Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB. 5 Janji Akan Berjuang Bersama

Cinta yang harus diperjuangkan,

Malam pun tiba, setelah menghabiskan waktu seharian bersama Farez, Zera dijemput oleh sopir pribadinya di tempat pertemuan terakhir mereka. Farez, di sisi lain, menyetir sendiri mobilnya menuju rumahnya. Di sepanjang perjalanan, senyuman tak henti menghiasi wajah keduanya. Janji untuk memperjuangkan cinta mereka memberikan harapan baru di tengah berbagai tantangan yang akan dihadapi bersama.

Sesampainya di rumah, Zera keluar dari mobil dengan langkah ringan. Dia menyapa sekilas beberapa pelayan rumahnya yang menyambutnya di pintu, lalu masuk ke dalam rumah megah Keluarga Cornelius.

Hatinya yang penuh kebahagiaan segera berubah tegang ketika melewati ruang keluarga dan mendapati ayahnya, Tuan Cornelius, sang ayah yang terkenal penuh wibawa sedang duduk di sofa sambil menatapnya dengan tatapan tajam.

“Zera,” panggil Tuan Cornelius dengan nada tegas.

“Dari mana saja kamu? Sudah malam begini baru pulang,” ujar sang ayah dengan tatapan tajamnya.

Zera yang kaget sejenak mencoba menenangkan diri. “Ya ampun, Papi. Aku jadi kaget banget!” tutur Zera yang mulai mengetahui jika ayahnya saat ini sedang marah kepadanya.

Aku baru pulang dari acara reuni sekolah, Papi,” jawabnya dengan senyum kecil.

“Reuni sekolah sampai seharian? Sekarang sudah jam berapa? Apa tidak ada batasan waktu untuk anak gadis pulang ke rumah?” lanjut sang ayah dengan nada yang mulai meninggi.

“Kamu semakin dewasa, sepertinya sudah tidak mau mendengarkan perkataan Papi lagi, ya!” ujar sang ayah dengan nada emosi.

Zera menarik napas, mencoba mencari alasan yang masuk akal kepada ayahnya.

“Setelah acara reuni selesai, aku dan teman-teman sempat nongkrong di mall, Papi. Maaf kalau pulangnya agak malam.”

Tuan Cornelius hendak melanjutkan omelannya, akan tetapi Nyonya Debira, ibu kandung dari Zera yang baru saja masuk ke ruang keluarga dan segera menegur suaminya yang akan memarahi putri mereka.

“Sudah, sudah. Papi jangan marah-marah begitu, Zera sudah minta izin kepada Mami tadi pagi. Lagipula, ini kan malam minggu. Tidak ada salahnya dia menikmati waktu bersama teman-temannya.”

“Mami, ini bukan soal sudah meminta izin atau tidak. Anak gadis itu harus tahu batas waktu untuk pulang ke rumah!” Tuan Cornelius menatap istrinya dengan kesal.

“Kalau untuk urusan perusahan atau pekerjaan, Papi bisa memakluminya. Tapi ini, Zera menghabiskan waktu dengan hal-hal yang tidak berguna!” tegas sang ayah.

Zera yang dari tadi menundukkan kepalanya segera mengangkatnya lalu menatap ke arah Tuan Cornelius. Dia ingin menjawab semua perkataan ayahnya, akan tetapi sang ayah telah lebih dulu angkat bicara,

“Dan satu lagi, akhir minggu nanti keluarga kita telah diundang oleh kolega bisnis Papi ke rumah mereka. Zera, kamu harus ikut. Jangan sampai kamu membuat malu keluarga!”

Zera hanya mengangguk pelan. “Baik, Papi. Kalau tidak ada lagi yang Papi mau omongin, aku mau permisi ke kamar.”

Tanpa menunggu jawaban dari ayahnya, Zera berbalik dan melangkah menuju kamarnya yang berada di lantai atas. Setelah menutup pintu kamarnya, gadis cantik itu langsung merebahkan diri di atas tempat tidur yang empuk. Namun suara dering ponselnya tiba-tiba mengganggu keheningan. Zera mengambil ponselnya itu dan melihat nama yang tertera di layar, Abdiel.

Zera menghela napas panjang. Abdiel, pria yang sejak SMA terus mencoba mendekatinya, kini kembali menghubunginya. Namun, Zera tidak memiliki perasaan istimewa terhadapnya. Dengan malas, dia menekan tombol untuk menolak panggilan tersebut.

“Abdiel! Kenapa sih kamu tidak ada bosan-bosannya menggangguku?” kesalnya sendiri.

Zera lalu menatap langit-langit kamarnya, senyumnya perlahan kembali menghiasi wajahnya ketika ingatan tentang Farez muncul di benaknya.

“Kak Farez,” gumamnya pelan.

“Aku sangat bahagia bisa bersamamu lagi.”

Tiba-tiba, pintu kamarnya diketuk dari luar.

“Zera, boleh Mami masuk?” terdengar suara lembut Mami Debira dari luar kamar.

“Masuk saja, Mi,” jawab Zera sambil bangkit dari tempat tidur.

Mami Debira membuka pintu dan masuk ke kamar putrinya. Dia pun menatap Zera yang tampak berbeda malam ini. “Kamu kok senyum-senyum sendiri. Ada apa, Sayang? Sepertinya kamu sedang bahagia.”

Zera tersipu.

“Ah, nggak ada apa-apa kok, Mi.” ucapnya masih senyum-senyum sendiri.

Mami Debira lalu duduk di samping putrinya, menggenggam tangannya dengan lembut. Seraya berkata,

“Kamu tahu kan, kamu bisa cerita apa saja ke Mami. Jadi, apa yang membuat kamu sebahagia ini?”

Zera akhirnya tidak bisa menyembunyikan rahasianya. Dengan malu-malu, gadis itu menjawab,

“Aku ... aku sudah punya pacar, Mi.”

“Apa? Pacar?” Mami Debira terkejut namun berusaha menutupi keterkejutannya agar tidak membuat Zera cemas.

“Siapa dia, Zera? Ayo cerita kepada Mami. Mami ingin tahu, siapa yang berhasil mencuri hati anak mami yang cantik ini?” tukas sang ibu penasaran.

“Farez, Mi. Dia pacarku dulu waktu SMA. Kami bertemu lagi di acara reuni hari ini, dan kami memutuskan untuk memperjuangkan hubungan kami.”

Mami Debira memandang putrinya dengan perasaan haru. Dia tahu jika suaminya, Tuan Cornelius, memiliki rencana besar untuk menjodohkan Zera dengan anak salah satu kolega bisnisnya. Namun, melihat kebahagiaan di wajah Zera, sang ibu tidak tega menghancurkan momen ini.

“Farez .... Sepertinya Mami pernah dengar namanya. Dia anak yang baik, ya?” tanya Mami Debira dengan hati-hati.

Zera mengangguk antusias. “Iya, Mi! kak Farez sangat baik. Dulu, saat SMA, dia selalu mendukungku. Dan sekarang pun dia masih sama seperti dulu. Aku tahu ini mungkin tidak mudah, tapi aku ingin memperjuangkan hubungan kami.”

Mami Debira tersenyum tipis, meskipun dalam hatinya dia merasa khawatir.

“Zera, kamu tahu kan kalau Papi mungkin tidak akan setuju? Dia punya rencana lain untuk masa depan kamu.”

Zera menunduk.

“Aku tahu, Mi. Tapi aku yakin Farez bisa membuktikan dirinya. Aku hanya ingin diberi kesempatan.”

Melihat keteguhan hati putrinya, Mami Debira merasa kagum sekaligus khawatir. Namun, sang ibu memutuskan untuk mendukung Zera, setidaknya untuk saat ini.

“Baiklah, Zera. Mami tidak akan bilang apa-apa kepada Papi. Tapi kamu harus siap menghadapi konsekuensinya. Kalau kamu benar-benar mencintai Farez, buktikan kalau kalian bisa melewati semua tantangan ini bersama.”

Zera mengangguk dengan mata yang berbinar.

“Terima kasih, Mi. Aku janji akan berusaha sebaik mungkin.”

Setelah berbicara cukup lama, Mami Debira meninggalkan kamar Zera. Di luar, dia berhenti sejenak dan menghela napas panjang. Dalam hatinya, sang ibu berdoa agar putrinya diberikan kebahagiaan, meskipun tantangan besar akan datang di depan mereka.

Di dalam kamarnya, Zera kembali merebahkan dirinya di atas kasur. Dia menggenggam ponselnya erat-erat, seolah-olah ingin menelepon Farez untuk menceritakan semuanya. Namun, dia tahu jiks malam ini cukup baginya untuk mengingat senyum dan janji yang mereka buat bersama.

“Kak Farez, aku akan turut memperjuangkan cinta kita,” gumamnya pelan sebelum akhirnya memejamkan mata dengan hati yang penuh kebahagiaan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel