Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 5 : Ecstacy

Jace menelan saliva yang sejak tadi terasa begitu pahit, tolong! Ia begitu mencintai Lorna dan itu sudah berlangsung lebih dari empat tahun.

Malam ini gadis itu, Lorna mencium pria lain di hadapannya. Parahnya pria itu adalah Alexander, Jace tahu betul siapa pria yang sedang ia hadapi saat ini.

"Apa yang kau lakukan Lorna?"Alexander melepas pautan gadis itu, sedikit menggeser tubuhnya tanpa melepas pandangan sedikitpun dari Lorna yang kini melirik kembali ke arah Jace, pria itu menunduk saat mata hazel itu melirik dan memilih pergi tanpa basa-basi sedikitpun.

"Lorna!"pekik Alex sedikit tegas membuat wanita itu kembali menatapnya.

"Sorry!"Lorna hanya mengucapkan sepatah kata, ia langsung melejit. Berlari kecil dari hadapan Alexander yang masih memikirkan tingkah tidak biasa gadis itu.

Brakkk!! Lorna menabrak seseorang saat ia sampai di bibir pintu club, mata hazel itu segera menyorot dan ia mengerutkan keningnya lama.

"Daddy.."sebut Lorna pelan.

"Kenapa kau di sini?"tanya Ferdinand Dulce dengan wajah prince charming-nya yang masih terlihat sepadan.

"Harusnya aku yang—"

"Mr. Dulce. Tuan Alexander sudah menunggu mu di private class, bisa aku minta platinum card milikmu?"seseorang dengan wajah datar langsung memotong ucapan Lorna, membuat Ferdinand langsung mengangguk dan meraih sakunya.

"Jadi kau masih terus menjilat ludah mu sendiri?"tanya Lorna menuding tajam.

"Lorna!"

"Jangan katakan ini demi aku dad, kau tahu sejak dulu aku tidak pernah membutuhkan semua ini,"Lorna memotong, menahan matanya agar tidak setitikpun cairan kecil keluar dari matanya.

"Aku tahu yang terbaik Lorna,"ucap Ferdinand datar, pria itu melirik ke arah pria tinggi yang sejak tadi menunggunya dan memberikan card yang ia minta.

"Aku harus masuk,"Ferdinand mengeluh lalu melangkah masuk ke dalam club dengan tatapan dingin. Sungguh Lorna begitu merindukan sosok hangat dari pria itu, Ferdinand Dulce yang memiliki banyak cinta bukan keluarga yang berantakan seperti saat ini.

____________

"Lorna, syukurlah kau sudah pulang. Maaf aku tidak bisa menghubungi mu. Alex mengambil ponselku," Olivia segera melangkah saat melihat sosok yang ia nantikan sejak tadi.

"Tidak masalah Olivia, aku bahkan pulang tanpa memikirkan mu,"balas Lorna sambil terkekeh.

"Owh.. Lihat! Kenapa matamu? Kau baru saja menangis?"Olivia menyentuh mata gadis itu, mengusapnya lembut penuh perhatian.

"My daddy,"ucap Lorna membuat Olivia langsung mengerti.

"Kau perlu sesuatu untuk menenangkan diri Lorna?"tawar Olivia membuat gadis itu melirik. Oh Please jangan alkohol lagi, itu hanya menambah masalah.

"Ayo ke kamarku,"ajak Olivia sambil menarik lengan gadis itu. "Ayolah Lorna kali ini bukan Alkohol, para pria di club tadi memberikan ku ini. Kau pasti suka,"sambung Olivia meyakinkan.

"Okay, semoga kau benar,"ucap Lorna mengikuti langkah Olivia untuk beranjak ke kamarnya.

"Apa ini Olivia?"tanya Lorna sambil melihat sebuah pil bulat berwarna ungu layaknya vitamin.

"MDMA, kau akan melupakan pikiran yang menempel di otak mu itu,"ucap Olivia sambil mendekatkan pil itu ke arah mulut Lorna.

"Olivia tapi—"Lorna melirik mata sahabatnya itu, tajam seperti Alexander dan sangat mirip. Ia mengeluh dan membuka mulutnya membuat Olivia langsung memasukkan pil tersebut ke dalam mulut Lorna.

Lorna merasakan pil itu melewati kerongkongannya dan itu membuktikan bahwa ia telah menelan pil itu sungguh-sungguh.

"Oh ya Olivia, dari mana Alexander tahu kita di club itu?"tanya Lorna sambil melangkahkan kakinya ke ranjang Olivia.

"Entahlah, aku rasa itu hanya kebetulan."ucap Olivia mendekati sebuah lemari besar dan mendorongnya maju sekuat tenaga.

"Kau menyimpan ponsel di sana?"tanya Lorna sambil tersenyum tipis.

"Yah— tapi nomormu tidak terdaftar di sini,"ucap Olivia mengutak-atik ponselnya tanpa mendekati di mana Lorna.

"Aku harus menemui seseorang malam ini, bisa bantu aku?"Olivia menatap penuh harap pada gadis itu.

"Apa yang bisa ku bantu Olivia? Bagaimana jika Alexander tahu?"Lorna melepaskan pakaian luarnya lalu berbaring di atas ranjang.

"Dia tidak akan tahu! Aku akan kembali pagi besok sebelum dia bangun."

"Bagaimana dengan bodyguard? Mereka akan mengadu!"Olivia tersenyum saat mendengar ucapan gadis itu.

"Aku punya jalan rahasianya Lorna, kau hanya perlu tidur di kamar ini. Tutup tubuh hingga kepalamu dengan selimut!"perintah Olivia sembari memakai jacket dan meraih perkakas yang ia butuhkan.

"Olivia.. Ini gila.. Kau bisa ketahuan!"

"Ingat semua pesanku Lorna, tidur. Semua akan baik-baik saja,"Olivia melangkah cepat ke arah pintu dan keluar dari kamarnya tanpa mendengar protes dari Lorna lagi.

Gadis itu mengacak rambutnya, tiba-tiba kepalanya terasa begitu pusing dan itu membuatnya ingin berekasi lebih. Lorna melepas pakaiannya dan berbaring di ranjang Olivia.

"Tidur, aku harus tidur bukan?"ucap Lorna merasakan tubuhnya seakan ingin bergerak aktif. Rasanya ia lebih baik berdansa dari pada diam di ranjang.

"Ini panas sekali, aku benar-benar ingin melakukan sesuatu,"pikir Lorna lalu melangkah menuju saklar lampu kamar dan mematikannya. Gadis itu meraih sebuah gelas dan menuangkan air di dalamnya untuk membasahi kerongkongan yang terasa kering.

"Kau harus tidur Lorna, Jika Alex tiba-tiba memeriksa Olivia. Aku akan ketahuan,"Lorna menelan saliva lalu bergerak ke ranjang menutup dirinya yang tidak bisa begitu tenang. Sungguh tubuhnya seakan memanggil untuk melakukan sesuatu hal yang tidak perlu hingga beberapa menit. Lorna meremas-remas seprai, menggerakkan tubuhnya hingga rasa aktif yang ada di tubuhnya hilang.

Sekitar empat puluh menit kemudian Alex tiba di mansion, ia melangkah pelan ke tiap lorong yang begitu luas. Sudut mata pria itu tajam melirik ke arah beberapa bodyguard sambil melepas jaket yang menghalangi lengan kekarnya.

Ia melangkah lambat menuju kamarnya yang berada di lantai atas dan tiba-tiba tubuh itu berhenti tepat di depan kamar Olivia.

"Aku harus bicara dengannya,"batin Alex mengingat perintah yang ia berikan pada bodyguard untuk memaksa adiknya itu pulang.

Ceklek...

Alexander melirik kamar gelap itu dan mendekati saklar untuk menghidupkan lampu.

"Dia sudah tidur,"batin Alex sambil menghela napas. Alexander ingin kembali keluar namun keinginan besar membuatnya terdiam menahan langkahnya. Alex memilih menutup pintu dan mendekati sosok yang ada di bawah selimut tebal itu.

"Olivia..."panggil Alex dingin saat ia sudah duduk tepat di pinggir ranjang.

"Aku tahu kau marah padaku, bangunlah. Kita perlu bicara,"Alex kembali bicara saat tubuh di bawah selimut itu tidak merespon sedikitpun. Ia mengeluh kembali merasa di abaikan oleh gadis yang ia anggap Olivia.

"Oliv—"Alex menggantung kalimatnya saat melihat sebuah pil yang sangat ia kenal terjatuh di lantai. Pria itu meraihnya dan memeriksa kebenaran pil tersebut.

"Ecstacy?"

Srakkk!!!

Alex membuka selimut itu dan mata pria tersebut langsung membulat. Tidak ada siapapun di sana bahkan Lorna sekalipun, Alex murka saat menyadari yang ia ajak bicara hanyalah sebuah guling besar bukan Olivia. Dengan langkah cepat pria itu berdiri melangkah menuju kamarnya, ia harus mencari dimana Olivia.

"Hey, Alexander?"ucap seorang gadis yang berada di kamarnya hanya dengan pakaian mandi beserta rambut yang terlihat basah. Sambutan hangat untuk Alex saat pria itu membuka pintu kamarnya.

"Mau memberitahu ku rahasia mu?"tawar Lorna sedikit terkekeh dan berusaha mengontrol diri di bawah pengaruh ecstasy yang memiliki pengaruh selama 3-6 jam pada 30-40 menit kemudian. Ia akan bergerak, liar, aktif dan penuh rekreasi. Olivia harus bertanggung jawab soal ini.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel