Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

4. Sunshine

Bella menatap tajam mata Adrian, ia memperhatikan dengan seksama dan memastikan siapakah lelaki yang saat ini bersamanya.

"Sayang, kamu ke mana saja? Kenapa kamu tidak datang dipernikahan kita?"

Bella menangis sembari memukul-mukul dada bidang Adrian dengan tangannya yang tidak lagi bertenaga.

Adrian pasrah dan menerima setiap pukulan dari Bella. Adrian seolah membiarkan Bella meluapkan amarah dan kekecewaannya kepada Adrian yang dianggapnya Raka, calon suaminya.

"Sayang, kenapa kamu diam?" Kali ini Bella menatap sedih ke arah Adrian, kemudian ia tertawa terbahak-bahak seperti orang yang tidak waras.

Ya, Bella benar-benar bisa berubah dalam sepersekian detik, mulai dari marah, menangis, tertawa dan kesal dalam waktu bersamaan. Bella benar-benar frustasi, ia mengalami gangguan jiwa dan mental yang sangat parah, hingga ia tidak lagi bisa mengendalikan dirinya.

"Bella, tatap mataku!"

Dengan lembut Adrian meminta Bella menatap matanya, dan anehnya Bella langsung menurut.

Bella menatap mata Adrian dengan tatapan kesedihan dan berkaca-kaca.

"Maaf!" Kata-kata itu kembali ke luar dari mulut Bella ketika kesadarnnya kembali.

Bella kemudian membalikkan badannya dan melangkahkan kakinya menuju sudut ruangan. Ia duduk di lantai yang sangat dingin sembari melipat kedua tangannya di atas lututnya, kemudian ia menutup wajahnya.

"Bella, Sayang, jangan duduk di sini, Nak!"

Mama Ratna menghampiri Bella sembari membelai lembut rambut Bella yang masih berhiaskan sanggul pengantin modern.

"Sayang, Mama bantu sisir rambut Bella ya!"

Mama Ratna membujuk Bella dengan kelembutan, kehangatan, cinta dan kasih sayang seorang ibu.

Bella hanya diam, membisu dan tidak bereaksi apa-apa.

"Sayang, Bella harus tahu, kalau Mama dan Papa benar-benar sangat menyayangimu, Nak!"

Sembari membelai dan menyisir rambut Bella, mama Ratna mengingatkan kembali momen-momen indah semasa Bella kecil. Ya, Bella memang selalu senang dan bahagia ketika mama Ratna menyisir rambutnya.

Sementara Adrian, menatap haru dan takjub melihat momen keakraban antara ibu dan anak itu. Adrian teringat akan kedua orang tuanya yang saat ini sudah tidak lagi akur dengannya.

"Mama, apakah Mas Raka telah tiada?"

Ketika kesadarannya kembali, hanya Raka yang diingat Bella.

"Sayang, Allah lebih sayang sama Raka dari pada kita."

Mama Ratna berusaha menenangkan putri semata wayangnya itu.

Bella kemudian membalikkan badannya, pandangannya tertuju pada sosok lelaki tampan yang dianggapnya Raka, calon suaminya.

Bella berdiri kemudian berjalan pelan mendekati Adrian.

"Sunshine." Hanya itu kata-kata yang Bella ucapkan dengan wajah datarnya.

"Bella, Sayang, kamu harus istirahat, Nak!"

Mama Ratna bergegas mendekati Bella, beliau membimbing tangan Bella dengan lembut, tersirat di wajah beliau ketakutan kalau Bella melakukan hal yang tidak-tidak lagi.

"Mama, tunggu sebentar!"

Bella menolak untuk kembali ke ranjangnya.

"Kenapa, Sayang?"

Rasa khawatir terlihat jelas di wajah mama Ratna.

"Bella ingin berbicara sebentar dengan lelaki ini."

Bella menunjuk Adrian dengan tatapan sayu, tersirat sejuta tanya di hatinya.

Dengan berat hati, mama Ratna menuruti keinginan Bella.

"Terima kasih," ucap Bella sembari tersenyum kepada Adrian.

Kemudian Bella membalikkan badannya, berjalan menuju pojok ruang rawat inapnya. Bella duduk di lantai, bersembunyi dan menutupi dirinya di balik gorden.

Mama Ratna tidak bisa lagi membendung air matanya, beliau tidak kuasa melihat putri kesayangannya bertingkah seperti manusia yang tidak ingin hidup namun tidak bisa mati.

"Tante, sabar!"

Adrian berusaha menenangkan mama Ratna.

"Terima kasih, Nak," ucap mama Ratna terisak.

"Assalamualaikum," terdengar dari luar ruangan suara seorang lelaki paruh baya, beliau adalah papa Bella.

"Waalaikumsalam, Papa ...."

Mama Ratna langsung berlari menghampiri papa Herman dan langsung menjatuhkan dirinya kepelukan papa Herman.

"Ma, apa yang terjadi dengan Bella? Di mana anak kita sekarang?"

Papa Herman melihat sekeliling ruangan, namun tidak menemukan keberadaan putrinya.

"Pa," Mama Ratna mengangkat tangannya, menunjuk ke sudut ruangan tempat di mana Bella bersembunyi.

Papa Herman melepaskan pelukan mama Ratna, beliau berjalan pelan menghapiri putri kesayangannya.

"Bella, ini Papa, Nak. Papa datang!"

Papa Herman membuka tirai gorden, menatap putri kesayangannya dalam keadaan hilang arah, tatapannya terlihat kosong, dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya.

"Sayang, kemarilah!" Papa Herman mengulurkan tangannya, berharap putrinya akan meraih tangan itu dan datang kepelukannya.

Bella tetap diam dalam kebisuan, fikirannya terlihat kosong.

"Bella, Papa sayang sama kamu, Nak!"

Papa Herman tersenyum, senyum yang terlihat kuat, walau dipaksakan.

Papa Herman memeluk Bella sembari membelai lembut rambut putrinya yang saat ini terurai panjang.

Semantara itu Adrian yang terlihat iba, mulai merasa tidak nyaman berada diantara keluarga Bella.

"Tante, saya permisi dulu." Adrian undur diri dengan ramah dan sopan.

"Tidak, jangan pergi!" Bella yang berada dalam pelukan papa Herman langsung berteriak histeris.

Bella sudah tidak bisa lagi dikendalikan, ia berlari mengelilingi ruang rawat inap sembari tertawa terbahak-bahak. Ia menjatuhkan semua barang-barang yang dilihatnya terletak di atas meja, ia juga membuat ranjang rumah sakit berantakan. Ia mengacak-acak rambutnya, seperti orang stres.

"Bella ...." Adrian berusaha mengejar Bella, namun langkah kakinya sangat cepat, hingga Adrian terpaksa mengeluarkan tenaga extra untuk mengejar Bella.

"Bella, tolong jangan seperti ini!" Isak tangis mama Ratna semakin menjadi, hati beliau benar-benar tergores dan hancur.

"Bella, aku ingin bicara!"

Adrian berhasil menggenggam tangan Bella dan membawa gadis itu ke dalam pelukannya.

"Bella, tenanglah!"

Adrian membelai rambut Bella dengan lembut, hingga gadis itu langsung tenang dan diam.

"You are my sunshine, my only sunshine, you make me happy," Bella tiba-tiba saja bergumam menyanyikan lagi My Only Sunshine yang dipopulerkan oleh Johnny Cash. Beberapa kata dinyanyikan Bella dengan lembut dan merdu, kemudian ia langsung tertidur pulas dalam pelukan Adrian.

"Bella, Bella ...," Adrian memanggil-manggil nama Bella karena ia mengira gadis itu pingsan, namun dengkuran gadis cantik itu membuat senyum mengembang di wajah Adrian, pertanda kalau ia merasa lega.

Adrian langsung menggendong Bella dan membaringkan gadis itu di ranjangnya.

"Tidurlah yang nyenyak, Bella!" Adrian menyelimuti Bella dengan penuh kelembutan. Terlihat sekali kalau Adrian adalah lelaki penyayang.

Dan ketika Adrian ingin pergi, Bella menarik tangannya hingga ia tidak bisa lagi kabur ke mana-mana kecuali duduk di kursi tunggu sembari menatap wajah Bella yang cantik.

Bella terlihat seperti putri tidur yang sedang menunggu pangeran tampan membangunkannya dari tidur panjang.

"Kasihan sekali kamu," ucap Adrian di dalam hati sembari menatap wajah Bella.

"Nak Adrian." Mama Ratna memegang pundak Adrian hingga membuyarkan lamunan lelaki tampan itu.

Adrian menengadahkan wajahnya menatap wajah mama Ratna dengan seksama.

"Iya, Tante, kenapa?" tanya Adrian lembut dan sopan.

"Apakah Om dan Tante boleh bicara dengan Nak Adrian sebentar?"

Wajah mama Ratna terlihat memohon, besar harapannya kalau Adrian mau berbicara dengannya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel