bantuanku," ucapnya. "Aku akan lakukan apa saja demi membereskan semua kekacauan yang kau lakukan. Seperti hari ini tadi."

Athena tertawa kecil. "Memangnya kau akan langsung datang kalau kupanggil?" tanyanya sembari menatap Edgar dengan mata yang sembap. Edgar membantu gadis sepuluh tahun itu mengelap sisa-sisa air mata di pipinya.

Lalu pemuda itu berkata, "Ya, aku akan datang kalau kau memanggilku."

"Selama kau bahagia, maka aku akan ikut bahagia bersamamu," bisik Edgar, membuat Athena tertawa geli.

"Pokoknya, kau bisa memanggilku kapan saja. Kau boleh mengandalkanku dalam segala hal."

Athena tersenyum dan menunjukkan jari kelingkingnya di depan Edgar. "Janji?"

Edgar mengaitkan jari kelingkingnya dan tersenyum kecil. "Iya, aku janji."

***

Athena mengambil bantal dan memukulkannya kepada Edgar begitu pemuda itu selesai membahas masa lalu mereka. "Dan kau melanggar janji yang kita buat itu," ucap sang gadis kesal.

"Kapan aku melanggarnya?" Edgar menahan bantal yang hampir mengenai wajahnya sebelum menatap Athena lekat-lekat.

Athena menarik napas panjang. "Sewaktu kau mengatakan kau bosan mendengar ceritaku tentang Amanuel! Padahal kau tahu sendiri, bahwa aku bahagia saat membahas dirinya."

Edgar terdiam cukup lama, sebelum akhirnya angkat bicara, "Cerita apa pun aku bisa mendengarnya, kecuali yang satu itu."

"Apa maksudmu?" Athena tidak mengerti. Keningnya mengerut dalam.

Edgar memalingkan wajahnya, melihat ke arah lain. "Selain ceritamu tentang pemuda itu, aku bisa menerimanya," ucapnya datar. "Tapi kalau kau sudah mulai membahas Amanuel, maka kuharap kau tidak melibatkanku."

Athena sedikit-sedikit mulai memahami maksudnya. "Jadi, kau tidak suka aku membahas Amanuel?"

Edgar kembali menatap Athena, lalu mengangguk, "Ya."

Athena tertawa kecil. "Aneh. Ada apa denganmu, Gar? Kau cemburu karena aku lebih memperhatikan Amanuel dibandingkan dirimu sekarang?" Walau pertanyaan itu terlontar asal, nyatanya Athena tak memiliki firasat bahwa mungkin saja Edgar saat ini sedang cemburu.

Edgar menatap Athena serius, sementara Athena masih sibuk tertawa.

"Kalau kubilang, ya, bagaimana?"

Sontak tawa Athena berhenti mengudara. Gadis itu menatap lurus ke dalam dua mata biru sang pemuda yang kini memandanginya serius.

"Hah? Kau cemburu?"

"Ya."

Athena tertawa lagi, merasa itu lucu. Seorang Edgar Pollin menyukainya? Konyol, Edgar itu banyak disukai siswi-siswi di sekolahnya. Mana mungkin Edgar menyukainya? Tawa kecil pun lolos begitu saja. "Dasar serigala bermuka dua, selalu saja bercanda."

"Aku serius, Na." Edgar menggenggam tangan gadis yang duduk di tepi ranjang, sementara dirinya berjongkok di depan gadis itu. "Aku cemburu tiap kali kau membicarakan pemuda itu. Tiada hari tanpa menyebut namanya, bahkan hari Minggu pun kau tetap membahasnya. Aku cemburu."

Athena belum pernah berada di situasi seperti ini sebelumnya. Edgar meraih pipinya dengan lembut, mempersempit jarak di antara mereka. Athena diam tak bergerak. Saat Athena mendapatkan kembali kesadarannya, ia langsung mengedipkan mata dengan cepat, begitu menyadari ia sudah mendapati keningnya dikecup mesra oleh sahabatnya sendiri.

"Aku menyukaimu Athena," bisik Edgar, "sebagai sahabat, dan juga ... lawan jenis."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel