Ringkasan
Akmal dan Kalila memiliki tugas yang sangat berat. Mereka mesti menyamar sebagai siswa SMA demi mencari siapa penulis buku rahasia yang selama ini menghilang. Namun, di tengah perjalanan keduanya, mereka dihalangi oleh Hafni yang tak ingin rencana itu berhasil. Siapakah Hafni? Dan siapakah Penulis buku rahasia itu?
Bab 1 Prolog
Entah kenapa hari itu semilir angin malam terasa lebih menusuk tulang. Suara gemerisik daun lontar yang tertanam di depan rumah terdengar amat menyeramkan, diterbang deru angin kencang dalam kegelapan. Lalu, beradu dengan gemericik hujan yang semakin lama semakin menakutkan. Suasana yang sama sekali tak pernah ia sukai di usianya yang baru saja menginjak enam tahun.
Tak ayal, kedua orang tuanya malah memeluknya dengan penuh rasa cemas. Seakan sedang menunggu malaikat maut yang hendak mencabut nyawa mereka hari ini. Ia tak tahu apa yang sedang terjadi. Dia tak punya alasan untuk menangis sama sekali. Tak mampu merengek. Ibunya yang menitiskan air mata di kegelapan pojok rumah, kemudian berpesan padanya dalam isak tangis yang begitu memilukan, “Nak, ingat baik-baik pesan ibu ini … carilah seorang pria bernama Adam. D-dia penulis Buku Rahasia yang sudah lama dicari-cari oleh ….”
Kata-kata yang terlontar dari ibunya terdengar parau. Namun tak sampai dia pada akhir pembicaraan, nyawanya harus melayang akibat peluru tajam yang menghunjam dadanya. Ayahnya menjerit, ia membabi buta merebut senapan dari pria bertopeng hitam yang menembak istrinya.
“Nak! Lari! Cepat lari!” perintah sang ayah sembari menodongkan senapan ke arah para penjahat di hadapannya.
Ia hanya terdiam memandangi ayahnya yang berusaha memberikan perlawanan. Dia masih tak mampu menjerit. Apalagi menangis. Dia terlalu kecil untuk memahami semua tragedi yang terjadi di depan matanya. Tak ubahnya bagai paku yang baru ditancapkan, dia berdiri mematung tanpa bergerak sedikit pun.
“Bagus, kau lebih baik diam saja di sana dan lihat bagaimana kedua orang tuamu mati di tangan kami berdua, Nak!” sambar si pria bertopeng dengan suara yang sangat menyeramkan.
“Lari!!!” ayahnya kembali melirik ke arahnya. Ia tetap tak beranjak.
Rasanya baru kemarin dia bermain robot-robotan bersama ayahnya yang tak sering pulang ke rumah. Ia tak pernah kenyang meneguk kasih sayang ayahnya. Sekalinya pulang, kebersamaan mengasyikan mereka selama tujuh hari harus direnggut oleh orang-orang kejam bertopeng ini. Entah siapa mereka dan apa masalah mereka dengan ayahnya, pikirnya seraya menatap sang ayah yang tengah menjerit-jerit menyuruhnya lari.
“Argh!!!” jerit ayahnya seraya meregang nyawa, tiga luka tembakan bersarang di dadanya.
Akan tetapi, kematian ayah dan ibunya belum cukup membuatnya mengerti. Apa yang sebenarnya terjadi?
Dari balik pintu belakang rumah seseorang masuk dengan sangat lincah. Langkahnya terlihat seakan tengah menari-nari, gesit sekali. Dia menembak senjata yang dipegang para pembunuh biadab itu, lantas menggendong tubuh anak kecil yang sedari tadi tak bisa berbuat apa-apa. Dengan sigap, dia kembali keluar melalui pintu belakang dan menghilang dari jangkauan si pembunuh. Keduanya lenyap dalam selimut kegelapan malam yang telah menyelamatkannya.
***