Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

3. Siapakah Dia?

Tangisan mama Ratna membuat Adrian melajukan mobilnya dengan kecepatan maksimal, anehnya hati Adrian juga merasakan khawatir yang teramat sangat kepada Bella.

"Tente yang sabar ya, jangan menangis!"

Adrian juga tidak tahu bagaimana caranya menenangkan hati mama Ratna, ia bukanlah tipe anak yang dekat dengan orang tuanya.

"Bella adalah putri saya satu-satunya, saya tidak menyangka ia akan mengalami nasip setragis ini, kehilangan calon suami yang teramat sangat dicintainya."

Meskipun tidak mengenal Adrian, namun mama Ratna menceritakan semua yang dirasakan di hatinya kepada Adrian, agar hatinya merasa lega.

Mama Ratna awalnya memang tidak merestui keinginan Bella untuk menikah dengan Raka, ia merasakan firasat yang tidak enak di hatinya, bukan karena ia tidak menyukai Raka, hanya saja nalurinya sebagai seorang ibu mengatakan kalau Raka bukanlah jodoh Bella. Namun, Bella bersikeras untuk tetap melanjutkan pernikahan mereka dan mengancam akan kawin lari jika mama Ratna tidak merestui.

Ternyata feeling seorang ibu tidak pernah salah, hari ini mama Ratna harus melihat anak kesayangannya hancur dan terluka perkara cinta yang pergi untuk selamanya.

Kesedihan dan luka mendalam yang dirasakan Bella saat ini, seperti anak panah yang mengenai sasaran tepat di hatinya. Terluka namun tidak mati, begitulah rasanya dan sakit itu juga melukai perasaan mama Ratna.

"Mohon maaf, Tante, kita sudah sampai di rumah sakit."

Tanpa disadari mama Ratna, Adrian telah membukakan pintu mobilnya dan bersiap untuk menggendong Bella agar segera ditangani dokter di rumah sakit ini.

Untuk sesaat Adrian melihat mama Ratna bengong, sepertinya fikiran beliau sudah tidak lagi di badannya.

"Terima kasih sudah mengan ...," belum selesai melanjutkan ucapannya Adrian langsung menggendong tubuh ideal Bella dan berlari memasuki rumah sakit.

Sementara mama Ratna menghapus air matanya dan mengumpulkan sisa-sisa tenaganya untuk menemani putri kesayangannya itu. Mama Ratna ingin terlihat kuat dan tegar ketika Bella membuka mata nanti.

"Suster, tolong!"

Dengan nafas ngos-ngosan Adrian akhirnya meletakkan Bella di ranjang rumah sakit dan mendapatkan perawatan dari dokter.

Adrian menatap gadis cantik itu seperti putri tidur dengan gaun pengantin cantik yang membalut tubuh langsingnya. Bentuk tubuh ideal dengan tinggi sekitar 165 cm itu lebih cocok menjadi seorang artis atau model.

"Dokter, bagaimana keadaan anak saya?"

Mama Ratna segera menghampiri dokter yang baru saja selesai meneriksa Bella.

"Anak Ibu sepertinya saat ini mengalami syok dan trauma berat, hingga ia tidak sadarkan diri. Sepertinya karena beban hidup yang sangat berat di pundaknya itu sudah tidak kuat lagi ditanggungnya," jelas dokter.

"Jadi, apa yang harus saya lakukan sekarang, Dokter?"

Mama Ratna menatap tajam mata dokter dengan tatapan penuh harap dengan air mata yang terus saja mengalir membasahi pipinya.

"Setelah ia sadar hiburlah! Saat ini yang ia butuhkan adalah dukungan dan semangat dari orang-orang tersayang agar mentalnya kembali membaik."

Kata-kata tenang namun bermakna pedih yang diucapkan dokter, cukup membuat hati dan perasaan mama Ratna tergores hingga tidak lagi bisa berkata-kata. Mama Ratna tersungkur ke lantai sembari memukul-mukul kepalanya.

"Yang sabar, Bu! Saya yakin anak Ibu sebentar lagi juga akan pulih."

Dokter tersenyum, sepertinya senyum itu untuk memberikan semangat dan kekuatan kepada keluarga pasien.

"Baiklah, Dokter, terima kasih banyak," ucap Adrian.

Adrian mengantarkan sang dokter sampai di depan pintu sembari tersenyum, ia bersikap ramah mewakili keluarga pasien.

Setelah dokter meninggalkan ruang inap tempat Bella di rawat, Adrian berjalan menghapiri mama Ratna.

"Tante, bangunlah!"

Adrian mengulurkan tangannya dan membantu mama Ratna berdiri.

"Terima kasih banyak, Nak," ucap mama Ratna dengan senyum yang dipaksakannya.

Mama Ratna kemudian duduk di sofa tunggu sembari menatap Bella yang saat ini belum sadarkan diri juga.

"Tante, kalau begitu saya permisi dulu!"

Adrian menghampiri mama Ratna untuk berpamitan, ia bersikap sangat sopan dan ramah.

"Nak, sekali lagi terima kasih banyak."

Mama Ratna menatap Adrian, lelaki baik yang telah membantunya. Setidaknya ia ingin membalas Adrian walau hanya dengan ucapan terima kasih tulus.

"Sama-sama, Tante, sudah kewajiban kita sebagai makhluk sosial untuk saling tolong menolong."

Adrian tersenyum tipis namun terlihat manis.

"Kalau boleh tahu, nama kamu siapa, Nak?"

"Nama saya Adrian, Tante, saya adalah sahabatnya Raka calon suami Bella."

Dengan senyuman, Adrian menjelaskan kepada mama Ratna tentang siapa dirinya. Sikap santai Adrian memanggil nama Bella menyisakan sejuta tanya dan penasaran di hati mama Ratna.

"Maaf, Nak, apakah kamu kenal dengan putri saya Bella?"

"Iya, saya banyak mendengar tentangnya dari Raka dan saya teramat sangat tahu gadis itu adalah wanita yang sangat dicintai Raka."

Adrian tersenyum dengan pandangan yang tertuju kepada Bella sebelum pamit dan meninggalkan ruang inap Bella.

"M A S R A K A ...!"

Pekikan keras Bella membuat langkah kaki Adrian terhenti. Ia mengurungkan niatnya untuk pergi ketika melihat Bella tersadar dalam keadaan histeris.

"Bella, Sayang."

Mama Ratna berlari menghampiri Bella dan langsung memeluk Bella dengan penuh cinta dan kasih sayang, namun Bella mengamuk.

Entah tenaga dari mana yang di dapatkan Bella saat ini, Bella melepaskan diri dari pelukan mamanya, membuka infus yang terpasang di tangannya, kemudian mengamuk menjatuhkan semua makanan yang terletak di meja. Bella meraung sembari tertawa seperti orang gila.

"Bella, kamu kenapa, Nak? Sadarlah, Sayang!"

Mama Ratna berusaha mengejar langkah kaki Bella yang bergerak cepat, namun kekuatan wanita separuh baya itu tidak bisa menyaingi kekuatan Bella.

Adrian yang menyaksikan kejadian itu merasa sangat prihatin. Ia kemudian mendekati Bella yang saat ini masih meraung-raung.

"Bella!"

Kata-kata lembut yang ke luar dari mulut Adrian membuat Bella terdiam. Bella menengadahkan wajahnya menatap mata Adrian, dalam beberapa detik mata itu saling bertemu.

"Mas Raka."

Bella langsung menjatuhkan tubuhnya kepelukan Adrian yang lagi-lagi dianggapnya Raka calon suaminya.

Melihat kejadian itu mama Ratna menangis, putri cantiknya yang ceria dan selalu bahagia itu, saat ini benar-benar kehilangan kewarasannya. Rasa sakit akibat ditinggalkan membuat Bella benar-benar stres dan tidak lagi seperti dirinya.

"Bella, jangan menangis lagi!"

Adrian menghapus air mata yang mengalir di pipi Bella dengan penuh kelembutan, tapi Bella hanya diam dan tidak bereaksi apa-apa.

"Bella, istirahatlah! Aku ingin kamu cepat sembuh!"

Adrian menuntun Bella kembali ke ranjangnya, ia membantu membaringkan Bella.

Seperti terhipnotis, Bella hanya menuruti Adrian.

"Bella, lain kali infusnya jangan dicabut ya! Lihat tangan kamu berdarah. Aku tidak mau kamu kenapa-napa," ucap Adrian.

Seperti seorang malaikat, Adrian menenangkan Bella sembari membersihkan darah di tangan Bella dengan tisu yang kebetulan ada di ruangan itu. Sementara mama Ratna pergi ke luar untuk memanggil dokter.

"Sekarang kamu tidurlah!"

Setelah membersihkan luka ditangan Bella, Adrian menyelimuti Bella.

"Jangan pergi, Mas!" Akhirnya Bella bersuara.

Dengan mata berkaca-kaca dan penuh harap, Bella menggenggam tangan Adrian. Bella menahan Adrian untuk tetap berada di sampingnya, ia ingin lelaki itu menemaninya di sini.

"Tidak, aku tidak pergi, aku di sini dan aku akan selalu ada untukmu!"

Adrian tersenyum kepada Bella, senyum yang membuat perasaan Bella merasa tenang dan sangat damai.

"Siapakah kamu sebenarnya?" tanya Bella menatap tajam mata yang tangannya saat ini masih digenggaman Bella.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel