6. Menemui Bella
Adrian hanya diam dan pasrah ketika gadis cantik dan seksi itu memeluknya.
"Sayang, aku kangen banget sama kamu, kamu ke mana aja seminggu ini?" Gadis cantik itu bersikap sangat manja kepada Adrian.
"Salsa, tolong lepaskan aku, ini kantor!" ucap Adrian dengan ekspresi datar.
"Sayang, sejak kapan kamu mempersalahkan ini rumah atau kantor? Kita bahkan biasa melakukan hal seperti ini di kantor."
Salsa menengadahkan wajahnya dan menjinjit kakinya untuk melakukan serangan dadakan ke Adrian, namun Adrian menolak dan memalingkan wajahnya.
"Bella, apa kamu baik-baik saja saat ini?"
Hati dan otak Adrian saat ini hanya memikirkan Bella. Entah apa yang terjadi yang jelas Adrian merasakan perasaan tidak tenang, ia ingin segera kembali ke rumah sakit untuk bertemu Bella.
"Sayang, Sayang!"
Salsa terus saja memanggil-manggil nama Adrian, tapi ia tidak mempedulikan Salsa, karena hatinya saat ini tengah risau.
"Sayang."
Salsa dengan lembut memegang pipi Adrian dengan kedua tangan mulusnya, ia kembali mencoba melancarkan aksinya untuk mendarat di bibir Adrian, namun lagi-lagi Adrian menghindar dengan memalingkan wajahnya.
"Sayang, sejak kapan kamu menolakku seperti ini? Kita sudah seminggu tidak bertemu, aku rindu padamu."
Salsa melingkarkan kedua tangannya di tubuh Adrian yang atletis, ia sangat berharap Adrian membalas pelukannya.
"Salsa, tolong! Lepaskan aku!" Bentak Adrian.
"Apa yang terjadi padamu? Kenapa kamu menolakku seperti ini? Apakah kamu tidak merindukanku?"
Salsa murka, ia berbicara sangat keras kepada Adrian dan melepaskan pelukannya dari Adrian.
"Maaf, Sayang, aku tidak bermasuk membentakmu, hanya saja aku sedang banyak fikiran."
Adrian mencoba mendekati Salsa, kemudian memeluk kekasihnya itu dengan hangat.
"Kamu jahat!" Dengan rengek manja, Salsa menepuk-nepuk lembut dada bidang Adrian.
"Maafkan aku, Sayang!"
Adrian membelai lembut rambut Salsa yang terudai panjang, dan tentu saja Salsa langsung luluh dan terbuai dalam kehangatan pelukan lelaki tampan itu.
"Sayang," Salsa menengadah dan menatap mata Adrian dengan tatapan penuh harap, berharap lelaki itu akan menyentuh dan melanjutkan aksinya yang tertunda.
"Iya, Sayang, kenapa?" Adrian seolah-olah tidak tahu dengan niat dan keinginan Salsa saat ini.
"Aku merindukanmu, Mas!" Salsa dengan liar melancarkan aksinya yang beberapa kali tertunda, dan kali ini Adrian pasrah membiarkan gadis itu melampiaskan kerinduan di hatinya. Namun, kali ini Adrian tidak melakukan pembalasan, ia hanya pasrah dan menerima.
"Sayang, kenapa kamu berbeda hari ini?"
Salsa menatap mata Adrian dengan tangan yang masih menempel di pipi lelaki itu. Salsa sepertinya merasa kecewa dengan Adrian, ia merasakan kekasihnya berbeda dan tidak sehangat biasanya.
"Apanya yang berbeda, Sayang?" Adrian seolah memaksakan diri.
Salsa kembali melakukan aksinya, berharap kali ini Adrian akan membalasnya. Namun, kali ini Adrian mendorong tubuh Salsa dan melepaskan diri dari pelukan Salsa, karena Adrian mulai membayangkan Bella.
"Bella, aku harus kembali ke rumah sakit!"
Adrian pergi meninggalkan Salsa yang saat ini kecewa dengan sikap dan perlakuan Adrian kepadanya.
"Sayang ..., Mas Adrian ..., Adrian ..., Brengsek!" Berbagai umpatan ke luar dari mulut Salsa, namun Adrian tidak mempedulikannya, Adrian tidak menoleh sedikitpun.
Adrian berjalan cepat menuju parkiran, dalam otaknya bagaimana ia harus segera sampai di rumah sakit dan melihat Bella.
"B E L L A !"
Hanya nama itu yang terus terbesit di hati dan otaknya.
Hatinya gelisah!
Kacau!
Dengan fikiran yang berkecamuk ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi.
"Adrian, kalau aku sudah tiada tolong jagalah Bella, ia adalah wanita rapuh dan manja, ia tidak bisa hidup sendirian, ia butuh teman," kata-kata Raka terus berkecamuk, seperti pedang yang menusuk ke hati Adrian.
Adrian teringat dengan momen terakhir bersama Raka. Malam itu, sebelum Raka memutuskan menikah ia mendatangi Adrian dan meminta pendapat Adrian terkait rencananya untuk menikah. Namun, ketakutan Raka adalah ia tidak bisa menjaga Bella selamanya.
"Raka, loe benar-benar memberikan beban berat pada gw. Sekarang fikiran gw hanya tertuju pada gadis yang bernama Bella!" Adrian mendadak menghentikan mobilnya, ia mengacak-acak rambutnya, betapa saat ini hatinya benar-benar sangat kacau.
"B E L L A!" Adrian meneriakkan suara nama Bella dengan sangat keras.
Adrian bingung, sebenarnya perasaan apa yang dirasakannya, apakah ini benar-benar rasa kasihan dan iba, atau perasaan lain yang lebib dari itu.
Kring ..., kring ..., kring ....
Suara ponsel Adrian berbunyi. Dengan cepat ia langsung mengangkat panggilan itu ketika melihat nama 'Tante Ratna' yang menelpon.
Terdengar dadi seberang sana mama Ratna tengah menangis dengan pekik dan tangisan Bella yang meraung histeris.
Dengan hati yang berkecamuk dan rasa khawatir mendalam, Adrian langsung menyetir mobilnya dengan cepat hingga dalam beberapa menit uia sampai di rumah sakit.
Adrian berlari kencang tanpa melihat apapun kecuali fokus menuju kamar inap Bella.
"Bella ...," Adrian langsung berlari memasuki kamar.
Ia melihat Bella masih histeris seperti orang gila. Mata Adrian berkaca-kaca, dadanya terasa sesak dan jantungnya berdetak hebat. Entah perasaan apa yang dirasakannya saat ini, yang ia tahu ia ingin memeluk Bella.
"Bella, aku datang!"
Suara Adrian serak, tapi suara itu membuat Bella terdiam dan menoleh ke arahnya.
Dengan tatapan sendu, Bella langsung berlari kepelukan Adrian. Andrian yang saat ini memang sangat mengkhawatirkan Bella tentu saja langsung membalas pelukan itu.
"Bella, tenanglah! Aku ada di sini," Adrian membelai dan mencium rambut Bella dengan penuh kasih sayang.
Dalam pelukan Adrian, Bella kembali tertidur. Sepertinya kehangatan pelukan Adrian membuat Bella benar-benar merasa nyaman.
Dengan kelembutan, Adrian kembali menggendong Bella kembali ke ranjangnya.
Dalam fikiran Adrian tidak terbesit lagi untuk pergi dari Bella, walau sedetik. Saat ini yang ingin dilakukannya adalah menatap wajah cantik Bella sembari menggenggam tangan gadis cantik itu. Adrian ingin menemani Bella hingga gadis itu merasa tenang dan bisa tidur terlelap.
"Nak Adrian, maaf karena lagi-lagi Tante mengganggu!" Wajah mama Ratna terlihat pilu. Lelah dan panih membaur menjadi satu, namun wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dan awet muda itu masih terlihat tegar.
"Iya, Nak Adrian, Om dan Tante sebenarnya sangat segan mengganggumu, tapi Bella benar-benar tidak bisa kami kendalikan. Bella hanya bisa terdiam juka ada Nak Adrian di sini."
Wajah papa Herman juga tidak terkendali, kekhawatiran dan ketakutan sebagai orang tua menyelimuti wajah tampan lelaki separuh baya itu.
"Tidak apa-apa, Om, Tante, jangan sungkan! Saya tidak merasa direpotkan dan saya memang ingin ke sini menemui Bella karena perasaan saya tidak enak," ucap Adrian datar tanpa memalingkan wajahnya sedikitpun dari Bella.
"Sekali lagi kami benar-benar sangat berterima kasih," ucap papa Herman dengan memegang pundak Adrian.
"Om, Tante, bagaimana kalau Bella di bawa pulang saja?"