Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8 . Harimu Buruk?

"Hei! Lepaskan! Apa yang kamu lakukan?" pekik wanita itu dengan memeluk selimutnya erat.

"Mengusirmu!" jawab Madeline singkat.

Terus menarik dan mengabaikan protes wanita itu. Madeline membuka pintu kaca dan mendorong wanita berselimut itu ke depan. Dua pria bertubuh tegap menatap tidak percaya, dengan mata terbelalak lebar.

"Jangan biarkan wanita ini masuk! Aku akan melemparkan barangnya keluar. Tunggu sebentar!" ujar Madeline dan berbalik masuk kembali.

Dua pengawal itu hanya dapat mematuhi perkataannya dan menahan wanita yang mengamuk ini.

Dengan gusar, Madeline mengambil sarung tangan karet di dapur, mengenakannya. Lalu, ke kamar dan memungut pakaian wanita itu yang berserakan. Ya, pakaian dalam termasuk dan itu membuat Madeline tambah murka.

Mengambil dengan ujung jari, sampai di depan ruangan dan melemparkannya tepat di hadapan wanita itu.

"Kamu..., kamu kurang ajar!" geram wanita itu yang tampak begitu kesal.

"Ya, aku kurang ajar! Lalu, kenapa?" tanya Madeline datar.

"Tanyakan pada mereka di mana Maximillian Qin!" seru Madeline kesal dan kembali masuk ke dalam ruangan.

Dengan kesal, mulai membersihkan kamar di mana tempat terjadi hubungan mesum. Lima belas menit kemudian, Madeline melemparkan seprai kotor ke depan pintu dan bersyukur wanita itu sudah pergi.

"Harimu buruk?" tanya Jay yang baru tiba.

"Tidak sopan menanyakan hal yang sudah jelas kamu ketahui!" gerutu Madeline dengan rambut yang masih kusut, karena jambakan wanita tadi.

Jay mengikutinya masuk ke dalam ruangan. Ya, Madeline melihat Jay membawa dua kantong plastik supermarket ternama, itu pasti pesanannya. Beruntung, Jay langsung membeli pesanannya, jika tidak kalori dalam tubuhnya akan terus bertambah.

Jay meletakkan kantong belanjaan itu di atas meja makan dan setumpuk map berwarna biru gelap.

"Jika kamu tidak keberatan, maukah sekalian menyiapkan sarapan untukku?" tanya Jay sopan dan menarik kursi, duduk di balik meja makan persegi.

"Tentu! Tapi, izinkan aku mandi terlebih dahulu!" ujar Madeline dan kembali mandi. Ya, dirinya merasa kotor setelah membersihkan kekacauan yang dibuat Max dan wanita itu.

Tidak sampai 5 menit, Madeline selesai mandi dan mulai membongkar belanjaan Jay. Mengisi kulkas dan lemari dengan bahan makanan. Untuk sarapan, Madeline membuat roti lapis isi sayuran dan daging asap. Sarapan miliknya tanpa roti, ya dirinya harus mulai mengurangi karbohidrat.

Tidak sampai 5 menit sarapan sudah siap disajikan dan Madeline meletakkannya di atas meja makan dengan dua cangkir kopi hitam.

"Apa yang kamu kerjakan?" tanya Madeline penasaran. Sedari tadi Jay sibuk berkutat di tumpukan map yang dibawanya.

Jay mengangkat kepalanya dan menatap Madeline dan berkata, "Bisakah aku meminta bantuanmu?"

"Jika aku bisa lakukan, maka aku pasti akan membantumu!" jawab Madeline sambil mengunyah daging asap miliknya.

Jay memutar map yang ada di hadapannya, agar Madeline dapat melihat.

"Tiru tanda tangan ini dan tandatangani semua dokumen itu!" jelas Jay.

Madeline menatap Jay penuh tanda tanya.

"Apa maksudmu?" tanya Madeline.

"Tiru tanda tangan Tuan Maximillian dan bantu Tuan menandatangani semua dokumen ini!" jelas Jay polos.

Uhuk uhuk uhuk!

Madeline terbatuk-batuk mendengar penjelasan Jay dan segera mengambil dokumen itu, memeriksanya. Hanya dengan melihat sekilas, dokumen ini berisi persetujuan pengeluaran biaya dari anak perusahaan pria itu dan penuh dengan korupsi.

"Dia memintamu menggantikannya menandatangani semua ini? Dia, Maximillian Qin memintamu meniru tanda tangannya dan menandatangani semua ini, tanpa diperiksa terlebih dahulu?" tanya Madeline untuk memastikan kesimpulan yang didapatnya.

Jay mengangguk.

"Tuan sibuk dan tidak memiliki waktu melakukan hal remeh seperti ini," jawab Jay berusaha membela Tuannya itu.

"Ya, dia sibuk! Sibuk bermain!" jawab Madeline kesal.

"Jadi, maukah kamu membantuku? Aku tidak suka melakukan pekerjaan seperti ini, tidak menantang dan membosankan!" ujar Jay dan mulai menyantap roti miliknya.

Madeline menghela napas berat, berpikir mengapa kualitas manusia seperti itu ada di dunia ini? Bahkan memiliki harta dan jabatan yang begitu tinggi. Bukankah ini seperti lelucon? batinnya miris.

"Ya, letakkan di sana! Aku bosan dan itu akan membuatku sedikit teralihkan!" jawab Madeline jujur.

"Terima kasih," ujar Jay tulus.

Madeline tersenyum dan mengangguk. Jay mungkin seumuran dengannya, pria itu walau terlihat sangar, tetapi memiliki hati yang baik.

Selesai sarapan, Jay pamit untuk melanjutkan pekerjaannya. Sebelum sempat keluar, seorang pria masuk ke dalam ruangan ini.

"Jay!" sapa pria itu.

"Tuan Hansen, selamat pagi," sapa Jay penuh hormat.

"Ayolah! Hans, hanya Hans!" ujar pria yang bernama Hans itu.

Madeline menatap ke arah pria itu dan tatapan mereka bertemu. Pria seumuran Max, dengan penampilan yang berbanding terbalik. Wajah sempurna, alis tebal, hidung mancung bahkan Madeline merasa wajah pria itu mirip dengan Maximillian. Hanya saja, wajah pria itu penuh senyuman dan kacamata berbingkai hitam yang membingkai matanya, membuat pria itu terlihat cerdas. Untuk pakaian, pria itu mengenakan kaos hitam berkerah tinggi, dipadu dengan jas denim dan celana hitam, ya penampilannya terlihat santai tetapi tetap elegan. Apakah pria itu juga salah satu pria Qin? batin Madeline.

Hans berjalan maju dan duduk di hadapan Madeline, sebelum meletakkan dokumen yang dibawanya di atas meja.

"Perkenalkan, aku Hansen Qin, sepupu Maximillian Qin," ujar Hans sambil mengulurkan tangannya.

Madeline menerima uluran tangan itu dan mereka berjabat tangan.

"Madeline Lu, jaminan hutang judi mantan suami kepada sepupumu. Saat ini aku menjabat sebagai pembantu," jelas Madeline.

Hans tergelak mendengar cara Madeline memperkenalkan diri.

Ha ha ha!

"Aku menyukaimu!" ujar Hans jujur. Sangat jarang bertemu dengan orang sejujur ini.

"Aku tidak!" jawab Madeline dan melepaskan tangannya dari genggaman pria itu.

"Aku tahu siapa dirimu! Kamu cukup terkenal di kalangan ini. Bahkan, bagaimana kamu mengusir mainan Max sudah aku dengar dan kamu menakjubkan!" ujar Hans.

"Aku hanya terpaksa!" jawab Madeline santai dan meneguk kopi miliknya.

"Tuan Hans, aku hendak pergi. Dokumen yang harus ditandatangani cukup serahkan kepada Madeline. Aku meminta bantuannya untuk menyelesaikan semua itu," jelas Jay dan berjalan pergi meninggalkan mereka berdua.

"Boleh aku lihat?" tanya Madeline, penasaran akan dokumen yang dibawa pria itu. Apakah sama dengan dokumen yang tadi? Dokumen persetujuan biaya yang penuh korupsi? batinnya.

Hans mendorong dokumen itu ke hadapan Madeline. Madeline melihatnya dan ini berbeda. Semua biaya wajar dan tertulis jelas.

"Jangan samakan ini dengan itu!" ujar Hans sambil menunjuk ke arah dokumen yang dibawanya dengan dokumen yang dibawa Jay tadi.

"Kamu tahu?" tanya Madeline.

"Kamu cerdas!" puji Hans.

"Orang bodoh juga dapat melihat jelas banyaknya penyimpangan!" jawab Madeline.

"Apakah itu artinya, kamu mengatakan Max lebih parah daripada orang bodoh?" tanya Hans tersenyum lebar.

Senyum pria itu menular dan Madeline juga mulai tersenyum, seraya berkata, "Apakah terdengar seperti itu?"

Lalu, mereka berdua tertawa bersama.

"Apakah kamu yakin semua itu harus ditandatangani?" tanya Madeline kemudian.

"Jika kamu bisa membuat Max melihatnya, maka seharusnya itu tidak perlu ditandatangani!" jawab Hans.

Madeline mengangguk dan dirinya tidak berencana menjelaskan apa-apa kepada pria yang bernama Max itu. Lagipula, ini adalah uang Maximillian Qin. Jika pria itu bangkrut, mungkin dirinya akan terbebas dari lilitan hutang mantan suami brengseknya itu, batinnya.

"Senang berkenalan denganmu! Namun, aku harus kembali bekerja. Aku akan datang lagi besok," janji Hans dan berjalan pergi meninggalkan Madeline.

Madeline membereskan peralatan makannya dan setelah itu, langsung mulai memeriksa tumpukan dokumen-dokumen yang menggunung.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel