Ringkasan
Cerita ini berkisah tentang seorang laki-laki bule yang tinggal di Indonesia sudah sejak lama. Dia sangat sukses dalam karirnya, bernama Jonathan Smith, yang sering dipanggil John. Dia yang mempunyai hubungan khusus dengan anak angkatnya yang bernama Debora atau sering dipanggil Deby. Siapakah Debora sesungguhnya? Apakah kisah cinta mereka berakhir dengan bahagia atau sebaliknya? Ikuti perjalanan kisah cinta mereka, yang disertai dengan bumbu-bumbu percintaan serta konflik.
Bab 1
Sebuah deringan ponselnya yang panjang mengalihkan tatapan seorang pria tampan bermata coklat. Sinar terang dari laptopnya yang sedang menampilkan file-file yang sedang dia pelajari saat ini. Dahinya mulai berkerut, dilihatnya ada sebuah nomor asing sedang menelponnya saat ini. Tanpa menunggu lama, dia segera menerima panggilan itu.
“Kami dari pihak kepolisian. Apakah Anda yang bernama Jonathan Smith?” Tanya seseorang itu ditelepon.
Jonathan Smith yang kerap dipanggil dengan nama John itu memijat kepalanya. “Ini dari polisi, pasti ada hubungannya dengan Debora.” Katannya dalam hati.
“Baiklah, saya akan segera ke sana.” Ucapnya pada akhirnya. Dia segera mematikan laptopnya, bangkit dari tempat duduknya dan mematikan laptopnya. Kemudian mengambil jasnya yang berwarna hitam kemudian dikenakannya. Lalu keluar dari dalam ruang kerjanya.
Staf-staf kantor yang dia temui menyapanya dengan hormat setelah melihat pimpinannya keluar dari ruang kerjanya. Para staf wanita di kantor itu segera menggosip, ketika pimpinan mereka sering keluar pada jam-jam seperti ini. Begitu melihat bossnya sudah keluar dari kantor, langsung saja para wanita-wanita muda yang ada di kantor itu berkumpul menggosipkan boss mereka. “Kalian dengar tidak gossip terbaru mengenai CEO kita yang tampan itu? Katanya dia ada wanita simpanan?” Kata salah satu wanita yang ada di kantor itu berbisik pada teman kerjanya.
“Ah, masa iya?! Yang pasti dia sangat merahasiakannya dari kita-kita di sini, bukan?” Balas yang lain.
“Tapi, buat apa dia merahasiakannya?” Tanya wanita yang lain lagi.
“Entahlah. Tapi, bukannya dia masih single?” Timpal wanita yang lainnya.
“Memangnya dia sudah beristri?”
“Ini bukan masalah ada isteri atau tidak. Aku dengar-dengar kalau simpanannya itu jauh lebih muda dari dirinya.”
“Kalian ini siang-siang bisanya gosip-gosip saja. Ayo kerja….! Kerja….!” Teriak wanita separuh baya berkaca mata sedang berkacak pinggang pada mereka. Rupanya wanita paruh baya itu adalah supervisor mereka yang sedang mengawasi mereka di kantor itu.
Langsung saja mereka semuanya kembali bekerja tanpa berani ada yang berkomentar atau pun bersuara.
Di tempat lain, ada seorang gadis muda masih saja bercanda karena terpengaruh minuman alkohol yang diminumnya. “Kalian tahu tidak, siapa papi angkatku yang sebenarnya?” Tanyanya pada pihak yang berwajib.
Suasana hening sejenak sebelum dia melanjutkan ucapannya itu. “Kalian kenal tidak dengan laki-laki muda yang terkenal yang bernama Jonathan Wiratama? Apa kalian tahu kalau papi angkatku itu siapa?”
Tiba-tiba saja John sudah ada di sana, “Debora! Hentikan semua ini!” Serunya dengan rahang yang mengeras.
Debora yang biasa dipanggil Debby itu segera melepaskan kaitan bajunya pada polisi itu. Senyum Debora pun langsung mengembang saat itu. “Papi John! Akhirnya papi datang juga!” Serunya lagi manja sambil merentangkan kedua tangannya sedang menunggu John datang memeluknya.
John menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia menggendong Debora di atas punggungnya. “Andi, segera kamu selesaikan masalah ini!” Perintah John pada tangan kanannya itu.
Tangan kanannya membungkuk memberi hormat padanya sambil berkata, “Baik, tuan. Segera saya laksanakan perintah tuan.”
“Belum sampai malam saja kamu sudah mabuk-mabukkan seperti ini. Saya kasih kamu biaya kuliah, bukannya belajar yang baik, malah pergi bolos, pergi ke tempat seperti ini. Mau kamu apa, Deb?”
Debora mengangkat tangan kanannya ke atas, seolah-olah bermaksud meminta agar John menghentikan ocehannya itu. Mereka sekarang berada di dalam mobil Jeep Rubicon keluaran terbaru. Mereka menanti Andi yang sedang berada di dalam menyelesaikan masalah Debora.
“Aku…! Aku hanya lagi bersenang-senang saja di sana, pap! Di dalam klub itu, aku juga bisa sambil belajar, pap!” Seru Debora melemparkan senyuman termanisnya.
“Kamu di dalam klub sambil belajar? Kamu lagi belajar apa di dalam klub, Debby?! Kamu ini benar-benar membuat papi kesal ya!” Seru John dengan kesalnya.
“Ishhhh…….! Papi….! Aku sedang pusing sekarang. Bisakah papi diam saja?!” Kata Debora dengan manjanya.
Sangking kesalnya, John ingin sekali menjitak kepala Debora karena menurutnya Debora sudah bicara tidak sopan padanya. Namun niat itu ditahannya, karena dia sangat sayang pada Debora. Akhirnya, sebagai gantinya dia mengelus kepala Debora dengan pelan.
Amir si sopir pribadi John melihat adegan itu dari kaca spion mobil, kemudian berkata dalam hatinya, “Tuan John sungguh sangat menyayangi Nona Debby.”
Tidak lama kemudian, Andi masuk ke dalam jok penumpang yang berada di depan.
“Apa sudah beres semua?” Tanya John pada Andi.
“Sudah, tuan. Tuan tenang saja. Mereka tidak akan menyebarkan berita ini sampai keluar.” Sahut Andi dengan sopan.
“Bagus itu, Andi! Kerjaan kamu bagus sekali. Ayo kita jalan sekarang!”
Dengan perlahan-lahan mobil mewah itu melaju menuju jalanan yang masih tidak begitu ramai. Waktu sudah menunjukkan jam 3 sore. Perjalanan mereka membutuhkan waktu sekitar 40 menit baru akan tiba di rumah John. Akhirnya setelah menempuh perjalanan sekitar 40 menit, mereka sampai di mension John yang megah dan luas.
Tepukan ringan di pipi Debora, tetap tidak membuatnya bangun. “Kita sudah sampai, Deb.”
“Ngh….!” Debora berguman di alam bawah sadarnya. Terpaksa John menggendongnya lagi, ala pengantin masuk ke dalam rumah.
*****
Ketika Debora terbangun dari sadarnya, dia merasakan kalau pakaiannya sudah diganti dengan pakaian rumah. Waktu cepat berlalu, kini menunjukkan pukul 8 malam.
“Oh, sial! Kenapa papi John mengikatku seperti ini?!” Teriak Debora sekuat-kuatnya. Namun, ternyata sunyi dan sepi. Tidak ada suara apa pun yang terdengar.
“Papi! Papi John! Lepaskan aku! Kepala aku pusing sekarang! Tanganku sakit diikat seperti ini!” Lagi-lagi Debora berteriak dengan kerasnya. Namun, tiba-tiba saja John masuk ke dalam ruangan itu.
Tampak wajah Debora hampir saja menangis. Bibir bawahnya dimajukan sehingga membuat John menghembuskan napas yang cemas.
“Kenapa kamu selalu saja membuat ulah, Debby? Apa kamu tidak tahu kalau di dalam klub itu banyak sekali pria-pria hidung belang mencari kesempatan untuk meniduri gadis-gadis cantik dan manis, seperti dirimu?” Tanya John dengan cemasnya.
“Tidak, papi! Itu tidak mungkin terjadi. Sampai saat ini aku masih perawan.” Kata Debora dengan pelan.
“Mulai sekarang, papi akan selalu mengawasimu. Setelah kamu pulang dari kampus, kamu harus langsung pulang ke rumah. Tidak boleh kemana-mana lagi. Jika kamu ingin pergi shopping atau keluar, kemana saja, aku akan selalu mendampingimu. Kamu paham, Debby?!”
Kedua bola mata Debora terbelalak kaget mendengar perkataan dari John. “Tidak! Aku tidak mau! Aku tidak mau, pap!”
John kali ini bersikeras pada pendiriannya. “Keputusanku sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat. Jangan marah dan kesal lagi. Papi bawakan kamu makan malam.”
Debora memalingkan wajahnya ke arah lain, seolah-olah dia ngambek dan tidak mau makan.
“Jangan bertingkah seperti anak kecil, Debby. Apa kamu sudah lupa, kalau kamu pernah masuk rumah sakit gara-gara sakit maag?”
“Biarin! Papi tidak sayang lagi padaku!” Gerutu Debora sambil cemberut.
“Debby! Kamu tidak boleh seperti ini!” Kata John menasehati Debora.
“Kalau aku tidak mau ya tidak mau! Kecuali papi membebaskan aku dulu.”
Debora sudah terlihat mulai kesal sekarang, begitu juga dengan John. Hawa panas dari keduanya sudah mulai mencekam hingga sulit untuk menghirup udara yang segar di ruangan itu.
Setelah beberapa menit hening seketika, John mulai membuka suaranya. “Ok. Baiklah. Kalau itu memang maumu, Debby!”
Wajah Debora yang tadinya cemberut, kini berubah seketika dalam hitungan detik. Namun, senyuman itu kembali memudar saat melihat John mengambil nampan yang berisi makan malamnya dibawa keluar dari dalam ruangan itu.
“Papi! Papi John, jangan pergi!” Panggil Debora kesal. “Lapaskan ikatan aku dulu!” Dia menjerit dengan geram kepada John. “Papi kira dengan ini, aku akan mendengarkanmu?! Aku tidak akan mendengarkanmu! Jangan harap!”
Bukan Debora namanya kalau dia tidak punya akal untuk melarikan diri dari tempat itu. “Kita lihat saja, papi! Siapa yang akan memenangkan permainan ini? Aku atau papi?” Katanya sambil tersenyum.
Apa yang akan dilakukan Debora selanjutnya? Nantikan jawabannya pada bab berikutnya………………..