Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 14 Penculikan Korban Kemarin

Heningnya suasana sekolah tak serta-merta menciptakan rasa tenang yang benar-benar nyata. Daun-daun yang bertengger pada dahannya adalah saksi bisu bahwa hal mengerikan kembali terjadi beberapa saat yang lalu. Kicauan burung pipit yang saling bersahutan seakan memberi kabar bahwa kehidupan yang tak baik-baik saja sedang berlangsung di sana.

Dua orang korban pertama dikabarkan hilang beberapa hari yang lalu. Sebagian orang bersaksi bahwa mereka menjadi korban penculikan oleh sekawanan orang yang mengendarai sebuah mobil hitam di parkiran depan sekolah. Keduanya adalah korban Misteri Ruangan Terkunci. Merekalah yang pernah pingsan tiba-tiba tanpa sebab yang pasti.

Pihak sekolah berencana untuk meliburkan kegiatan selama beberapa hari. Namun berdasarkan instruksi dinas, keputusan itu ditolak mentah-mentah. Alasan yang diberikan, menurut mereka tidak bisa diterima. Mungkin jika kepala sekolah mau menjelaskan alasan sebenarnya mengapa mereka mengajukan libur, mereka akan mengerti dan mengizinkannya. Namun, alasan tetaplah alasan. Ada banyak kepentingan yang mesti dijaga olehnya dengan baik.

Mendengar hal itu Akmal, Kalila, dan Hafni segera bertindak cepat. Mereka menyusun strategi untuk mengungkap siapa pemilik mobil hitam itu. Akmal menduga kalau semua kejadian ini saling berhubungan dan dilakukan oleh orang yang sama. Dengan kata lain, si penculik adalah orang yang juga membuat para korban pingsan tempo hari.

“Aku sudah mengumpulkan semua data kejadian tentang kapan mereka pingsan di Ruangan Terkunci, dan kapan mereka hilang diculik pengendara mobil hitam.” Hafni membuka sebuah dokumen di dalam laptopnya. Ia menunjukkan semua data yang telah dihimpunnya.

Sasha Lamuna. Perempuan. 17 tahun. Kelas XII IPA 1. Pingsan 15 Februari 2019 dan hilang 24 Februari 2019.

Almira Dava Putri. Perempuan. 15 tahun. Kelas X IPS 3. Pingsan 17 Februari 2019 dan hilang 26 Februari 2019.

Haura Putri Salsa. Perempuan. 15 tahun. Kelas X IPA 2. Pingsan 20 Februari 2019.

“Berarti yang perlu kita lakukan sekarang ini adalah membuntuti ke mana pun Haura pergi agar dia aman dari sergapan si penculik, begitu?” tanya Akmal menebak-nebak pikiran Hafni.

“Tidak,” sahut Kalila mendahului. “Kita harus memahami pola penculikannya terlebih dahulu. Ada semacam pola konstan yang bisa kita pecahkan sebelum menentukan langkah ke depan.” Lanjutnya mantap.

“Kalila benar. Kita tidak perlu membuang-buang waktu untuk menguntit setiap langkah Haura. Itu terlalu rumit. Dia sendiri pasti akan merasa risih jika kita melakukan hal sekonyol itu padanya.” Hafni menyepakati usulan Kalila.

Ah dasar Kalila, keluh batin Akmal yang kesal dengan keseriusan Kalila dalam memikirkan hal-hal cerdas. Akmal sendiri sudah tahu tentang misteri penculikan ini. Dia hanya berhaga-jaga dari Hafni yang setiap saat bisa membuatnya terdesak.

Melihat keadaan yang semakin memihak pada Hafni, Akmal memutuskan untuk terjun langsung ke dalam semua jebakannya. Ada banyak cara untuk membalikkan keadaan jika perlu. Akmal memang selalu memiliki banyak ide untuk memenangkan ‘Permainan’.

Tanpa menimbang-nimbang lagi, Akmal segera mengungkapkan idenya.

“Baiklah …,” gumam Akmal lirih.

Kalila melirik dengan sudut matanya. Ia merasakan ada sesuatu yang berbeda dari Akmal.

“Baiklah? Apanya?” tanya Hafni heran.

“Aku mengerti pola penculikannya,” jawab Akmal yakin setelah memutuskan untuk benar-benar ikut campur dalam permasalahan ini.

Spontan Akmal mengeluarkan selembar kertas dari tasnya, lengkap dengan pulpen sebagai alatnya menulis. Dia mengambil buku paket Bahasa Indonesia yang tergeletak di samping laptop, lalu menyimpannya sebagai alas kertas.

“Korban pingsan pertama terjadi pada tanggal 15 Februari. Normalnya kita akan sangat waspada keesokan harinya, namun korban pingsan kedua malah terjadi tanggal 17 Februari ketika semua orang sudah menurunkan tingkat kewaspadaan mereka. Lalu korban pingsan ketiga kembali terulang, kali ini malah terjadi tanggal 20 Februari. Si pelaku benar-benar cerdas dalam membaca situasi. Dia tahu akan ada beberapa orang yang bersiaga selama dua hari berturut-turut. Tapi nihil, kejadian ketiga malah terjadi tiga hari setelah korban kedua pingsan.” Akmal memetakan teorinya dengan gambar-gambar abstrak.

“Dengan kata lain, penculikan selanjutnya akan terjadi tanggal 1 Maret? Besok?” Hafni mencoba menyimpulkan apa yang dijelaskan Akmal. Sekaligus menggiring mereka berdua untuk masuk ke dalam pemahamannya.

“Bisa iya, bisa tidak.” Akmal menjawab sekenanya.

“Apa maksudmu?” Hafni kembali memotong, tiba-tiba dahinya mengernyit keheranan. “Bukankah polanya konstan?”

Kalila mengangguk-anggukkan kepalanya. Hanya dia yang mengerti jalan pikiran Akmal tanpa harus menyelidikinya dengan segudang pertanyaan untuk menggali lebih jauh. Sedangkan Hafni, dia orang asing. Sudah pasti dia kesulitan untuk mencerna teori-teori yang disuguhkan Akmal.

“Dia punya rencana lain. Si pelaku bukan seseorang yang mudah ditebak setelah pola permainannya terungkap.” Akmal melempar pensil yang ia pegang ke atas kertas yang sudah penuh dengan gambaran abstraknya.

“Permainan katamu?” Hafni menunjukkan ekspresi ketidaksetujuannya dengan diksi yang dipilih Akmal dalam menyikapi kasus ini. Sedangkan Kalila masih tetap diam tak bergerak dan mengucapkan sepatah kata pun.

“Lalu apa? Kejahatan? Aku bahkan belum tahu apa yang dilakukan si pelaku setelah menculik para korbannya.” Kali ini Akmal yang memaksa Hafni keluar dari ‘persembunyiannya’.

Sial! Dia bisa berpikir sampai sejauh itu! Batin Hafni menggerutu.

“Di luar baik atau buruk perlakuannya setelah menculik orang lain, penculikan tetap tidak bisa dibenarkan bukan!?” Suara Hafni agak meninggi, tanpa sadar tangannya menampar pahanya sendiri.

Kalila tak sedikit pun berusaha melerai mereka yang mulai berbeda pendapat. Dia mencerna banyak makna dari tingkah laku Akmal hari ini. Akmal mulai berani membalas jebakan-jebakan Hafni yang biasanya dia hindari dengan hati-hati.

Sekuat tenaga Akmal menahan tawanya yang kian menyeruak demi melihat ekspresi Hafni yang tengah kalang kabut. Hafni terlihat mulai kesal dengan permainan diksi Akmal yang mengundang emosi, hampir tak terbendung. Keduanya saling serang dalam keheningan. Beradu gagasan dalam kecerdasan.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel