Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB. 6 Makan Siang Bersama

Hari telah beranjak siang, matahari bersinar cerah di langit Kota Jakarta. Gedung-gedung tinggi di pusat bisnis berdiri megah, menampakkan kesibukan yang tak pernah surut. Di salah satu gedung tersebut, tepatnya di lantai dua puluh lima, Farez baru saja menyelesaikan meeting panjang dengan kolega bisnisnya. Kemeja putihnya tetap rapi, dengan dasi biru yang longgar melingkar di lehernya. Dia menghela napas lega, melirik arlojinya, memastikan waktu masih sesuai jadwal.

“Akhirnya meeting selesai juga!” ucapnya lega.

Tiba-tiba, pintu kantornya diketuk dari luar.

"Masuk," seru Farez, tanpa mengalihkan pandangan dari laptopnya.

Joseph, sahabat sekaligus tetangganya di gedung perkantoran ini, masuk dengan langkah santai. Jas hitam yang dia kenakan tak mampu menyembunyikan auranya yang selalu ceria.

"Farez! Siang ini kita makan di tempat biasa, ya?" ujarnya tanpa basa-basi sambil menduduki sofa di ruangan itu.

Farez mendongak, lalu menggeleng sambil tersenyum tipis.

"Maaf, Jo. Hari ini gue nggak bisa makan siang bareng Lo."

Joseph mengernyitkan dahi. "Loh? Kenapa? Ada meeting lagi?"

Farez menutup laptopnya, lalu bersandar di kursinya dengan ekspresi tenang.

"Bukan meeting. Gue ada janji sama Zera."

Nama itu membuat Joseph membelalakkan matanya. "What? Zera? Tunggu-tunggu Zera? Zera yang mana nih?"

"Zera, mantan gue waktu SMA," jawab Farez, singkat tapi penuh arti.

Joseph bangkit dari sofa, mendekati meja kerja Farez dengan tatapan tak percaya. "Serius? Jangan bilang Lo sama Zera sekarang udah balikan?"

Farez mengangguk pelan sambil tersenyum lebar.

"Iya, Jo. Gue dan Zera udah balikan. Kita ketemu lagi, pasti Lo tahu kan? beberapa saat lalu, di acara reuni dan semuanya kayak pas banget. Rasa lama yang masih belum kelar itu, kembali lagi."

Joseph terdiam sejenak, lalu tiba-tiba tertawa sambil menepuk bahu Farez.

"Ha-ha-han! Gila, gue nggak nyangka! Selamat, Bro! Akhirnya Lo berhasil balikan sama cinta pertama Lo. Gue inget banget dulu Lo sempat galau habis putus sama dia."

"Thanks, Jo. Zera memang selalu jadi yang spesial buat gue," jawab Farez, matanya berbinar bahagia.

Joseph melirik arlojinya, lalu menunjuk pintu.

"Eh, kalau gitu buruan sana. Jangan bikin Zera nunggu lama. Cewek benci banget kalau harus nunggu, apalagi kalian baru jadian lagi," nasihat Joseph.

Farez tertawa kecil sambil mengemasi barang-barangnya. "He-he-he. Iya, gue juga nggak mau bikin dia kecewa. Thanks, Jo. Lo memang sahabat terbaik gue."

"Iya dong, Farez. So pasti gue akan selalu dukung Lo. Ya sudah kalau begitu, gue pamit dulu, ya," ucap Joseph sambil melambaikan tangannya dan berjalan keluar dari ruang kebesaran sahabatnya.

Joseph berjalan menyusuri koridor gedung menuju kafetaria yang berada di lantai dasar. Langkahnya pelan, berbeda dari biasanya. Dia mencoba membuang pikiran tentang Farez dan Zera, tapi entah kenapa, nama Zera justru membawanya pada bayangan Mary, kedua gadis cantik itu bersahabat saat SMA.

Mary, pacar Joseph saat SMA. Gadis ceria dengan rambut panjang yang selalu terikat rapi. Mary adalah sosok yang dulu membuat hatinya berdebar setiap hari. Tapi setelah lulus SMA, mereka terpisah karena alasan yang dia sendiri tak pernah pahami. Hingga saat ini, Joseph tak tahu di mana Mary berada.

Joseph pun tiba di kafetaria, memilih meja yang berada di sudut, lalu memesan kopi dan sandwich. Sambil menunggu menu pilihannya, pikirannya terus melayang kepada Mary.

Pada suatu ketika di masa lalu,

"Kak Jo, masa depan kita pasti cerah, ya?" ucap Mary sambil tersenyum lebar di suatu sore sepulang sekolah.

