Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 2

BAB 2

Tidak lama kemudian pesanan Lauren datang, dan Lauren mulai memakan hidangannya. Sharon mengambil gelas berisi lemon tea dan menyerumputnya. Ia sedang memikirkan bagaimana kehidupan dia ke depannya. Apa ia focus cari jodoh atau liburan musim dingin di Edinburgh.

“Mantan lo si Andrew udah mau nikah ya sama si Farah.”

“Udah ah jangan bahas dia, males banget gue dengernya,” ucap Sharon, Andrew itu adalah mantan terakhirnya yang memilih putus dengannya, lalu setelah itu dia jadian sama wanita bernama Farah tidak lama kemudian mereka akan menikah.

Lauren tertawa kecil sambil menarik rambut ke belakang. Sharon menyerumput lemon tea nya lagi, ia menyadari kalau lemon tea nya akan habis.

“Lo nggak lagi deket sama siapa-siapa sekarang?” Tanya Lauren manatap Sharon.

“Enggak.”

“Masa sih, siapa kek, konglomerat mana kek yang bisa lo gebet,” ucap Lauren.

Sharon tertawa, “Seriusan nggak ada, Lau. Kalaupun ada, lo orang pertama gue ceritain.”

“Tanya nyokap lo deh. Masa setajir lo, nyokap bokap lo nggak ada ngenalin lo sama anak rekan bisnisnya. Kasihan tau, liat lo jomblo kayak gini.”

“Lo tau? Kata nyokap bokap gue, lebih baik gue cari jodoh sendiri, karena yang jalanin rumah tangga itu gue, bukan orang tua gue.”

“Orang tua lo tuh beda ya, biasa orang yang tajir banget kayak lo gini, biasa udah dijodohin kali kayak di novel-novel gitu.”

Sharon tertawa, “Tapi jangan nggak apa-apa sih, bagus juga, Lau.”

“Bagusnya di mana?”

“Ya bagusnya, biar gue nggak dianggap nggak laku,” Sharon lalu tertawa geli.

“Ya, nggak ada salahnya kenal, kan nggak harus jadi pacar. Kalau cocok ya jadi pacar, kalau nggak cocok ya jadi temen. Lumayan kan nambah temen.”

“Tapi setelah gue sadarin, modelan cewek kayak lo nih ya, emang susah di deketin sih. Liat lo kayak gini mana ada yang mau deket, keburu minder karena kasta lo terlalu tinggi. Makanya lo harus cari yang setara sih,” ucap Lauren.

“Lo ada target kenalan cowok nggak?” Tanya Lauren sambil memakan makanannya.

“Enggak ada, belum nyari-nyari sih. Tapi emangnya ada nggak ya yang umurnya mateng tapi single gitu kayak gue.”

“Banyak sih kalau dicari, biasa cowok-cowok kayak gitu workholic banget nggak sih, sampe nggak mikir buat pacaran, kalaupun pacaran ya kejadian kayak lo gini, putus putus terus, biasa kalau yang sukses di karir. Di percintaan ancur lebur sih,” Lauren tertawa.

Sharon ikut tertawa, “Bisa aja lo, tapi kebanyakan emang bener sih kayak gitu.”

Sharon melihat server datang menuangkan lemon tea ke gelesnya yang kosong, ia memandang Lauren makan dengan tenang. Mereka lalu bercerita tentang time line yang ada media social yang terbaru. Sore itu restoran sibuk luar biasa, karena tamu seketika membeludak. Sharon dan Lauren akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah setelah makan.

*****

*****

Sharon melantunkan lagu Espresso – Sabrina Carpenter di kamarnya, ia dan Laura duduk di sofa sambil menatap langit tanpa bintang. Ini adalah tempat mereka favorit berdua di saat penat menghadapi dunia. Suara Sharon mengalun lembut sesuai dengan nada bahkan suaranya terdengar lebih halus dari sang penyanyi. Ia memang sudah berlati vocal sejak kecil hingga remaja. Tidak hanya itu ia juga bisa menggunakan berbagai alat music seperti piano dan biola.

