Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

-tujuh-

Alunan musik dari headset milik Kak Mike yang terpasang di telinga membuat gw ikut bersenandung sambil berjalan menuju kelas. Tapi perhatian gw teralihkan melihat keramaian di lapangan.

Senyum penuh cibir otomatis terukir di bibir gw saat menangkap siapa dalang keributan pagi-pagi begini. Cowok belagu dan kakel galak. Gw membayangkan bagaimana cocoknya mereka untuk saling dihadapkan dalam perkelahian seperti ini.

Niat gw untuk mencari tau apa permasalahan mereka, seketika gw enyahkan saat melihat Peter. Ia memberi kode yang langsung gw asumsikan sebagai permintaan untuk tidak ikut campur dalam permasalahan ini. Dan entah apa yang terjadi dengan otak gw, bisa-bisanya gw menuruti begitu saja kode dari Peter.

Gw memilih untuk beralih ke deret loker angkatan kelas dua belas. Mencari nama Michael Cristian disana. Setelah mendapatkannya, gw membuka loker bersandi itu dan langsung berdecak melihat isinya. Dengan amat terpaksa, gw kembali dibuat harus membereskan sesuatu yang bukan milik gw.

Tak membutuhkan waktu lama karena gw hanya menyusun ulang isi loker tersebut, dan meletakkan headset yang menjadi niat awal gw mencari loker ini. Melihat post-it disana, gw langsung tersenyum dan meraih pulpen.

'Gw masukin buku hutang ya, my cutest brotha!'

Gw memberi tanda tangan beserta tanggal dan nama lengkap seolah kertas ini adalah surat resmi, sebelum akhirnya meninggalkan deret loker kelas dua belas diiringi tatapan tanda tanya beberapa siswa disekitar.

Kini tujuan gw tinggal ruang kelas, namun sepertinya tidak jadi karena saat melewati ruang guru, seorang dokter sekolah memanggil gw.

"Eve, Ibu minta tolong kamu ke UKS ya. Minta berkas pada pengurus UKS. Bilang saja Ibu yang minta, nanti dia tau yang mana.

Gw mengangguk, "Iya Bu."

Melihat keadaan UKS yang sepi membuat gw memutuskan sepihak untuk langsung membuka pintu. Gerakan gw membeku setelah melihat Marvel yang duduk di brankar. Dengan melepaskan kemejanya, membuat gw bisa melihat luka di dada kanan dan darah di sudut bibirnya.

Setelah berperang batin, gw memutuskan untuk masuk dengan masih ragu-ragu.

"Lo gak bisa ngetok pintu dulu sebelum masuk?"

Gw mengumpat dalam hati. Di keadaan seperti ini saja masih mengurusi soal tutup pintu!

"Ya kan gw kira gak ada orang. lo kenapa? Kayaknya di luar gak ada tawuran deh,"

"Lo kira gak ada orang? Jadi kalau lo masuk ruang gu-"

"Ish, badan lo udah babak belur gitu masih mau ceramah?"

Melihat UKS yang hanya berisi kami berdua, membuat gw berbaik hati ingin membantunya. Gw membuka lemari obat untuk mengambil kapas, alkohol, plester dan obat merah untuk dada nya yang lebam.

"Mau ngapain sih lo?! Gw gak minta diobatin."

"Ya terus lo ngapain ke UKS kalau gak mau diobatin? Ini juga gak ada petugas kan. Udah deh gak usah bawel."

"Kalau tujuan lo ngobatin gw, biar gw mudahin masuk OSIS. Mending lo balik ke kelas. Gw gak segampang itu dipengaruhi." ucapnya tajam.

"Ya terserah lo mau ngomong apa. Yaudah, lo kalo mau ngomong, ngomong aja dulu. Biar pas gw obatin lo gak usah banyak gerak, gak usah banyak ngomong."

"Lo gak bisa hormat dikit apa?" Intonasinya sedikit naik.

Tapi gw hanya diam sambil menuang alkohol ke kapas.

"Udah puas ngomongnya? Kalo udah, gw obatin."

Marvel balas tak menanggapi, membuat gw mulai menempelkan kapas beralkohol di bibirnya.

"Sshh.. sakit"

"Berani tonjok-tonjokan tapi diginiin aja ngeluh. Mau dikasih plester atau engga?"

Karena tak ada jawaban, gw memutuskan untuk tetap menempelkan plester.

"Sandaran," perintah gw yang tak didengarnya. Gw berdecak dan memaksanya untuk duduk bersandar.

Gw menuangkan obat merah ke tangan gw untuk mengobati dada nya yang lebam.

"Ini bakal lebih sakit daripada bibir lo. Jadi jangan bikin gerakan mendadak atau apapun yang bikin gw celaka. Awas lo."

Perlahan gw mengusap obat merah ke dada nya. Sesekali menatapnya yang meringis kecil.

Melihat kakel galak ini terus meringis menahan sakitnya, membuat gw terpikir untuk berlaku iseng.

"Akgh! Sakit! Lo gak bisa pelan-pelan apa?! Udah lah, yang ada makin babak belur gw diobatin Lo." omelnya karena tadi gw sedikit menekan lukanya.

"Ish, udah diobatin, bukannya makasih. Yaudah ah, gw mau ke ruang guru."

"Terus ini gak diberesin?"

"Beresin aja sendiri."

*

Bel istirahat menandakan bahwa gw harus bersiap ke ruang OSIS.

"Itu apa?" Menyadari kelas sepi, membuat gw menjawab pertanyaan dari Karel yang pasti ditujukan ke gw.

"Umm.. daftar OSIS."

Bryan mendengus meremehkan membuat gw mengalihkan pandangan padanya dan menangkap rahang biru dan alis yang sedikit robek. "Udah nyari perhatian Mike sekarang nyari perhatian ketos?"

"Lo sendiri? Udah nyari masalah sama ketos masih mau nyari masalah sama Mike?"

Ia mengernyit membuat gw menjelaskan apa maksud ucapan gw. "Gw masih ceweknya Mike, kalau lo lupa." ujar gw percaya diri dan beralih keluar kelas.

Di jalan menuju ruang OSIS, gw bergidik ngeri membayangkan diri gw yang baru saja membanggakan diri sebagai pacar dari playboy seperti Kak Mike.

Melihat Nana yang juga baru berjalan menuju ruang OSIS membuat gw dapat mengumpulkan laporan bersama. Gw terkekeh melihat Nana yang mengatur napasnya sebelum memasuki ruang OSIS.

tok.. tok.. tok..

"Permisi Kak," ucap Nana gugup melihat Marvel yang kebetulan berada di dekat pintu.

"Owh dateng, kirain give up." Cibirnya.

"Ya nggak lah, masa belom apa-apa udah give up. Lo sendiri gimana, ketos tapi pesimis sama calon anggota baru."

"Lo gak bisa hormat dikit? Oke kalau lo emang gak suka gw menjabat sebagai ketua OSIS, tapi gw juga kakak kelas lo."

"Intinya, itu print-an nya yang cuma nyusahin. Udah pasti gak lo baca. Yang bakal lo lihat cuma cover, daftar isi, sama pembuka. Bagus-bagus masih dilihat struktur penulisan nya."

Nana yang dari tadi speechless melihat sikap jutek gw, akhirnya ikut meletakkan print-annya. "Eh.. umm.. ini Kak. Maaf ya Kak, Eve mungkin lagi gak bagus mood nya."

"Kok jadi gw?!"

"Makasih ya Kak. Permisi." Nana menarik tangan gw keluar dari ruang OSIS dan langsung mengomel ketika kami sudah cukup jauh.

"Vee! Lo apa-apaan sih?! Pulang sekolah tuh kita mau presentasi! Sikap kita sekarang jadi penentu juga. Bisa gak sih lo gak jutek sama Kak Marvel?"

