Ringkasan
Sharon seorang gadis yang terlahir dari keluarga kaya. Suatu hari ibu Sharon memberitahunya sebuah tips mengejar suami kaya yang diposting dalam website eksklusif perempuan konglomerat yaitu Woman’s World. Sharon pun memulai pengejaran suami kaya raya impiannya. Incaran Sharon adalah Dokter Marcel Yovanka yang terkenal sebagai golongan old money dan sangat eksklusif. Saat rencana Sharon mulai membuahkan hasil mereka berhasi berkenalan.Pada akhirnya Marcel mengetahui rencana Sharon dan malah memperingatkannya agar jangan mengejarnya. Sharon malah terkena imbasnya dan sempat dibenci Marcel. Beruntung kesalahpahaman itu tak berkunjung lama. Saat hubungan mereka semakin akrab, tumbuhnya rasa suka tak dapat dielakkan. Tetapi, dua orang dari dunia yang berbeda tak akan semudah itu bersatu. Sharon pantang menyerah justru semakin jatuh cinta dengan Marcel yang super cool. Sharon lumayan bar-bar dan super cantik harus mendapatkan Marcel. Suatu kesempatan ada acara liburan bersama dengan acara World Economic Forum, tengah berjuang untuk mendapatkan hati Marcel yang pendiam, dan masih terjebak dengan masa lalunya. Sharon menyelinap di kamar Marcel hampir setiap malam, untuk memeluk Marcel sepanjang malam . Lalu, apakah Sharon berhasil mendapatkan hati Marcel? Penuh dengan gengsi dan ego, apakah Marcel membuka hatinya untuk Sharon? Mungkinkah Marcel mulai jatuh cinta dengan Sharon setelah mereka tidur bersama?
BAB 1
HAPPY READING
****
Dentingan music piano Johann Pachelbel – Canon and Gigue in D terdengar sampai ke sebuah restoran Perancis di salah satu mall di Jakarta Selatan. Suara music itu terdengar dari segala sisi, Sheron masih menikmati music piano itu, dulu saat kecil saat belajar bermain piano, lagu pertama yang ia mainkan adalah ini. Siapa yang tidak kenal dengan music klasik satu ini, yang dulunya sering di putar radio-radio menjadi latar belakang dengan berbagai versi.
Musik piano itu sering menjadi inspirasi untuk lagu-lagu populer. Lagu seperti “Rain and Tears” Demis Roussos dan “Graduation” Vitamin C menggunakan progresi akor “Canon in D”. Nggak hanya itu! Balada romantis “Beautiful in White” milik Shane Filan dan “Memories” milik Maroon 5 juga diaransemen mengikuti “Canon in D”. Karya ini juga sering dimbajaainkan di berbagai acara, termasuk pernikahan.
Sharon masih mengamati sekelilingnya, ia melihat pasangan yang baru datang berjalan menuju table. Sedangkan remaja yang bermain piano di panggung yang ditunggu oleh kekasihnya di table, hidup itu ternyata seromantis itu. Setelah bermain piano semua orang yang ada di restoran lalu bertepuk tangan termasuk dirinya. Sepasang kekasih itu mencium pipi dan sang pria memberi flower bouquet, katanya hari ini sang kekasih ulang tahun, dan restoran memberi cake gratis untuk mereka.
Otak Sharon seketika tersentuh menyaksikan itu, dirinya berumur tiga puluh dua tahun tapi hidup gini-gini saja. Ia percaya bahwa setiap manusia yang datang ke suatu tempat kemungkinan bertemu orang baru. Dia pernah mengunjungi New York, Chicago, Los Angeles, Hongkong, Dubai, Aussie, Jepang, Korea, Negara-negara di Asean sudah semua ia kunjungi, sepertinya jika dihitung ia sudah mengitari separuh bumi, namun ia belum menemukan yang namanya jodoh, apalagi hanya mall sekecil ini.
Sharon mulai melihat ponselnya, ia mulai meng-scroll instagram sambil menunggu hidangannya di sajikan. Pernikahan, pertunangan, midodareni menghiasi timeline-nya setiap hari. Sharon menghembuskan napas sambil tersenyum miris. Hidup itu harusnya sederhana, sampai social media berevolusi dan membuat manusia menjadi rentan tertekan. Karena sekarang semua berlomba-lomba untuk pamer tentang kehidupan, and that makes me sick.
Bukan iri, tapi lebih ke risih bikin semua orang ikut membuktikan dirinya bisa mengikuti trend tersebut. Lama-lama tentu ke bawa arus ke dalam hidup dirinya. Tidak semua itu buruk, trend-trend menjadi aesthetic dalam segala hal, bikini semangat pengen rapih, dan nggak semua orang itu mampu.
Bagi semua orang yang pernah kenal dengannya, Sharon Kennedy mungkin seharusnya tidak termasuk dalam katagori “stress” itu. Rambut panjang hitam berkilau bervolume yang ia rawat rutin, berkulit putih, mata bening yang mencerminkan kecerdasan serta punya ambisi dan tubuh yang proporsional sebenarnya ia termasuk salah satu wanita yang sangat menarik.
Di luar dari pencitraan yang ia tampilkan di muka bumi ini, yang berhasil mendapatkan apapun yang ia mau dengan mudahnya. Namun kenyataanya justru kontradiktif. Sharon merasa menjadi manusia paling sial, nama dirinya tidak ada di list pria manapun, dan tidak pernah menjadi cinta. Semua teman-temannya tahu kalau betapa buruknya ia dinasib percintaan.
“Sharon.”
Sebuah panggilan suara menghentikan jari Sharon yang sedang asyik melihat social media. Sharon menatap ke depan ternyata pramusaji memanggil namanya. Sharon tersenyum dan mengangguk, dan pramusaji itu meletakan hidangan yang ia pesan steak dengan kematangan medium rare dengan saus mushroom.
“Enjoy!” ucapnya sebelum meninggalkan table miliknya.
Sharon menarik napas, kini ia harus duduk di satu table kosong untuk keseribu kali sendirian diantara orang asing. Ia melihat beberapa table dengan pasangannya. Sharon nelangsa dalam hati, kapankah ia memiliki pasangan seperti itu? Percuma temannya segudang, kalau ujung-ujungnya ia ke mana-mana sendirian seperti ini. Sharon berharap tahun ini kalau ia akan kepelaminan dan memiliki pasangan hidup.
Tahun ini ia sudah menulis di notebooknya kalau ia harus menikah di file buku catatan “Rencana Hidup”. Sering kali Sharon berpikir IQ 128 yang ia punya, apa ada yang salah? Seumur hidupnya ia sudah tujuh kali gagal dalam asmara. Tujuh pria tersebut selalu berakhir dengan wanita lain yang menurutnya tidak lebih cantik dari dirinya. Sebenarnya ia tidak mempermasalahkan pria itu memilih dan menikah dengan wanita lain. Namun Sharon menyadari kalau ia tidak senang dengan kenyataan seperti itu, justru ia semakin tertekan dan berpikir mungkin ada yang salah dengan kepribadiannya.
“Sharon!”
Sharon menatap ke depan, ia memandang Lauren di sana, wanita itu melambaikan tangan ke arahnya. Sharon membalas lambaian tangan itu. Tadi ia memang menelepon Lauren agar ke sini menemaninya, Lauren ini adalah personal asisten sekaligus temannya. Tugas Lauren mengatur jadwalnya baik bisnis ataupun pribadi, termasuk mengingatkannya dirinya dan menyiapkan hal-hal yang diperlukan dalam jadwal tersebut.
Jadwalnya cukup sibuk untuk urusan pekerjaan, jadi biasa Lauren meringkasnya dan ia menerima update-an itu. Lauren juga biasa membawa berkas untuk dirinya memberikan tanda tangan persetujuan, dan Lauren sebenarnya juga punya kuasa di level tertentu. Dia juga bertugas mengurus hal-hal bersifat pribadi, misalnya janji bertemu dokter, dan seseorang, sampai tagihan-tagihan di luar perusahaan.
Dan sering kali Lauren menemani dirinya dari event bisnis maupun pribadi. Sebenarnya Lauren tidak punya jam kerja dan job desc yang pasti. Ia sendiri biasa telepon Lauren pagi-pagi buta karena ada kendala yang harus ia selesaikan. Juga cukup sering diberikan tugas yang belum pernah ia kerjakan sebelumnya. Ia tidak bisa terima kata “tidak bisa”atau “tidak tahu” jadi mau tidak mau Lauren harus kreatif.
“Sorry ya, tadi macet banget di jalan, lo sih mendadak banget neleponny,”ucap Lauren kepada Sharon, ia lalu duduk di samping Sharon.
“Iya, nggak apa-apa. Lo mau makan nggak?”
“Boleh deh.”
“Pesen aja,” Sharon lalu melambaikan tangannya memanggil server.
Server datang membawa buku menu dan menyerahkan kepada Lauren. Lauren melihat menu, dia memesan swiss mushroom chicken dan Oreo Cheesecake, ia memang butuh tenaga untuk memulai harinya bersama Sharon. Setelah memesan itu, server pergi meninggalkan table mereka.
“Habis ini lo mau ke mana?” Tanya Lauren.
“Balik ke rumah sih.”
Lauren mengambil berkas di dalam tasnya, ia lalu menyerahkan map itu kepada Sharon, “Ini berkas dari sekretaris lo, tadi gue ke kantor lo dulu bentar ambil berkas ini. Katanya penting banget.”
“Apa sih ini?” Tanya Sharon membuka map itu.
“Itu surat kuasa buat vendor besok untuk renov office baru. Besok kan Sabtu vendor mau datang ngecek office, jadi minta tanda tangan lo sekarang.”
“Ok,” Sharon lalu menandatangani surat itu setelah membacanya, ia sebagai direktur di perusahaan orang tuanya ia milik wewenang untuk mengurus dan mengelola kepentingan perusahaan. Walau tidak sepenuhnya ini tugasnya, tapi tetap saja dirinyalah yang memberi kuasa, ia akan melakukan pekerjaanya dengan baik.