BAB 3
BAB 3
Sharon memang dilahirkan untuk melanjutkan bisnis keluarga. Mereka belajar bisnis sejak usia dini, dan di dorong untuk mengambil peran pemimpin masa depan, sekarang Sharon memimpin perusahaan ayahnya walau tidak sepenuhnya, dia masih diawasi oleh ayahnya.
Selain pendidikan formal, Sharon sering mendapat pelatihan khusus diberbagai bidang, seperti investasi, keuangan atau manajemen. Mereka mendapat kesempatan belajar dari praktisi terbaik melalui seminar, pelatihan eksekutif dan kesempatan magang di perusahaan global.
Orang tua Sharon juga mengeksplor minat dan hobi Sharon seperti seni, olahraga, music. Mereka bebas secara luas mengembangkan potensi dan bakat. Terbukti Sharon memiliki suara emas, dapat bermain alat music seperti piano dan biola. Cantik, pinter, punya segudang bakat dan kaya raya, ia baru kali ini bekerja dengan orang yang nyaris sempurna hidupnya seperti Sharon.
Untuk urusan finansial tidak diragukan lagi, Sharon bisa membeli apapun yang dia mau tanpa harus mikir. Ibu dan ayahnya mentorship langsung untuk Sharon, jadi Sharon dibimbing langsung dari orang tua yang sudah berpengalaman di dunia bisnis.
Tapi tetap saja Sharon dituntut menjaga reputasi keluarga, dan mereka sangat paham menjaga citra keluarga di mata public. Apalagi Sharon harus menjaga privasi seminim mungkin di hadapan public, oleh sebab itu dia sebenarnya tidak memiliki media social yang pasti. Dia hanya memiliki akun media social fake untuk sekedar main melihat time line di sana. Sharon hampir tidak pernah membagikan fotonya di media social, karena dia takut di awasi oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Satu hal lagi Sharon juga tahu kalau dia dituntut mencari pasangan setara, hubungan pribadi dengan pria juga harus benar-benar yang bisa mengangkat nama keluarga, tidak sembarangan bisa dekat dengan Sharon.
Sharon dan Laura turun ke bawah, mereka melihat kedua orang tua Sharon di meja makan. Sharon tersenyum menghampiri orang tuanya.
“Malam mi, pi,” sapa Sharon.
“Malam juga sayang,” ucap mami Sharon.
“Lauren di sini juga ternyata.”
“Iya tante.”
“Ayo, makan bareng.”
“Iya, tante,” ucap Lauren kikuk, dia memilih duduk di samping Sharon.
Sharon mengambil nasi dan juga lauk pauk di piringnya, ia melihat chef datang menghidangkan daging yang masih juicy. Mereka makan dengan tenang.
“Bulan depan umur Sharon ulang tahun yang ke tiga puluh tiga tahun. Enggak ada ngenalin seseorang sama mami dan papi,” ucap mami Sharon membuka topic obrolan di meja makan.
“Mami dan papi maunya tahun ini kamu menikah sayang.”
Sharon menarik napas, dia menatap kedua orang tuanya, “boro-boro mau nikah mi, pacar aja nggak ada,” ucap Sharon di selingi tawa.
“Loh yang kemarin Andrew ke mana? Udah putus lagi?” Tanya mami.
“Ya udahlah, udah lama putusnya mi.”
“Kok mami nggak tau.”
“Kalau udah nggak main ke rumah, nggak jemput Sharon itu artinya ya putus.”
“Kirain mami nggak muncul ke sini sibuk kerja. Udah lama putusnya?”
“iya, udah mi. Hampir setahun putusnya. Malah Andrew mau nikah sama cewek barunya.”
“Ya ampun selama itu! Terus sekarang kamu nggak deket dengan siapa-siapa?” Tanya mami lagi.
“Enggak ada, hari gini mah susah, rata-rata udah nikah. Payah banget ya, cari suami yang perfect.”
Mami Sharon menghentikan makannya, ia menatap putri sulungnya, “Kenapa kamu nggak buka websitenya woman’s world, di sana banyak sekali tipis mengejar suami kaya dan eksklusive. Kamunya kurang jauh nyarinya.”
“Emang ada ya website kayak gitu?” Tanya Sharon.
“Ada, buka aja. Kamu bisa dapatin pria idaman kamu melalui tips mereka.”
Sharon melirik Lauren, “Lau, coba buka website nya, ada beneran apa nggak?”
Lauren merogoh ponselnya, ia menatap layar persegi itu dan membuka website yang diperintakan oleh ibu Sharon dan benar situsnya ada, di sana banyak memberi tips mengejar suami kaya, yang diperuntukkan eksklusif perempuan konglomerat, dan website itu memang sangat cocok untuk Sharon.
“Ada nggak Lau?” Tanya Sharon sekali lagi.
“Ada.”
“Yaudah, nanti kamu pelajari aja sayang.”
“Mami tau dari mana?”
“Tau dari anaknya temen mami.”
“Kok mami baru kasih tau Lauren.”
“Ya kan mami juga baru tau juga.”
Sharon melirik Lauren, “Oke, nggak tips nya Lau?”
“Kayaknya oke sih, nanti lo baca sendiri aja deh.”
Papi menatap putri sulungnya, “Coba kamu kenalan sama adiknya Christian.”
“Christian?”
“Itu Christian yang ganteng itu. Kamu pernah ketemu Sha. Dia punya perusahaan manufaktur itu. Nah, Christian inni punya adik namanya Marcel, dia dokter spesialis bedah saraf.”
“Sayangnya papi belum sempat kenalan dengan Marcel, karena memang waktu itu dia sedang sibuk di acara pesta pernikahan Christian. Umurnya tidak jauh berbeda dengan Christ.”
“Hemmmm, udah punya pacar kali pi.”
“Papi sih nggak tau, ya kenalan aja dulu, urusan dia punya pacar dan tidak itu belakangan.”
“Normal kan?”
“Normal dong.”
“Biasa kalau cowok mateng, pekerjaan oke, tapi nggak punya pacar itu mesti dipertanyakan pi.”
“Ya, kamu tau sendiri dokter sibuknya kayak apa. Mungkin sibuk kerja, sampe nggak punya pacar, apalagi sekolah kedokteran itu kan lama banget Sha, dia ngambil subspesialis juga katanya. Kayaknya sih karena itu dia nggak nikah.”
“Cari informasi dokter Marcel itu di mana?”
“Kalau prihal dokter, ya kamu bisa lihat di google atau di media social. Pasti semua informasi dokter itu akan muncul di sana.”
“Masa, Sharon yang suruh kenalan,” sambil melirik Laura yang sepertinya sedang mengetik dipencarian google.
“Ada nggak informasi dokter Marcel Lau?” Tanya Sharon.
Lauren menatap layar ponselnya, ia sebagai asisten Sharon memang dituntut cepat sebelum diperintah, ia memilihinisiatifnya sendiri.
“Ada nih, Dr. Marcel Yovanka, Sp.BS(K)? Bener kan yang ini orangnya.”
“Mana lihat fotonya,” ucap papi Sharon.
Lauren memberikan ponselnya kepada beliau, setelah melihat itu dan beliau mengangguk, “Iya, ini dia orangnya,” ucap papi Sharon.
Lauren menyerahkan ponselnya lagi kepada Sharon, Sharon melihat seorang pria di sana. Dia mengenakan jas putih berlengan panjang, wajahnya tampan, berkulit kuning langsat yang terlihat sehat, memiliki tubuh proporsional. Ia mengenal Christian dulu di acara World Economic forum, dan Christian sangat tampan. Wajahnya tidak jauh berbeda dari pria itu. Tatapannya tajam, hidungnya terlihat mancung dan matanya seperti elang. Dia juga memiliki rahang yang tegas, ia yakin aslinya jauh lebih tampan dari pada di foto itu. Seketika rasa penasarannya cukup kuat, seumur hidupnya ia belum pernah menjalin hubungan dengan seorang dokter, karena semua mantan-mantannya berprofesi sebagai pemilik bisnis.
“Oke juga,” gumam Sharon setelah melihat profil pria yang ada di google.
“Yah, mungkin kamu bisa ke praktek dokter Marcel cek kesehatan dan keluhan,” ucap papi diselingi tawa.
“Ih papi, ada-ada aja deh.”
“Ya terserah kamu maunya gimana, kamu lebih tau sayang.”
Sharon menatap Lauren, Lauren memberinya jempol, menandakan dia setuju kalau ia mengincar pria bernama Marcel itu.
*****