Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

5. Menjaga Bella

Tanpa ragu Adrian langsung berkata, "Tentu saja boleh, Tante." Adrian berbicara lembut dan sangat sopan.

"Bagaimana kalau kita berbicara di luar saja, Nak? Tante tidak mau Bella terbangun mendengarkan suara kita yang berisik," ucap mama Ratna lembut.

"Baik, Tante."

Adrian melepaskan tangannya dari Bella dengan lembut. Pelan-pelan dan hati-hati, berharap Bella tidak terbangun.

Adrian, papa Herman dan mama Ratna berjalan pelan ke luar dari ruang rawat inap. Duduk di kursi tamu yang berada di lorong rumah sakit.

"Silahkan duduk, Nak Adrian!"

Mama Ratna mempersilahkan Adrian duduk sembari tersenyum yang terlihat berat. Duka dan kesedihan yang dirasakan tergambar jelas di wajah kedua orang tua Bella yang berusaha tetap tegar.

"Terima kasih, Tante."

Adrian duduk di samping papa Herman.

"Adrian, Om," Adrian mengulurkan tangannya, memperkenalkan dirinya kepada papa Herman.

Papa Herman menatap Adrian, kemudian memegang kedua punda Adrian dengan kedua tangannya.

"Nak Adrian, Om berterima kasih karena kamu telah membantu Bella. Om sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya membalas kebaikanmu, Nak!" Suara papa Herman terdengar lemah, sepertinya ia berusaha menahan tangis dan kesedihan hatinya.

"Jangan berterima kasih seperti itu, Om, saya hanya kebetulan lewat."

"Nak Adrian, kalau boleh Tante minta tolong dan merepotkan kamu lagi, Nak!" Kali ini giliran mama Ratna yang menggenggam tangan Adrian dengan penuh harap.

"Iya, Tante, kenapa?" Andre kemudian menatap wajah mama Ratna.

"Tante tahu ini adalah permintaan yang berlebihan, tapi tante benar-benar meminta tolong kepada Nak Adrian. Tolong temani Bella sampai ia sembuh." Pinta mama Ratna.

Wajah mama Ratna mengisyaratkan ada suatu beban yang saat ini tengah di tanggungnya.

"Nak, Adrian, saat ini kondisi mental Bella sedang tidak baik. Kesakitan dan kehilangan menyisakan trauma berat di hati Bella, hingga ia tidak lagi bisa memilah dan mengontrol dirinya," jelas papa Herman.

"Apa sebenarnya yang terjadi kepada Bella?"

"Bella mengalami gangguan jiwa, Dokter menganjurkan Bella di rawat di rumah sakit jiwa, Nak." Wajah papa Herman terlihat sangat sedih, matanya berkaca-kaca, terlihat sekali kalau ia ingin menangis, namun ia menahannya.

"Rumah sakit jiwa? Apakah kondisi mental Bella separah itu, Om?"

Adrian heran, matanya terbelalak, ekspresi wajahnya kaget dan tidak menyangka.

Walaupun Adrian melihat sikap Bella yang bisa berubah-ubah dalam hitungan detik, namun tidak cukup membuat Adrian percaya kalau Bella saat ini benar-benar stres hingga disarankan oleh dokter untuk di rawat di rumah sakit jiwa.

"Nak Adrian, Om dan Tante tidak ingin Bella di rawat di rumah sakit jiwa, dia adalah putri kami satu-satunya dan kami tidak akan pernah tega jika harus mengantarkan Bella ke sana." Air mata mama Ratna akhirnya bercucuran juga membasahi pipinya.

"Yang Bella butuhkan saat ini adalah semangat, dukungan dan kehangatan dari keluarga dan orang-orang terdekatnya. Om sangat tahu, sungguh tidak sopan melibatkan Nak Adrian dalam permasalahan yang dihadapi oleh keluarga kami, namun Om sangat terharu melihat Bella bisa tenang bersama Nak Adrian," papa Herman berusaha untuk meyakinkan Adrian dengan membujuknya.

"Tapi, Bella menganggap saya Raka, calin suaminya. Saya takut kalau terus-terusan seperti ini malah tidak baik untuk kesehatan mental Bella," Adrian berusaha memberikan penjelasan tentang hal buruk yang mungkin saja terjadi.

Bukan perkara tidak mau membantu, tapi Adrian tidak ingin Bella akan semakin stres jika terus-terusan berfikir kalau Adrian adalah Raka.

"Tidak, Nak Adrian. Bella tidak menganggap kamu Raka," mama Ratna juga mencoba meyakinkan Adrian.

Mama Ratna memang sangat memahami Bella, putrinya semata wayang. Beliau mengatahui sikap dan gerak-gerik Bella, termasuk sikap Bella terhadap Adrian.

"Maksud Tante?" Adrian semakin tidak mengerti.

"Disaat Bella meminta Nak Adrian jangan pergi, itu adalah diri Bella yang sesungguhnya," ucap mama Ratna.

Bella adalah tipe anak yang sangat manja, ia tidak suka sendirian dan kesepian dan ia adalah gadis yang teramat sangat membutuhkan orang lain untuk menyamangatinya.

"Tapi ...." Adrian menahan diri untuk tidak melanjutkan ucapannya.

"Nak Adrian, Tante berjanji setelah keadaan Bella membaik, Tante akan membiarkan kamu pergi, Tolonglah, Nak!" Mama Ratna bersujud dan memohon di depan Adrian sembari memegang lututnya.

Mama Ratna menatap mata Adrian dan menggenggam tangan lelaki itu sembari bersujud dan memohon.

"Tante, jangan seperti ini, berdirilah!"

Andre bangkit dari tempat duduknya dan membantu mama Ratna berdiri.

"Tolonglah, Nak!" Mama Ratna terus-terusan memohon sampai Adrian berkata iya.

"Baiklah, Tante, saya akan membantu menyembuhkan trauma Bella."

Adrian tersenyum, tentu saja itu membuat hati kedua orang tua Bella sangat bahagia.

Mama Ratna langsung memeluk Adrian, lelaki yang baru saja dikenalnya itu terasa seperti anaknya sendiri.

"Tante, kalau boleh saya mau kembali ke kantor dulu, ada beberapa berkas yang harus saya selesaikan."

Adrian sedari tadi memang sangat gelisah, karena begitu banyak panggilan dari kantor, namun ia memilih mengabaikan semua panggilan itu karena ia mulai merasakan perasaan kasihan dan iba terhadap Bella, gadis yang merupakan calon istri dari sahabatnya yang kini telah tiada.

"Baiklah, Nak Adrian, pergilah! Tapi, kalau tidak keberatan bolehkan Tante meminta nomor ponselnya, Nak?"

"Tentu saja boleh, Tante, dan kapanpun Tante memerlukan saya, telepon saja pasti saya angkat."

Adrian benar-benar terlihat seperti seorang lelaki yang sangat baik. Entah apa yang membuatnya mau membantu Bella, tetapi hati kecilnya berkata ia tidak tega melihat gadis malang itu menanggung luka di hatinya sendirian.

"Kalau begitu saya pamit ya, Om, Tante," ucap Adrian sembari menyalami tangan kedua orang tua Bella.

Adrian kemudian pergi meninggalkan rumah sakit dengan langkah kaki cepat, ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan maksimal, ia seperti seorang pembalap yang diburu waktu dan berpacu untuk menang. Hingga sampailah ia di sebuah perusahaan miliknya sendiri.

"Pak, Bapak dadi mana saja? Sudah banyak klien yang mencari Bapak tapi nomor Bapak tidak bisa dihubungi," ucap salah seorang pria yang merupakan sekretaris pribadinya Adrian.

"Maaf, saya sedang ada urusan mendadak yang tidak bisa saya tinggalkan." Adrian terus melangkah menaiki lift menuju ruangannya yang berada di lantai 20.

"Pak, Nona Salsa ada di ruangan Bapak, dia telah menunggu Bapak sejak 2 jam yang lalu," jelas sang sekretaris.

"Ha? Ngapain dia nunggu di sana selama itu?" Adrian heran dan kaget.

"Dia mencari Bapak ke rumah tapi Bapak tidak ada makanya ia menghampiri dan menunggu Bapak di kantor saja, katanya Bapak pasti ke kantor," jelas sang sekretaris yang terus saja setia mengikuti langkah kaki Adrian hingga mereka sampai di ruangan Adrian.

Adrian adalah pengusaha muda, pimpinan perusahan yang bergerak di bidang fashion yang saat ini tengah berkembang pesat.

"Sayang ...!"

Gadis cantik dan seksi dengan mengenakan dress mini langsung berlari kepelukan Adrian ketika Adrian baru saja memasuki ruangannya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel