Bab 3 : Kehidupan Berbanding Terbalik
Pagi itu, Tania duduk di kafe kecil yang terletak di sudut jalan, dengan secangkir kopi hitam yang hampir dingin di depannya. Di sekelilingnya, orang-orang sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing, sementara Tania hanya menatap layar laptop yang kini kosong, tidak ada pekerjaan yang bisa dilakukannya. Pikirannya kacau, dan tubuhnya terasa letih setelah semalam begadang menyelesaikan desain untuk klien yang baru. Namun, belum ada bayaran yang diterima, dan rasa lelah itu semakin menambah beban di pundaknya.
Pekerjaan sebagai desainer interior freelance memang penuh tantangan, tetapi Tania merasa bahwa beban hidup yang dihadapinya kini lebih besar dari sekadar pekerjaan yang belum dibayar. Semua penghasilannya selalu habis untuk membayar utang-utang yang menumpuk dan biaya rumah sakit ayahnya yang terus membengkak. Ia tidak tahu lagi harus mencari ke mana, kecuali berharap pada peluang kecil yang mungkin datang.
---
Tania mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Hari ini, ia harus fokus pada pencarian pekerjaan tambahan. Sambil menggulir ponselnya, ia mencari informasi tentang proyek-proyek desain interior yang mungkin bisa ia ambil. Setiap kali melihat iklan pekerjaan, ia merasa seperti ada harapan kecil yang menyala, meskipun pada kenyataannya, sebagian besar proyek tersebut sudah dipenuhi oleh para desainer berpengalaman.
Keesokan harinya, Tania melanjutkan pencariannya dengan semangat yang tak kunjung padam. Di sisi lain, pikirannya kembali teringat pada ayahnya yang sedang dirawat di rumah sakit. Terkadang, ia merasa sangat tertekan, seperti dunia ini memberikan beban yang tak terhingga padanya. Namun, ia tak punya pilihan selain terus berjuang.
Tania melihat ada lowongan pekerjaan tambahan sebagai asisten desainer di sebuah perusahaan interior ternama. Meski sudah sangat lelah, ia memutuskan untuk mengirimkan lamaran. Tidak ada waktu untuk ragu. Keinginannya hanya satu: bisa membantu ayahnya, mencari cara agar bisa menyelesaikan semua masalah keuangan keluarga, dan tidak membiarkan impian ayahnya lenyap begitu saja.
Namun, meskipun ia merasa lelah, rasa optimis tetap ada dalam dirinya. Selalu ada peluang baru yang bisa ditemukan, meskipun itu kecil. Tania tahu, kalau ia berhenti berusaha, maka tidak ada lagi yang akan terjadi. Ia harus tetap bertahan.
---
Di sisi lain kota, Galih tengah duduk di ruang makan yang luas, makan pagi sendirian. Hanya ada pelayan yang menyiapkan makanannya, dan beberapa orang yang ia percayai untuk mengurus berbagai keperluan pribadinya. Pemandangan luar jendela apartemen mewahnya di lantai 30 menghadap ke kota Jakarta yang ramai, penuh dengan gedung pencakar langit yang gemerlap. Semua yang dimiliki Galih adalah hasil kerja kerasnya, tetapi tetap saja, kehidupan ini terasa kosong.
Galih menatap layar ponselnya yang dipenuhi dengan notifikasi dari berbagai grup percakapan bisnis, tetapi ia tak merasa terhubung dengan siapa pun. Semua rapat yang dihadirinya, semua pertemuan yang dilakukan, selalu berujung pada satu hal: pekerjaan. Ia tidak memiliki waktu untuk kehidupan pribadi. Pernikahan yang dipaksakan ibunya semakin menghantuinya, dan meskipun ia berada dalam kenyamanan hidup yang tidak dirasakan kebanyakan orang, hatinya terasa sunyi.
Tidak ada yang mengerti apa yang ia rasakan. Semua orang menganggap Galih adalah sosok yang sukses dan kaya, yang hidup dalam kemewahan dan kenyamanan. Tetapi mereka tidak tahu, bahwa hidupnya penuh dengan rasa kesepian yang tak terungkapkan. Ia terkadang merasa bahwa dunia ini hanya berputar di sekitar bisnis dan uang, dan bahwa tak ada orang yang benar-benar peduli padanya. Tidak ada wanita yang bisa ia ajak bicara tanpa merasa mereka lebih tertarik pada status dan hartanya daripada pada dirinya.
Galih menatap foto dirinya dengan ibunya yang terpajang di meja samping tempat tidur. Ia merasa semakin tertekan dengan ultimatum ibunya yang mengharuskannya menikah sebelum ulang tahun ke-30. Namun, meskipun perasaan itu selalu datang menghantuinya, ia tak tahu harus melangkah ke arah mana. Apakah ia harus mengikuti keinginan ibunya demi warisan perusahaan keluarga, ataukah ia bisa mencari kebahagiaan dengan cara lain? Semua keputusan itu terasa berat baginya.
Pernikahan seharusnya menjadi keputusan besar dalam hidup, tetapi bagi Galih, itu hanya seperti sebuah kewajiban—sebuah syarat yang harus dipenuhi agar dia tetap bisa memegang kendali atas perusahaan yang telah diwariskan keluarganya.
---
Tania dan Galih, dua individu yang sama sekali tidak saling kenal, menjalani kehidupan yang sangat berbanding terbalik. Tania, yang bekerja keras dengan segala keterbatasan, hidup dalam perjuangan yang tak ada habisnya. Setiap hari ia bangun dengan satu tujuan: bertahan hidup dan membantu keluarganya. Dalam kesulitan finansial yang tak kunjung selesai, Tania merasa dunia seolah menuntut lebih banyak darinya. Namun, meskipun berat, ia tidak pernah berhenti berharap bahwa suatu hari kehidupan akan memberinya kesempatan untuk bahagia.
Di sisi lain, Galih hidup dalam kemewahan, dikelilingi oleh segala kenyamanan yang diinginkan banyak orang. Meskipun memiliki lebih dari cukup uang dan segala fasilitas yang ia butuhkan, kesepian tetap mengisi ruang hatinya. Ia tidak merasa ada kedalaman dalam hidupnya, dan meskipun semua orang menganggapnya sukses, ia merasa kosong. Tekanan dari keluarga, terutama dari ibunya, semakin menambah kebingungannya. Ia merasa terjebak dalam rutinitas yang tak memberinya kebahagiaan sejati.
Tania dan Galih hidup di dunia yang berbeda, dengan masalah yang berbeda. Namun, takdir yang misterius mulai merangkai jalan mereka, menuntun mereka untuk berpapasan tanpa mereka sadari. Kedua dunia yang bertolak belakang itu, pada akhirnya, akan bertemu, mengubah hidup mereka selamanya.
---
Suatu hari, Tania menerima sebuah pesan email yang membuat hatinya berdegup kencang. Sebuah perusahaan desain interior besar yang baru saja membuka cabang di Jakarta menghubunginya dan menawarkan proyek besar. Mereka membutuhkan seorang desainer freelance untuk mendekorasi sebuah gedung kantor yang baru mereka beli, dan setelah melihat portofolio Tania, mereka merasa ia adalah kandidat yang tepat.
Tania hampir tidak percaya. Ini adalah kesempatan yang sangat langka, dan gaji yang mereka tawarkan jauh lebih besar daripada yang ia bayangkan. Ia merasa harapan hidupnya kembali terbuka sedikit lebih lebar. Ini adalah pekerjaan yang bisa memberinya kesempatan untuk melunasi utang dan biaya rumah sakit ayahnya, sekaligus membuktikan bahwa ia bisa sukses dalam bidang yang ia pilih.
Namun, di sisi lain kota, Galih juga mendapatkan kesempatan yang tak terduga. Sebuah proyek besar dari perusahaan induk mereka membutuhkan desain interior untuk ruang kantor utama mereka. Karena perusahaan itu sedang dalam proses perluasan, mereka ingin mempercantik ruang kerja dan menjadikannya lebih modern. Galih teringat akan nama Tania, seorang desainer muda yang pernah dibicarakan oleh salah seorang rekan kerjanya. Tanpa berpikir panjang, ia memutuskan untuk menghubungi Tania, meskipun ia belum pernah bertemu dengannya secara langsung.
Kehidupan mereka, yang tampaknya berjalan di jalur yang sangat berbeda, kini berada pada titik temu yang tak terduga. Takdir mulai mempertemukan dua dunia yang sangat berbeda, yang mungkin akan mengubah arah hidup keduanya selamanya.
---
Tania, yang berjuang keras mencari pekerjaan tambahan untuk membiayai keluarganya, dan Galih, yang hidup dalam kemewahan tetapi kesepian. Keduanya tidak saling mengenal, tetapi takdir mulai merangkai jalan mereka. Seiring dengan datangnya peluang besar bagi Tania dan keputusan penting yang dihadapi Galih, kehidupan mereka semakin dekat untuk bertemu, mungkin dengan cara yang tidak terduga.