Sharon bersandar di sofa sambil menendangkan lagu, nasib para jomblo seperti dirinya dan Lauren. Sekarang ia tidak dekat dengan siapapun, bukan berarti tidak ingin pacaran, karena belum ketemu siapa prianya. Sekarang ini ia berpikir kalau tidak ada gunanya melepas rasa tujuan. Ya pada akhirnya memang menjalin hubungan itu seperti garage sales, terlihat menarik di awal dengan segala tetek bengek romantisasi yang bikin geli di kuping beserta gombalan-gombalan penuh racun, namun ujung-ujungnya berakhir tidak enak, ujung-ujungnya putus, berantem, buang-buang waktu, tenaga dan emosi. Menjalin kehidupan bernama relationship itu menurutnya butuh komitmen tingkat dewa.

Namun ketika melihat beberapa di timeline media social banyak artis yang berbondong-bondong menikah muda, bahkan hampir semua teman seumurannya juga sudah menikah dan memiliki anak. Sebentar lagi umurnya sudah tiga puluh tiga tahun dan dirinya belum menikah. Jangankan menikah, punya pacar saja ia tidak ada.

“Apa gue nikah aja ya?” Ucap Sharon seketika.

Pertanyaan itu membuat Lauren langsung menoleh menatap Sharon, “Emang udah ada calonnya?”

“Enggak ada.”

“Cari calonnya dulu, baru nikah.”

Sharon lalu kembali melamun lagi, Lauren mengatakan kenapa dia selalu jomblo karena salah satunya dia anak orang kaya, punya pekerjaan bagus, punya gaya hidup mewah, kalau sekilas lihatnya terkesan jutek, sekaligus punya segalanya. Jadi perlu pria yang berada di level atasnya, agar si pria tidak insecure kepadanya. Dan apa yang ucapkan Lauren benar adanya, ia harus mencari pria yang lebih tajir dari dirinya.

“Gue cari cowok tajir di mana ya, Lau.”

“Mana gue tau, kan lo yang lebih tau.”

“Susah ya jadi gue.”

“Bukan susah, belum ketemu aja orangnya.”

Tok… tok… tok ….

Sharon dan Lauren lalu menoleh ke arah pintu, “Buka aja nggak di kunci!” Ucap Sharon.

Pintu kamar lalu terbuka, Sharon menatap ke arah pintu ia memandang bibi di sana.

“Malam non, di panggil ibu dan bapak ke bawah, makan malam dulu.”

“iya, bi.”

“Di tunggu ya non.”

Sharon lalu beranjak dari duduknya, dia lalu berdiri, “Yuk ke bawah Lau.”

“Duh, lo aja deh, gua masih kenyang tadi makan sore sama lo.”

“Makan dikit aja, enggak enak mami ngajakin.”

Laura ikut beranjak dari duduknya, ini bukan sekali ia berada di rumah Sharon. Tapi udah sering, karena ia dibayar memang untuk menemani Sharon kemanapun berada. Kalau Sharon kenapa-napa, ia adalah orang pertama di cari.

Bahkan ia sendiri memiliki kamar tersendiri di rumah ini, di sini menemani Sharon karena pekerjaanya memang asisten sekaligus teman Sharon. Sharon itu anak pertama dari tiga saudara, adik keduanya ada di Inggris dan satunnya lagi di New York, semua masih kuliah.

Dirinya menjadi asisten Sharon tanpa sengaja ketika melamar di perusahaan ayahnya Sharon. Ayah Sharon berbaik hati memintanya menjadi asisten Sharon, karena katanya Sharon butuh asisten yang bisa dipercaya. Ia menjadi asisten Sharon sudah empat tahun lamanya.

Sharon itu sejak kecil sudah diberi akses dan fasilitas mewah oleh kedua orang tuanya, tinggal di rumah besar bak hotel bintang lima, akses kendaran mewah, serta kalau jenuh sedikit liburan ke luar negri secara teratur. Bahkan burnout sedikit langsung terbang ke Hawai, Dubai, Belanda.

Sharon mengenyam pendidikan di sekolah terbaik di negri ini, dia sekolah internasional, lalu melanjutkan ke university Ivy League. Akses jaringan elit begitu kental, temannya banyak sesama konglomerat, jaringannya luas, tapi sekedar untuk urusan bisnis bukan secara personal.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel