Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

bab 5 Digrebek Warga

"Sudahlah tidak perlu basa basi, sepertinya kau tak suka ya aku disini." ketus Jenny pada Arumi.

"Apa maksud kamu nona, begini cara kamu bersikap pada orang yang memberi pekerjaan padamu?" sahut Arumi dengan sewot.

"Aku tidak butuh pekerjaan darimu."

plak Arumi melayangkan tamparan nya ke wajah Jenny. Raffi tentu saja terkejut dan melerai dan menjauhkan Arumi.

"Untuk apa abang belain dia hah." pekik Arumi emosi.

"Tapi tidak seharusnya kamu menampar Jenny, neng." jawab Raffi.Arumi tentu saja kecewa melihat pria yang dia sukai membela gadis lain yang berasal dari kota.

Arumi masuk ke rumahnya begitu saja.Jenny sendiri berdecak dan memakai kepergian Arumi.Raffi langsung membawa Jenny pergi dari sana.

Di sekitar tepi sungai, Raffi menghempas tangan Jenny.Pemuda itu menatap tanam kearah Jenny yang keterlaluan.

"Bisakah kamu menjaga sikapmu selama disini neng.Disini kamu harus menjaga sikap dan perilaku kamu." ujarnya.

"Kekasihmu itu duluan yang mencari masalah denganku.Dia begitu belagu padahal hanya orang miskin." ceplos nya.

"Diam dan jangan bicara!" bentak Raffi.

Jenny mengerucutkan bibirnya, menatap kesal kearah pemuda di depannya ini.Raffi menghembuskan napas berat, mulai pusing menghadapi tingkah gadis di depannya ini.

Jenny sendiri berkait pergi namun langkahnya kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh ke sungai jika tidak dipegangin Raffi.

"Dasar ceroboh." cibir Raffi.

Jenny menepis tangan Raffi, dia langsung pergi dari sana dengan wajah muram. Raffi segera menyusul Jenny yang pergi duluan.

Keduanya terkejut kala melihat banyak warga berada didepan rumah Raffi. Jenny tentu saja menoleh kearah pemuda yang ada disebelahnya.

"Apa yang terjadi bang?" tanya Jenny.

"Entahlah, aku juga tidak tahu." jawab Raffi.

"Ini dia orangnya." tunjuk salah satu warga kearah Jenny dan Raffi.

mereka langsung menyeret keduanya kehadapan orang tua Raffi yaitu Bu Sari dan pak Agus.

"Kalian kumpul kebo ya, gimana sih bu Sari nih sudah tahu punya anak laki laki malah mengajak anak perempuan orang tinggal bersama." cetus bu Retno.

"Maaf iya bu ibu, saya Jenny dari kota dan disini saya tamu.Dan satu hal lagi aku dan bang Raffi tak melakukan apapun!"Jawab Jenny.

" Halah alasan kamu gadis kota, sebaiknya kita nikahkan saja mereka daripada menimbulkan aib dikampung kita."

"Setuju." jawab mereka serempak.

Jenny tentu saja memekik kaget kala dirinya ditarik bersama Raffi lalu dibawa ke rumah pak Bayu, ketua RT di kampung Kencana Indah.Ditemani para warga dan orang tua Raffi.Disana Keduanya dinikahkan secara adat istiadat di tempat.

Siang harinya mereka pulang ke rumah.Raffi membawa Jenny, istrinya ke kamar.Kejadian tadi tentu saja membuat keduanya masih syok.

Raffi dan Jenny duduk di tepi ranjang kamar mereka yang sederhana, suasana di antara mereka tegang dan penuh kebisuan. Lampu kamar yang redup hanya menambah kesan muram pada ruangan itu. Jenny, dengan wajah tertunduk, masih berusaha memahami apa yang telah terjadi dalam beberapa jam terakhir. Raffi, di sisi lain, tampak gelisah, bolak-balik di tempatnya duduk, sesekali mengusap wajahnya yang tampak lelah.

Setelah beberapa saat, Raffi menghentikan gerakannya dan menatap Jenny dengan mata penuh penyesalan.

"Jenny, aku... aku minta maaf," katanya dengan suara pelan namun sarat emosi.

"Aku tidak pernah membayangkan kita akan berada dalam situasi seperti ini. Aku tahu ini bukan yang kamu inginkan, bukan yang kita berdua inginkan."

Jenny mengangkat wajahnya, menatap Raffi dengan mata yang berkaca-kaca. "Ini semua terjadi begitu cepat, Bang Raffi. Tuduhan mereka, pernikahan ini... Aku bahkan tidak tahu bagaimana harus merespons." Suaranya bergetar, mencerminkan kelelahan dan kebingungan yang dirasakannya.

Raffi meraih tangan Jenny dengan lembut, menggenggamnya erat seolah mencoba memberikan sedikit penghiburan. "Aku merasa bersalah karena kita harus melalui semua ini. Aku tahu ini tidak adil bagimu. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku akan melakukan apa pun untuk melindungimu dan mencari jalan keluar dari situasi ini."

Jenny menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. "Aku tahu, bang. Aku tahu kamu juga tidak ingin ini terjadi. Kita hanya harus mencari cara untuk keluar dari sini dan membuktikan bahwa kita tidak bersalah."

Raffi mengangguk, merasakan beban tanggung jawab yang berat di pundaknya. "Aku sudah memikirkan itu. Mungkin kita bisa mencoba berbicara dengan kepala desa lagi, atau mencari bantuan dari luar. Ada seseorang yang harus mendengarkan kita dan membantu kita membuktikan bahwa kita tidak bersalah."

Jenny menatap Raffi dengan mata penuh harap. "Kamu pikir ada yang akan mau mendengarkan kita? Mereka semua tampak begitu yakin dengan keyakinan mereka."

Raffi menghela napas, berusaha tetap optimis. "Kita harus percaya bahwa ada jalan keluar, Jenny. Kita tidak bisa menyerah sekarang. Mungkin butuh waktu, tapi aku yakin kita bisa menemukan cara."

Jenny tersenyum lemah, merasakan sedikit kekuatan dari keyakinan Raffi.

"Aku harap begitu, bang. Aku benar-benar berharap begitu." Dia memalingkan pandangannya ke jendela kecil di kamar itu, cahaya bulan yang redup menembus kaca, memberikan sedikit cahaya di ruangan yang gelap.

Raffi berdiri dan berjalan mendekati jendela, menatap ke luar seolah mencari jawaban di kegelapan malam. "Apapun yang terjadi, aku ingin kamu tahu bahwa aku akan selalu berada di sampingmu. Kita akan melalui ini bersama-sama."

Jenny mengikuti Raffi, berdiri di sampingnya dan melihat keluar jendela.

"Aku tahu, bang. Aku percaya padamu." Mereka berdiri berdampingan, merasakan kehadiran satu sama lain sebagai sumber kekuatan.

Malam semakin larut, dan meskipun hati mereka masih diliputi ketidakpastian, mereka tahu bahwa mereka tidak sendirian.

"Gara gara aku, abang tidak bisa menikahi Arumi, kekasih abang." ucap Jenny lirih.

"Arumi bukan kekasihku,neng." jawabnya.

"Sini tidur sebelah abang, neng!"pinta Raffi canggung.Jenny segera naik ke ranjang, berbaring di sebelah sang suami.

Keduanya tidur saling membelakangi satu sama lain.Jenny menghela napas panjang, berbalik dan menatap kearah punggung Raffi.

"Bang berbalik 'lah! "

Raffi berbalik menghadap kearah sang istri dengan tatapan dalam.Dia menunggu Jenny berbicara lebih dahulu padanya.

"Abang mendekat saja, lagipula kita sudah menikah 'kan." ucapnya.

Raffi tersenyum tipis, menarik Jenny ke dalam pelukan.Dia menatap wajah cantik Jenny dalam diam.

"Kenapa kamu pasrah, biasanya judes sama abang?"

"Huft aku teringat nasehat mommy, bang.Kalau aku sudah menikah nanti, aku harus patuh sama suamiku." jawab Jenny.

"Boleh abang cium kamu?"

Jenny tertegun mendengar pertanyaan sang suami yang meminta izin padanya. Gadis itu mengangguk, lalu memejamkan mata kala Raffi mencium keningnya.

"Sekarang kita tidur, besok bicara sama ibu dan ayah."ucap Raffi yang diangguki Jenny.

Keduanya lekas memejamkan mata, pengantin baru itu tidur sambil berpelukan satu sama lain.Mereka tampak manis saat berpelukan seperti saat ini.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel