Bab 4
“Kamu ingin bermain, bukan? Aku akan menjadi pasanganmu mulai saat ini.” Kata John yang terdengar sangat tegas.
Spontan saja Debora terlonjat ketika janggut halus milik John menusuk-nusuk kulit putih mulusnya. “Papi! Papi John! Apa yang akan kamu lakukan padaku? Ahhh……!” Perkataan Debora terputus ketika John menggigit dan menghisap lekukan lehernya.
Seketika itu juga, Debora menggeliat. Namun dia mendorong pundak John supaya menjauh darinya. Bukannya mundur, tubuh John malah semakin mendekat, bahkan menempel satu sama lain menyalurkan kehangatan.
Sebelah tangan kiri John menahan tubuh Debora. Tangan kanannya bebas menyelinap masuk ke balik baju atasan Debora dan meremas-remas benda kenyal dan padat milik Debora.
“Aahhhh…….! Pap….! Papi…….!” Desah Debora pelan.
John berdecak kesal dengan baju ketat yang dipakai Debora. Hanya sekali hentakan saja, dia merobek baju atasan yang dipakai Debora. Kemudian membuangnya ke sembarang arah.
“Bajuku……! Kenapa papi membuang bajuku? Baju itu harganya sangat mahal, papi!” Teriak Debora dengan kedua bola mata yang mulai membesar.
“Bajumu akan kuganti dengan yang baru! Bahkan akan kubellikan yang lebih mahal lagi! Jangan khawatir!” Ujar John dengan suara yang serak. Lalu melahap bibir Debora yang merah.
Debora mulai merasa takut dengan tatapan John yang memandangnya seperti seekor singa yang sedang kelaparan saat itu. Dia kembali bersuara, “Papi, aku……! Ampun, papi! Ampun….! Aku tidak berani lagi datang ke klub!”
John tidak mengidahkan perkataan Debora. Dia menurunkan rok mini serta dalaman yang sedang Deby pakai. Kemudian dia sendiri melepaskan pakaiannya dan mengalungkan kedua tangan Debora ke belakang kepalanya.
Kedua jari-jarinya bermain ke dalam titik pusat intim Debora dengan sensual. Sedangkan tangan satunya masih memilin dan membelai tonjolan kecil yang ada di situ. Bibir John kini berpindah ke tubuh mulus Debora, meninggalkan bercak merah di setiap jengkal tubuh Debora.
John cepat-cepat membuka celana panjang yang dipakainya. Dia mengeluarkan miliknya yang sudah membesar dan tegang itu. Kemudian dia memasuki area bawah Debora dengan perlahan-lahan.
“Aahhh….. Sakit…..!” Teriak Debora dengan suara lirih.
“Sssstttt……! Ini hanya sementara saja. Percaya padaku!” Bisik John yang mulai menggerakkan pinggulnya.
Bukan hanya Debora saja yang merasakan itu, ternyata John juga merasakannya. Milik John yang sudah membesar itu dirasakannya sudah terjepit di dalam tubuh Debora. Dan menyalurkan rasa hangat. Erangan demi erangan tidak bisa tertahankan lagi. Sentuhan John benar-benar telah membuat napsu gadis itu semakin basah.
“Call my name, Debby!” John mendesis perlahan di telinga Debora kemudian dia menjilatnya.
“Oh… Aaaahhhh…. Yes!” Desahan nikmat dari mulut Debora mempercepat gerakan John saat itu.
Tidak dapat dia sangka-sangka, John yang tidak pernah berhubungan dengan gadis itu ternyata dia sangat pintar bermain di atas ranjang.
“Papi….. Papi John…!”
Akhirnya keduanya sama-sama dapat menyelesaikan puncak kenikmatan mereka. Hingga sekarang mereka berbaring di atas ranjang stelah beberapa ronde telah dilakukan mereka.
“Papi John, kenapa kamu bisa selihai ini melakukannya?” Tanya Debora.
Kepala John menoleh ke samping kanan, dimana Debby berbaring. “Apa maksudmu?”
“Bukankah kamu tidak pernah berpacaran apalagi kamu selalu saja berada di kantor bersama dengan laptop dan berkas-berkasmu?” Debora mengubah posisi baringnya menghadap ke arah John. Matanya menyipit menandakan kecurigaan terhadap John. “Jangan bilang kalau Papi John di kantor bukannya kerja malahan melakukan hal ini dengan bawahan papi di kantor. Ehm…….!”
Belum selesai bicara, John melahap bibir Debora dengan intens. Kecupan pun tersapukan menjadi lumatan liar. Lidahnya bergulat manis dengan pasangan di dalam rongga mulut Debora, membelai giginya satu per satu.
“Jangan sembarangan kalau bicara. Kamu adalah gadis. Ralat! Kamu adalah wanita pertama yang aku tiduri.”
Debora merasa masih ragu akan perkataan John barusan. Apakah benar kalau papi angkatnya belum pernah melakukan adengan panas seperti itu dengan wanita lain? Lalu, kanapa pria itu dapat melakukannya dengan baik tadi dengannya?
*******
Kedua mata yang terasa sangat berat terpaksa dibuka ketika mendengar ketukan dari luar. Debora bangun lalu menguap perlahan, diliriknya jam beker yang berada di sebelah nakas. “Baru jam sepuluh! Siapa sih pagi-pagi sudah ketuk pintu kamarku?! Ganggu tidur cantik aku saja!" Katanya dengan kesal. Dia paling tidak suka kalau tidur cantiknya diganggu.
“Non Debby, apakah non sudah mau sarapan? Sekarang hari sudah mau menjelang siang, non.” Ucap kepala asisten rumah tangga bernama Ijah itu.
“Ckkk….! Ya sudah. Aku mau mandi dulu!”
Setelah mendapat anggukkan dari Bi Ijah, Debora menoleh ke sebelahnya. Ternyata kosong. Dia tidak ingin berpikir lagi. Lalu dia menginjakkan kakinya ke lantai, namun terasa sakit dan panas menyerang selangkangannya. “Ouw……!” Teriaknya terduduk di lantai.
Bayangan panas berputar ulang di benaknya. Tenyata dia benar-benar telah melakukannya bersama dengan papi angkatnya sendiri semalam. Aliran hangat mengalir di seluruh wajahnya. Bahkan tidak pernah terlintas dalam benaknya kalau dia kan bercinta dengan John, papi angkatnya. Digelengkan kepalanya sejenak. “Ini bukan apa-apa. Ya, bukan apa-apa.” Desisnya sambil mengusap dadanya beberapa kali untuk menetralkan jantungnya yang sudah mulai menggila.
Sebuah deringan keras menghilangkan lamunannya dari alam bawah sadarnya. Dia segera mengambil ponselnya yang terletak di atas meja nakas.
Fani is calling……….
“Hallo!” Kata Debora.
“Hallo!” Fani menjawab dari seberang sana.
“Apakah kamu baik-baik saja, Debby?” Tanya Fani dengan panik.
“Iya, Fan. Gue baik-baik saja. Jangan khawatir. Cuma saja……..” Kata Debora tiba-tiba terhenti. “Selangkanganku perih sekarang.” Ujarnya dalam hati. Tidak mungkin dia mengatakan kepada sahabatnya kalau semalam dia telah melakukan adegan panas bersama papi angkatnya. Apa tanggapan orang-orang terhadapnya nanti?
“Apa? Kamu mau bilang apa, Debby? Kenapa tidak dilanjutkan? Kamu buat panasaran saja.” Keluh Fani berdecak kesal.
Debora tertawa kecil, “Tidak! Tidak apa-apa. Aku baru bangun dan belum sarapan. Nanti aku telepon kembali ya, Fan. Bye!”
Belum sempat Fani menjawabnya, Debora sudah memutuskan sambungan telepon itu secara sepihak. Hembusan napas lega terdengar.
Debora berusaha bangkit dari duduknya dengan bantuan meja nakas yang menjadi tumpuannya. Namun, sialnya sakit itu merajarela dan membuatnya ambuk jatuh ke lantai. “Aarghhh….! Bi Ijah!” Teriaknya. Dia mendengar masih tidak ada jawaban dari Bi Ijah. Dia kembali menjerit dengan kencang sampai dia membuat dia terbatuk-batuk. Selang beberapa menit kemudian, derap kaki yang berjalan cepat itu terdengar semakin mendekat.
“Astaga, Non Deby! Apa Non Debby baik-baik saja?” Tanya Bi Ijah sambil membantu Debora bangkit berdiri. “Saya akan segera menelpon Tuan John.”
Bagaimanakah kisah Debora selanjutnya?