Joseph tertawa kecil, memandang gadis itu dengan tatapan lembut.

"He-he-he. Pasti dong. Aku bakal jadi CEO suatu hari nanti, dan kamu bakal jadi wanita karier. Kita bakal wujudin mimpi itu bareng-bareng."

Mary menunduk malu.

"Aku harap begitu. Tapi janji ya, Kak! jangan pernah lupain aku?"

"Mana mungkin aku lupa sama kamu, Mary?" jawab Joseph yakin.

Kembali ke masa kini

Joseph mendesah panjang. Kenangan itu masih jelas di ingatannya, tapi kenyataannya malah berbeda. Pria tampan itu tidak tahu Mary berada di mana saat ini. Dia lalu memegang cangkir kopinya, menatap keluar jendela.

"Mary, di mana kamu sekarang?" bisiknya pelan.

Joseph menggenggam cangkirnya lebih erat, mencoba menenangkan dirinya. Di saat Farez berhasil menemukan kembali cintanya, Joseph malah masih merasa kosong. Mary adalah bagian dari dirinya yang hilang, dan dia tak tahu bagaimana cara menemukannya lagi.

Teleponnya tiba-tiba bergetar. Joseph melihat layar ponselnya dan mendapati pesan dari sekretarisnya, mengingatkannya pada jadwal meeting sore ini. Dia lalu meletakkan ponselnya dengan hati-hati, lalu memutuskan untuk fokus pada apa yang ada di hadapannya.

Meski begitu, di dalam hatinya, Joseph berharap suatu hari dia bisa bertemu Mary lagi, seperti Farez yang kini telah kembali bersama Zera.

Di sisi lain Kota Jakarta,

Farez memarkir mobilnya di depan sebuah restoran kecil dengan papan nama yang sederhana, Restoran Taman Rasa. Restoran ini tak banyak berubah sejak terakhir kali dia ke sini saat SMA. Dindingnya masih dicat putih dengan aksen kayu coklat, dan taman kecil di samping restoran tetap dipenuhi bunga-bunga warna-warni.

Farez menghela napas panjang, merapikan jasnya di kaca spion sebelum masuk. Jantungnya berdebar, bukan karena gugup, akan tetapi karena antusiasme. Hari ini dia akan bertemu lagi dengan seseorang yang sudah lama dirinya rindukan, Zera, cinta pertamanya.

Begitu melangkah masuk, matanya segera menangkap sosok yang dia kenali. Zera duduk di meja dekat jendela, mengenakan gaun peach pastel yang sederhana namun anggun. Rambut panjangnya yang tergerai melambai lembut di bahu. Gadis itu sedang menatap keluar jendela, tampak melamun, namun wajahnya langsung berbinar saat menyadari Farez datang.

"Kak Farez!" serunya, bangkit dari duduknya dengan senyum cerah.

Farez berjalan menghampirinya sambil membalas senyumnya. "Zera, maaf kalau aku agak telat. Tadi macet sedikit di jalanan."

Zera menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Nggak apa-apa kok. Aku juga baru aja sampai, Kak."

Tanpa ragu, Farez mengecup kening Zera dengan lembut, ada kehangatan yang berbeda dalam sentuhan itu. Farez menarik kursinya dan duduk di hadapan kekasihnya, seketika pria itu merasa nyaman di dekat Zera seperti dulu.

"Sama sekali nggak berubah, ya, tempat ini," ucap Farez sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling restoran.

"Meja ini juga masih sama seperti waktu kita sering nongkrong dulu."

Zera tertawa kecil.

"He-he-he.Iya, Kak. Aku ingat, dulu kita sering ke sini setelah pulang sekolah. Kadang sampai lupa waktu saking asyiknya ngobrol."

Farez tersenyum, matanya berbinar.

"Dan aku selalu pesan jus jeruk. Kamu, es teh manis."

Zera mengangguk, lalu menatapnya dengan tatapan lembut.

"Dan kita selalu pesan satu porsi nasi goreng spesial untuk dimakan bareng."

"Memang tempat ini penuh kenangan, ya," balas Farez.

"Aku nggak pernah ke sini lagi sejak kita lulus SMA."

Zera tersenyum tipis.

"Aku juga, Kak. Makanya waktu kamu ajak ketemu di sini, aku langsung setuju. Rasanya seperti, kita sedang nostalgia."

Seorang pelayan datang menghampiri mereka dengan membawa buku menu. Farez dan Zera saling pandang sebelum tersenyum kecil.

"Kita pesan yang biasa, ya?" tanya Farez.

Zera mengangguk.

"Iya, Kak. Nasi goreng spesial untuk berdua, jus jeruk, dan es teh manis."

Pelayan mencatat pesanan mereka sambil tersenyum. "Baik, Tuan Muda, Nona. Pesanan akan segera kami siapkan."

Setelah pelayan pergi, mereka kembali berbincang.

"Zera, aku masih nggak percaya kita bisa ketemu lagi setelah sekian lama," ujar Farez, suaranya penuh kehangatan.

"Aku juga, Kak Farez. Rasanya seperti mimpi. Dulu aku pikir kita nggak akan pernah bertemu lagi," jawab Zera sambil menatapnya lekat.

Farez mengangguk pelan.

"Aku akui, aku sempat menyerah mencari kamu. Tapi ternyata takdir membawa kita bertemu lagi. Dan aku senang kita bisa memulai semuanya dari awal."

Zera tersenyum lembut.

"Aku juga senang, Kak. Dulu kita masih terlalu muda dan nggak siap menghadapi banyak hal. Tapi sekarang, aku rasa kita punya kesempatan untuk memperbaiki semuanya."

Percakapan mereka terhenti sejenak saat pelayan datang membawa makanan dan minuman pesanan keduanya. Aroma nasi goreng spesial dengan telur mata sapi di atasnya langsung menggugah selera. Jus jeruk segar dan es teh manis di gelas juga turut melengkapi meja mereka.

"Silakan dinikmati," ucap pelayan itu sebelum pergi.

Farez mengambil sendok dan garpu, menyendokkan nasi goreng ke piring Zera lebih dulu.

"Seperti biasa, ladies first."

Zera tertawa kecil.

"He-he-he. Kamu masih sama seperti dulu, Kak. Selalu bertingkah manis."

Keduanya pun mulai menikmati makanan itu dengan lahap. Suasana di sekitar mereka terasa begitu nyaman. Obrolan ringan mengalir sambil sesekali diselingi tawa kecil.

"Jadi, kamu sekarang sibuk apa, Zera?" tanya Farez setelah menyesap jus jeruknya.

"Aku kerja di perusahaan keluarga, Kak." jawab Zera sambil tersenyum bangga.

"Hebat, ya. Aku ingat kamu selalu suka menjadi wanita mandiri sejak SMA. Nggak nyangka kamu berhasil mewujudkan mimpimu."

Zera mengangguk pelan.

"Aku berusaha keras untuk itu. Dan kamu? Aku dengar dari teman-teman lama kita, sekarang kamu punya perusahaan sendiri?"

"Iya, aku bergerak di bidang teknologi. Awalnya nggak mudah, tapi sekarang semuanya mulai stabil," jawab Farez dengan nada rendah hati.

Zera tersenyum kagum.

"Aku bangga sama kamu, Kak Farez. Kamu selalu punya ambisi besar, dan sekarang kamu membuktikannya."

Farez balas tersenyum.

"Aku juga bangga sama kamu, Zera. Kita sama-sama bekerja keras untuk mencapai mimpi kita. Tapi yang lebih penting, aku senang kita bisa duduk di sini lagi, menikmati waktu bersama."

Zera menunduk malu, akan tetapi senyumnya tak pernah hilang.

"Aku juga senang, Kak Farez. Rasanya seperti kembali ke masa-masa indah dulu."

Setelah makan, mereka pun memesan dua gelas jus tambahan sambil terus berbincang. Waktu seolah berjalan lebih lambat, memberi keduanya kesempatan untuk mengenang masa lalu dan berbicara tentang masa depan.

"Aku harap ini bukan terakhir kalinya kita ketemu, Zera," ujar Farez tiba-tiba.

Zera menatapnya dengan tatapan lembut.

"Tentu saja bukan. Aku ingin kita sering bertemu, Kak Farez. Aku merasa nyaman bersamamu, seperti dulu."

"Kalau begitu, aku janji akan selalu ada untuk kamu. Kita nggak akan kehilangan satu sama lain lagi," ucap Farez dengan penuh keyakinan.

Zera mengangguk, lalu tersenyum cerah.

"Aku percaya sama kamu, Kak Farez."

Mereka menyelesaikan makan siang itu dengan hati yang penuh kebahagiaan. Di restoran yang penuh kenangan itu, keduanya menemukan kembali cinta yang dulu sempat hilang. Takdir telah mempertemukan mereka, dan kali ini, Zera dan Farez bertekad untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan kedua yang diberikan oleh kehidupan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel