-delapan-
"Gak bisa dimasukin buku hutang, Vee! Gw nggak berhutang apa-apa ya."
"Gw udah beresin loker lo. Ya hutang lah," jawab gw sekenanya sambil membereskan alat tulis dalam tas.
Tentunya kelas sudah kosong sebelum akhirnya Kak Mike menghampiri gw ke kelas hanya untuk memperdebatkan soal hutang itu.
"Bonjour," ucap seseorang yang gw kenali sebagai sahabat gw sejak kecil.
"Nih bocah berdua mentang-mentang tinggal di Prancis lama, sombong banget ya."
"Gw nggak niat sombong ya, Kak." ujar Nana membela diri sambil berjalan memasuki kelas dan duduk di kursi sebelah gw.
"Liat aja ntar gw ngomong bahasa Kanada, lo pada nggak ngerti."
Gw dan Nana mengernyit. Di detik selanjutnya tawa menghambur bersamaan. "Bahasa Kanada? Karna Ayah darah Kanada jadi lo berencana belajar bahasa Kanada? Di Kanada bahasa yang digunakan itu bahasa Inggris dan Prancis kalau lo mau tau, Kak."
Kalah telak, Kak Mike hanya mengedikkan bahunya.
"Bawain, Kak. Gw mau ke ruang OSIS dulu. Balik duluan aja sana." usir gw sambil menyodorkan tas sekolah gw.
"Idih, siapa yang mau nungguin."
Menyadari Kak Mike masih kesal karena kalah berargumen membuat gw tak berniat melanjutkan perdebatan kali ini. Gw hanya mengajak Nana untuk langsung beralih ke ruang OSIS. Meninggalkan Kak Mike dengan lambaian tangan tanpa pamit lagi.
Sesampainya di depan ruang OSIS, tangan kanan Nana telah terangkat, bersiap mengetuk pintu sebelum satu suara membekukan kegiatannya.
"Gw minta kalian datang pulang sekolah. Dan sekarang udah lewat 15 menit dari bel pulang sekolah. Kayaknya jarak kelas kalian ke sini gak sampai 15 menit."
"Maaf Kak," ujar Nana yang seharusnya tanpa rasa bersalah. Ya bayangkan saja, tak mungkin OSIS pun berkumpul di detik yang sama dengan bel berbunyi!
"Ya udah, langsung mulai aja. Yang lain duduk di tempat masing-masing. Lo berdua atur, kita terima presentasi kalian."
Kami mempersiapkan segala penunjang presentasi. Sesekali gw melirik Nana yang nervous bukan main, terlihat dari tingkahnya yang tak kunjung berhenti memainkan jari-jari lentiknya.
Gw memulai pembukaan, dilanjutkan Nana yang menjelaskan sistem pendataan kegiatan non-KBM di FD dengan prosedurnya.
Kini giliran gw menjelaskan garis besar rencana kegiatan yang telah gw susun. Tentunya sudah gw diskusikan dengan Kak Mike semalam, jadi gw bisa melihat kemana minat siswa terutama angkatan kelas dua belas untuk kegiatan sekolah.
"Sekian penjelasan dari kami, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih."
prok.. prok.. prok...
Just guess who first give us applause.
"Well.. it's a good job. Welcome to your new family. 'OSIS: we are team. We are better together'." ujar Marvel dengan senyum merekah membuat gw ikut tersenyum melihat manisnya senyuman itu.
"Na, gw rasa lo bisa ambil sekretaris dan-"
"Sorry Vel, sekre udah 3. Dan itu cewek semua"
"Gw masih ingat jelas kalau gw udah ngasih perintah untuk ngeluarin bagian 3. Um.. tapi lo masuk kepala bidang 2 aja, Na. Ngurus perlengkapan. Teknis nya lo tanya Lyvia. Dan Vee, lo pegang wakil ketua 2. Lo gak bisa langsung jadi ketua."
"What?!"
"Serius, Vel?"
Anggota OSIS bersahutan, tak percaya dengan keputusan spontan pemimpinnya.
"Waktu pelantikan lo bilang gak perlu wakil dua!" omel Lyvia -wakil ketua OSIS.
Melihat situasi yang makin tak kondusif, gw membuka suara. "Gw tau kok gak bisa langsung jadi ketua. Umm.. tapi.."
"Kenapa?"
"Sebenarnya gw gak berniat masuk OSIS, Kak. Awalnya gw sekadar nemenin Nana daftar OSIS. Tapi dengan sikap lo, gw jadi kesel. Gw pengen lo gak judge orang gitu aja. Umm.. emang sih, banyak anak-anak yang cuma ganggu kegiatan kalian di sini. Tapi kan tetap aja. Jadi sorry Kak, kalau dari kemaren gw nggak respect kalian. Memang niat gw buat lo marah dan akhirnya kaget dengan hasil kerja gw.
"Semua kegiatan yang udah gw rencanain bisa lo jalanin kok. Gak perlu bawa nama gw dalam proposal juga it's ok. Gw mau bangun FD jadi lebih baik. Umm.. sorry banget ya, Kak. Gw ngabisin waktu kalian dan jadi adkel yang gak ada hormat-hormatnya." ucap gw yang tak langsung ditanggapi. Tampak semua kaget dengan keputusan gw.
"Kalau itu emang keputusan lo, kita terima. Sorry juga kalau sikap gw keterlaluan. Gw yakin lo ngerti alasan gw. Gini aja, kita minta kontak lo, jadi kalau ada sesuatu, kita bisa langsung ngomong-"
"Lo adek nya Mike kan?" selak Lyvia cepat.
"Eh-"
Lyvia terkekeh, "Nggak perlu ngelak. Gw termasuk deretan mantan mainannya Mike. Jadi gw bisa lihat kalau cuma kalian berdua yang di treat as a real princess sama Mike."
"Yes, we are his only princesses." jawab Nana yang memang terlalu sensitif mengenai deretan mantan Mike, padahal gw yang adiknya tak begitu memperhatikan hal tidak penting itu.
"Berarti kita gampang untuk contact lo, ya. Okay, thanks semuanya. Nana, mulai besok lo udah kerja bareng kita. Hari ini cukup untuk ini dulu. Makasih untuk nya. Bisa langsung balik," ucap Marvel selaku ketua OSIS menutup kegiatan kali ini.
Satu-persatu meninggalkan ruang OSIS. Nana yang mendapat telpon dari Daddy langsung pamit. Sedangkan gw masih dibantu Marvel membereskan peralatan untuk presentasi tadi.
"Sini gw bantu," ucapnya melihat gw kesusahan menaikkan layar infocus.
"Eh- umm.. thanks, Kak."
"Semenjak sopan lo jadi canggung gitu ya? Kayaknya tadi pagi masing songong banget deh."
"Gak canggung sih, cuma takut aja."
"Takut? Sama gw?"
"Gak lah, ngapain takut sama lo. Gw takut sama Nana tuh. Kalau aja dia gak ditelpon, gw pasti udah diomel-omelin," jawab gw jujur ditanggapi tawa.
"Ya lo emang ngeselin. Gak salah kalo diomel-omelin."
Gw hanya terkekeh sekenanya. Tak begitu nyaman terjebak dalam situasi seperti ini. "Ya udah gw balik ya, Kak."
Gw keluar dari ruang OSIS begitu saja. Namun Marvel mengejar dan berjalan di sisi kiri gw. "Lo balik sendiri?"
"Gak tau nih, tergantung kakak."
Gw mengedarkan pandangan mencari keberadaan Kak Mike sambil merapalkan doa, berharap menemukan kakak terlaknat gw itu, atau setidaknya Marvel yang pergi lebih dulu.
"Mike atau Dimas?"
"Tergantung juga."
"Bukannya Mike biasa-"
"Lo balik duluan aja, Kak. Gw masih nunggu, lama kayaknya," ucap gw beralasan.
"Gw temenin juga gak apa-apa, atau mau gw anterin?"
"Hah? Gak usah."
kring.. kring..
Gw langsung memeriksa ponsel dan ternyata dering tersebut dari ponsel Marvel. "Bentar ya, gw angkat dulu."
"Iya."
Iya, kalo bisa lama aja, batin gw.
Marvel mengambil jarak untuk mengangkat telepon. Gw ingin berdecih karena bahkan gw tak berminat menguping obrolannya dengan siapapun itu.
Setelah beberapa waktu, Marvel kembali menghampiri gw. "Lo mau gw anterin gak?" tawarnya lagi.
"Gak usah, Kak. Gw um.. mau ke toilet dulu. See you!" ujar gw sudah tak ingin dekat-dekat dengan ketua OSIS gebetan Nana, sekaligus pasangan perang si cowok belagu.
"Vee!"
"Ya?" tanya gw membalikkan badan sejenak.
"Toilet kan kesana," ujarnya ragu-ragu sambil menunjuk ke arah yang berlawanan dengan arah gw berjalan.
Gw memaksakan senyum padahal yang terlintas di pikiran gw hanyalah reaksi Kak Mike jika dia mengetahui kejadian ini.
"Eh- umm.. gw mau ke ruangan.. ruangan ayah! Iya, ruangan ayah. See you!"
*