"Dengan sikapnya gini, menurut lo dia akan baik sama kita? Walaupun kita masuk dengan sopan, jaga omongan dan sikap ya dia sama aja! Dia udah terlalu mandang sebelah mata semua cewek disini."

Nana menghela napas, memilih tak melanjutkan argumen yang tak akan selesai dalam waktu singkat ini. "Yaudah, kantin yuk."

"Hmm.. males sih," tolak gw, namun Nana kembali menarik paksa menuju kantin.

"Duduk di situ aja yuk, Vee,"ajak Nana untuk duduk di meja kosong yang tempatnya cukup nyaman.

"Vee, Lo pesen apa?"

"Gw gak laper. Gw beli yoghurt aja. Bentar ya."

Setelah mendapat anggukan, gw beranjak menuju salah satu penjual minuman dingin dan mencari yoghurt di deretan minuman lainnya.

gubrak..

Fokus gw teralih mendengar suara itu, apalagi suasana kantin mandadak sepi.

Mata gw membulat ketika menangkap apa yang terjadi. Gw langsung berjalan mendekati Nana yang beradu argumen dengan Bryan.

"Ini tempat duduk gw! Semua anak-anak disini tau dan mereka gak nempatin meja ini. Kenapa jadi lo yang sok nyari ribut?" bentak Bryan pada Nana.

"Apa-apaan sih lo cowok belagu?! Lo siapa sampai bisa-bisanya ngeHM-in meja ini? Meja ini tuh kosong, jadi hak siapa aja buat duduk disini!" sahut gw langsung bergabung.

Bryan menatap gw tajam. "Gw siapa? Apa harus gw ingetin untuk kesekian kalinya kalau gw King of FD? Nyokap gw punya hubungan persahabatan dengan pemilik yayasan FD kalau lo mau tau."

Ucapan percaya dirinya spontan membuat gw dan Nana terkejut. Bukan soal hubungan orang tua nya tapi sikap sombongnya itu yang menyentak gw. "What?! Hubungan gitu aja lo bangga-banggain? Lo belom tau kalau bokapnya-" ucapan Nana langsung gw potong.

"Cukup Na. Gak usah dilanjutin debat sama orang yang punya hubungan erat dengan pemilik yayasan FD. Gw gak mau kita punya masalah di sekolah."

"But Vee-"

Gw menarik Nana keluar kantin. Dan langsung menghela napas kasar menyadari cowok itu tak henti-hentinya mencari masalah.

"Tuh cowok gila atau gimana sih? Punya hubungan persahabatan aja bangga? Gw yang anaknya aja nggak ada bangga-bangga nya!"

"Lo juga gila, Vee! Tadi lo jutek ke Kak Marvel, dan malah ngalah di depan cowok brandal kayak mereka. Mereka tuh nggak pantes untuk nginjak-nginjak kita gini!"

"Iya Na, gw tau. Tapi kalau kita balas mereka bukannya kita jadi sama kayak mereka? Kita akan balas sikap mereka, tapi nggak sekarang."

Nana menekuk wajahnya mendengar keputusan tak terbantahkan gw. "Rencana pembalasan lo gak akan berhasil kalau lo kelamaan, yang ada mereka akan makin nginjek-nginjek kita sampai gak bisa bangun."

"Udah deh jangan pesimis. Gw yakin mereka kalah."

Namun tentu Nana tak menyambut baik penuturan optimis gw. "Na, please! Backing kita tuh Kak Mike, dan gw anak pemilik yayasan. Dia akan nyesel udah ngebeberin hubungan nyokapnya dengan ayah gw di depan anak-anak."

"Gw tau, cepat atau lambat dia pasti kalah. Tapi kan lo pasti gak mau langsung to the point. Sebisa mungkin lo tutupin kan."

"Gw nggak tutupin. Janji!"

"Nutupin sih enggak, tapi nggak mau ngebeberin juga kan."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel