Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9 . Tikus

Gila! Ya, ini gila. Jelas-jelas semua ini untuk memelihara tikus penggerogot harta dan Madeline yakin, semua tikus itu gemuk. Dari puluhan dokumen itu semua penuh dengan nilai yang dilebih-lebihkan. Madeline heran bagaimana perusahaan ini dapat bertahan sampai saat ini.

Tidak! Dirinya tidak dapat mendiamkan ini. Jika uang pria itu begitu banyak, alangkah baiknya memberikan sumbangan kepada mereka yang butuh, daripada memelihara tikus berdasi.

Madeline menutup map itu dan mengumpulkannya ke samping. Yang dapat dilakukannya adalah menunggu Maximillian Qin datang ke ruang bermainnya ini dan jika pria itu tidak mabuk, maka dirinya akan mencoba menyampaikan pendapatnya.

Sampai siang hari, pria itu juga belum muncul. Madeline berjalan ke arah pintu depan dan mencoba menemukan Jay. Dirinya tidak ingin Jay terlibat masalah karena Madeline tidak menandatangani semua dokumen itu.

"Kapan Jay akan kemari?" tanya Madeline kepada dua pengawal yang setia berdiri di depan pintu kaca ganda.

Mereka mengangkat bahu, artinya mereka tidak tahu. Tepat saat itu, Madeline melihat Max dan Jay berjalan ke arahnya.

Madeline mundur ke samping, tidak ingin menghalangi jalan mereka. Max berhenti tepat di hadapan Madeline dan menatapnya. Madeline membalas tatapan itu dan mulutnya sudah tidak tahan untuk menyampaikan apa yang ada dipikirannya.

"Merindukanku?" tanya Max santai.

Madeline mengangkat sebelah alisnya dan tidak menjawab. Dirinya diam, itu lebih baik daripada melontarkan komentar tajam, yang akan membuat pria itu tidak senang.

Max berjalan masuk ke dalam ruangan diikuti Jay.

"Sudah selesai?" bisik Jay.

Madeline menggeleng dan seketika wajah Jay memucat. Dengan lemas, Jay berjalan masuk ke dalam ruangan mengikuti Tuannya itu.

Max duduk di sofa dengan map biru di tangannya. Lalu, membuka dan melihatnya.

Apa? Itu artinya, pria itu selalu memeriksa dokumen setelah tanda tangan palsu tertoreh di sana? Apa yang salah dengan pria itu? Bukankah itu artinya, Maximilian tahu jelas akan penyimpangan itu dan membiarkannya? batin Madeline.

"Hmmm, itulah mengapa kamu tidak boleh menyerahkan tanggung jawabmu kepada orang lain!" ujar Max masih menatap dokumen itu.

"M-maaf Tuan," ujar Jay menunduk.

"Bukankah Anda juga melakukan hal yang sama?" tanya Madeline kepada Max.

Max mengangkat wajah dan menatap ke arah Madeline, seraya berkata, "Aku tidak suka mulut yang lancang! Bukankah aku sudah pernah menyampaikannya?"

Ah, sudahlah! Madeline berjalan ke arah Max dan berlutut di samping pria itu. Madeline tidak sudi duduk di sofa itu dan berkata, "Maaf, Tuan! Aku tidak bermaksud lancang. Namun, banyak penyimpangan di dokumen itu. Jika memang uang Tuan banyak dan hendak dibuang-buang, alangkah baiknya uang itu disumbangkan kepada yang membutuhkan? Itu lebih berguna daripada memelihara tikus, bukan?"

Max menatap perempuan itu yang berlutut di sampingnya, sambil menunjuk ke tumpukan dokumen yang ada di pangkuannya.

"Ternyata kamu dapat berbicara dengan sopan," ujar Max. Ya, perempuan itu untuk kali pertama memanggilnya dengan sebutan Tuan.

"Tuan akan terkejut jika melihat riwayat pendidikan dan karir milikku," jawab Madeline sambil tersenyum lebar.

Max mengangkat kedua kakinya ke atas meja dan menyilangkannya.

"Namun, aku tidak butuh pendapatmu! Ini perusahaanku, jadi terserah aku mau dikemanakan uang-uang itu. Lagipula, aku senang memelihara tikus!" ujar Max dingin.

Madeline mendesah dan berdiri, seraya berkata, "Baiklah! Terserah Anda. Uang itu adalah uang Anda, jadi terserah Anda bagaimana menghabiskannya."

Max menangkap lengan Madeline dan itu menghentikan langkahnya. Max berdiri dan menarik Madeline menempel tepat ke tubuhnya.

"Aku yakin kamu cerdas! Namun, bukankah kecerdasan itu juga harus kamu pakai saat berhadapan denganku? Apakah kamu pikir, aku tidak akan bertindak kasar pada dirimu?" tanya Max, menatapnya tajam.

Kedekatan ini, sepertinya sengaja dilakukan pria itu, berharap Madeline akan tersipu malu. Apakah pria itu mengira dirinya gadis pemalu? Saat ini yang ingin dilakukannya adalah memukul kepala bodoh pria itu dan tangannya gatal.

Max mendekatkan wajahnya. Ada yang menarik dari perempuan itu. Tubuhnya terasa lembut dan aroma tubuhnya juga begitu lembut. Bola mata yang jernih dengan bulu mata lentik. Hidung dan bibir yang mungil. Hmmm, apakah dirinya akan menurunkan standarnya untuk sekali ini saja? Namun, itu artinya perempuan itu akan segera pergi dari hadapannya. Max belum menginginkan hal tersebut. Setidaknya dengan keberadaan perempuan itu, ada hal yang membuatnya tertarik.

"Apa? Apa standarmu turun?" tanya Madeline dan membalas tatapan Max.

Max tersenyum, ya tersenyum. Sangat jarang baginya untuk tersenyum. Namun, mengetahui pikiran mereka sama, hal itu membuat Max merasa geli. Madeline terpana melihat bagaimana indahnya senyuman pria itu. Bahkan, satu senyuman membuat wajah pria itu berubah total. Hanya saja, senyuman itu bertahan hanya untuk beberapa detik dan Madeline terlepas dari mantera sihir, kembali ke kenyataan.

"Tidak! Baiklah, buktikan jika perkataanmu benar, mengenai latar belakang pendidikan dan karirmu. Periksa semua dokumen itu dan sampaikan padaku apa yang seharusnya dilakukan!" ujar Max masih menggenggam tangan Madeline.

"Buktikan apakah otakmu lebih bernilai dari tubuhmu!" lanjut Max.

Perkataan menghina pria itu berhasil membuyarkan hal positif pria itu, yaitu senyumannya.

"Tentu!" jawab Madeline dan melepaskan tangannya dari genggaman pria itu dengan satu hentakan kuat.

"Tapi, itu artinya aku butuh laptop dan jaringan internet!" ujar Madeline.

"Apakah kamu tidak akan membuat masalah? Misalnya dengan memposting hal buruk mengenai diriku? Karena aku ingatkan, itu hanya akan sia-sia!" ujar Max.

Ha ha!

Madeline tertawa kecil dan berkata, "Saat ini aku lebih tertarik menunjukkan kecerdasanku dan membungkam mulut sombongmu itu!"

Max melipat kedua tangannya di depan dada dan menilai perempuan itu. Seandainya, perempuan itu tahu berapa IQ miliknya, maka Max yakin perempuan itu tidak akan berani menyombongkan diri seperti ini. Namun, kembali hal ini membuat Max tertarik dan ingin melihat seperti apa kecerdasan perempuan itu.

"Baiklah! Belikan satu laptop keluaran terbaru untuknya. Setelah selesai kirim ke surelku!" ujar Max dan mengeluarkan satu lembar kartu nama, lalu menyerahkannya ke hadapan perempuan itu.

"Baik!" jawab Madeline dan menerima kartu nama itu.

Max lalu berjalan keluar dari ruangan itu, tetapi belum mencapai pintu, pria itu berhenti melangkah dan berbalik menatap Madeline. Tatapan mereka bertemu.

"Kamu hebat dalam mengusir mainanku!" ujar Max lalu berbalik pergi bersama Jay, meninggalkan Madeline sendirian.

Madeline mengelus dada dan berpikir mungkin dirinya akan terkena penyakit mematikan, jika terus berhadapan dengan pria menjengkelkan itu. Namun, setidaknya dirinya memiliki kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya sebagai seorang ahli keuangan.

Jika 5 tahun yang lalu, dirinya tidak meninggalkan pekerjaannya dan menikah dengan pria brengsek itu, maka mungkin karirnya sudah melejit. Namun, tidak ada jalan kembali setelah keputusan diambil. Jadi, Madeline hanya dapat menggunakan kesempatan yang ada sebaik mungkin.

Tengah hari, Jay datang dengan sebuah laptop hitam merek ternama.

"Kamu mencari masalah!" gerutu Jay saat meletakkan laptop ke atas meja makan.

"Aku hanya merasa kekayaannya disia-siakan dengan begitu buruk!" jawab Madeleine santai.

"Apa yang kamu lakukan, hanya akan membuatmu terikat lebih lama di tempat ini!" lanjut Jay.

"Aku tidak rugi! Lagipula saat ini aku miskin dan terlilit hutang David Kang! Mungkin David juga mengambil pinjaman dari tempat lain dan mungkin aku yang akan menanggung semua itu. Jadi, aku bersyukur berada di sini, mencoba membuat diriku bermanfaat. Siapa tahu Tuan Anda akan mempekerjakan diriku!" ujar Madeline apa adanya.

"Semoga kamu berguna dan tahan menghadapi Tuan Max," ujar Jay dan keluar dari ruangan itu.

Madeline tenggelam dalam pekerjaannya, merangkum semua yang ditemukannya dan memeriksa laman setiap nama perusahaan yang tercantum di kop surat dokumen itu.

Madeline berhenti saat harus makan. Ya dirinya hanya memakan buah dan beberapa potong daging asap. Memiliki otak cemerlang harus didukung dengan penampilan sempurna. Ya, itulah dirinya 5 tahun yang lalu, sebelum menikah.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel