Perempuan bar-bar
“Masih mau minum? Padahal sudah mabuk berat. Jalan saja udah sempoyongan, sekarang masih mau minum. Nggak sayang sama tubuh apa?” Alen langsung cerewet mendengar permintaan Kean.
“Tidak usah cerewet, ambilkan saja. Memangnya kamu siapa yang bisa melarang-larang aku?” Kean menjawab dengan nada kesal karena merasa sudah diceramahi oleh Alen. Dia menatap gadis itu dengan bola mata yang melebar.
“Aku bukan siapa-siapa kamu kok. Hanya mengingatkan. Maaf karena sudah lancang.” Perasaan Alen bergetar mendengar ucapan kasar Kean. Kean benar bahwa Alen bukan siapa-siapa yang pantas untuk melarangnya.
‘Bodo amat. Mati sekalian aku juga nggak peduli,’ batin Alen sendirian.
Meskipun demikian, dia tetap menjangkau botol minuman tersebut. Tubuh Alen sedikit oleng karena terhalang oleh tempat tidur. Alhasil pegangannya sedikit goyang hingga red wine tersebut tumpah membasahi sprei yang berwarna putih polos.
“Kamu bisa baik-baik nggak?” sergah Kean dengan wajah kesal. Tangannya merebut botol wine tersebut dengan kasar hingga tumpah menyiram pakaian Alen.
“Kamu kenapa sih? Baju aku jadi kotor karena ulah kamu. Bisa diam nggak?” Suara Alen tidak kalah keras dengan Kean.
Kean menatap Alen dengan bola mata yang melebar. Seumur umur, dia tidak pernah di sergah seperti itu. Apalagi sekarang yang berkata keras itu adalah seorang perempuan. Yang lebih parahnya lagi adalah perempuan tersebut baru saja dikenalnya beberapa jam yang lalu.
Selama ini, Kean selalu berhadapan dengan perempuan yang mempunyai mulut manis dan penuh kelembutan berbicara dengannya. Bahkan Alen tidak setara dengan para perempuan yang mengejarnya selama ini.
‘Dasar perempuan bar-bar. Ini cewek atau cowok sih? Ngomongnya pakai urat begitu,’ batin Kean saat melihat wajah kesal Alen yang menatap kepadanya dengan lekat. Matanya menyiratkan kemarahan yang mendalam.
Selama ini, para perempuan selalu berucap manis kepadanya, bahkan tidak sedikit yang selalu merayunya. Akan tetapi, semua itu tidak dilihatnya pada diri Alen. Perempuan ceplas ceplos yang baru dikenalnya beberapa jam yang lalu.
“Maaf. Aku akan meminta pelayan hotel untuk membelikan kamu pakaian baru,” sahutnya seraya mengambil ponselnya dan menghubungi layanan hotel. Tidak lama kemudian, Kean menutup panggilan teleponnya. Rasa pusingnya mendadak hilang melihat Alen yang menatapnya dengan marah bercampur kesal
“Pakai kimono yang ada di kamar mandi saja. Sebentar lagi pakaiannya akan datang,” sahut Kean seraya melemparkan ponselnya ke atas kursi sofa yang ada di kamar tersebut.
Kean lantas membuka bajunya yang berbau alkohol hingga meninggalkan celana panjang yang dipakainya.
Alen melangkah menuju kamar mandi dengan kesal. Dia menendang kaki Kean sambil lewat. Padahal sekarang seharusnya dia sudah pulang dan mandi di rumah. Hingga ide cemerlang menghampiri kepalanya saat melihat bajunya yang sudah basah.
“Lebih baik mandi sekalian. Ntar sampai di rumah bisa langsung tidur nyenyak.” Monolognya sendirian dengan seulas senyuman manis di wajahnya yang sangat cantik.
Setelah menghabiskan waktu sepuluh menit, akhirnya Alen selesai mandi. Dia segera keluar dari kamar mandi setelah memakai kimono. Rambutnya yang sedikit panjang dibalut dengan handuk yang berwarna putih bersih.
“Kamu mandi?” tanya Kean dengan alis yang naik sebelah. Terlebih saat melihat leher jenjang Alen yang terekspos sempurna di matanya. Ada getar di tubuhnya, namun Kean tidak tahu apa yang dirasakannya.
“Jangan dekat-dekat. Liatnya biasa aja. Tuh mata dijaga ya, jangan seperti kucing yang lagi melihat ikan segar. Bajunya sudah terlanjur basah, lebih baik mandi sekalian. Ntar aku bisa langsung tidur saat sampai di rumah.” Alen menjawab dengan cepat dan lancar. Dia menjaga jarak dengan Kean agar tidak terjadi sesuatu yang tidak dia inginkan. Setelah berganti pakaian, dia akan segera keluar dari hotel sialan tersebut.
“Owh, kirain mau menggodaku dengan berpenampilan seperti itu.” Kean tertawa setelah mengucapkan kalimat tersebut. Terlebih lagi saat melihat wajah Alen yang semakin marah.
“Hei, sadarlah, Tuan. Aku tidak ada niat untuk menggoda anda. Mana pakaiannya?” Alen mengulurkan telapak tangannya ke hadapan Kean. Lama-lama berada di dekat Kean bisa-bisa urat kepalanya putus karena tingkah aneh pria itu.
“Belum datang,” jawab Kean dengan cepat. Dia menatap Alen dengan alis yang naik sebelah. Mulutnya sedikit terbuka hendak menggoda Alen.
Bersamaan dengan itu, terdengar ketukan di pintu kamar. Kean segera melangkah menuju pintu dan membukakan pintu dengan cepat. Menurutnya, yang datang itu pasti pakaian untuk Alen yang telah di pesannya tadi.
Akan tetapi, wajah Kean berubah pucat saat melihat siapa yang berdiri di depan pintu kamar.
“Mommy?” tanya Kean dengan terkejut.
“Mommy kok bisa berada di sini?” Kean terus bertanya saat tidak ada jawaban dari sang Mommy. Perempuan yang mendekati paruh baya itu langsung masuk ke dalam kamar tanpa permisi. Dia mendorong tubuh Kean dari depan pintu.
Sebelumnya, beberapa waktu yang lalu. Amelia Archer yang mendapatkan pesan dari pengawalnya langsung memacu mobilnya menuju hotel. Terlebih setelah melihat foto Kean yang sedang dipegang oleh seorang perempuan.
Sesampainya di hotel, wanita itu segera mengeluarkan tanda pengenalnya. Siapa yang tidak kenal dengan keluarga konglomerat Fernando Archer yang memiliki kekayaan yang berlimpah dan beberapa perusahaan serta properti lainnya dengan jumlah aset yang fantastis.
“Saya mau bertemu dengan manager hotel ini,” ucap Amelia dengan suara yang terdengar sangat jelas.
“Ada yang bisa kami bantu, Nyonya?” Seorang pria mendekati Amelia dengan membungkukkan tubuhnya. Dia adalah manager hotel tersebut.
“Anak saya Keanu Archer menginap di hotel ini.” Amelia langsung berbicara kepada intinya.
“Kamar berapa, Nyonya?” tanya manager hotel dengan terkejut. Pasalnya, menurut karyawannya tidak ada yang check ini atas nama Keanu Archer.
“Lantai sepuluh kamar nomor 218. Berikan access cardnya segera!” Amelia mengulurkan telapak tangannya layaknya seorang bos yang meminta kepada bawahannya.
“Mohon maaf, Nyonya. Demi kenyamanan para tamu, kami tidak bisa memberikan access cardnya kepada anda. Sekali lagi mohon maaf. Kami bisa mengantarkan anda ke lantai tersebut dan menjelaskannya disana.”
“Ya sudah. Kalau begitu, aku bisa sendirian kesana. Semakin lama berdiri disini, bisa-bisa anak saya sudah selesai membuat cucu sebelum menikah,” dengusnya dengan wajah kesal. Dia tidak habis pikir dengan tingkah Kean yang semakin menjadi jadi.
Kemarin-kemarin dia masih bisa mentolerir perbuatan anaknya yang sering menghabiskan waktu di klub malam. Akan tetapi, sekarang dia tidak bisa memberikan toleransi lagi. Apalagi anak sulungnya itu sudah berani membawa perempuan menginap di hotel.
Satu hal yang dipikirkan oleh Amelia adalah, jangan sampai Kean menghancurkan nama baik keluarga mereka. Apalagi hotel tempatnya menginap bukanlah hotel pribadi, pastinya privasi mereka akan menjadi taruhan jika ada yang memergoki Kean dengan seorang perempuan yang bukan istrinya di kamar hotel.