Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

-lima-

Namun tentu saja ucapannya bukanlah permintaan persetujuan, namun perintah seperti biasa. Gw sudah pasrah saja ketika Bryan menarik dan menghempaskan tangan gw begitu saja untuk memasuki mobilnya.

Bryan melajukan mobilnya tanpa menanyakan arah ataupun tujuan. Gw tentu mengira-ngira apa niat dibalik sikapnya ini. Dan pemikiran buruk gw terhadapnya tak sepenuhnya salah ketika Bryan berhenti di suatu jalan yang sepi.

"Turun."

"Yant?"

"Lo berharap gw antar sampai rumah, hah?"

"Tapi jalan ini sepi, Yant! Lo cowok bukan sih?! Jangan keterlaluan!"

"Bodo amat dengan lo. Gw bilang turun ya turun." ujarnya tajam.

Gw menghela napas serba salah. Tak mungkin gw turun dan melewati jalan sepi yang rawan kejahatan di malam hari seperti ini. Namun tak mungkin juga cowok ini akan membiarkan gw menumpang kendaraannya.

Setelah mengumpulkan nyali, gw melepas seatbelt dan membuka pintu perlahan. Gw jauh lebih berharap besok gw harus kembali membereskan perpustakaan FD dibanding berjalan sendiri di jalan ini.

Namun kenaifan gw, berharap Bryan bersikap baik langsung menampar diri gw sendiri karena Bryan langsung melajukan mobilnya tanpa mengucapkan apapun lagi. Ah, gw merasa seperti wanita panggilan yang baru dikembalikan.

Gw memperhatikan sekitar sebelum akhirnya membuka ponsel untuk menelpon Kak Mike. Melihat jarangnya kendaraan yang berlalu lalang dan menyadari jika Kak Mike pasti tengah ada di tongkrongannya membuat gw meremas ponsel kesal.

Teriakan hampir keluar dari mulut gw ketika satu motor berhenti tepat di sebelah gw. Gw langsung berjalan menjauh dan fantasi liar gw langsung melayang-layang memikirkan barang apa saja yang akan dirampas. Namun pikiran gw langsung terhenti kala orang ini menahan tangan gw dan membuka suaranya.

"Ini gw. Lo pulang bareng gw."

Ucapannya membuat gw mengalihkan pandangan ke wajahnya yang tertutup kaca helm. Walaupun begitu gw masih bisa menyadari kalau dia adalah Peter.

"Cepet naik kalau nggak mau gw tinggal. Gw nggak nawarin dua kali."

Gw memikirkan apa lagi keisengan yang akan gw terima dari kawanan cowok-cowok belagu ini. Namun langsung gw tepis ketika menyadari ancamannya. Gw menaiki motor sportnya tanpa berucap apa-apa lagi.

Tidak ada obrolan yang terjadi. Hanya Peter yang bertanya dimana rumah gw dan gw hanya menunjukkan di belokan mana ia harus memutar kemudi tanpa menyebutkan alamat spesifik.

"Rumah lo dimana?"

"Turunin gw di sini aja." pinta gw, belum ingin siapapun mengetahui latar belakang gw.

"Gw tanya rumah lo dimana. Lo emang nggak punya rumah atau nggak ngerti arti rumah?" tanyanya sarkas membuat gw meringis membayangkan gadis mana yang betah dekat dengannya.

"Gw turun disini aja, Pete."

"Rumah lo dima-"

"Gw turun disini!" bentak gw sehingga Peter menghentikan laju motornya.

Gw langsung memanfaatkan waktu untuk turun sebelum Peter malah kembali melaju. "Gw heran ada cowok sejudes lo."

Peter hanya diam, tak menanggapi ucapan gw atau hanya sekedar menatap gw. "Lo ngapain masih disini?"

"Nunggu makasih." ujarnya lagi-lagi sarkas sambil mengalihkan tatapan tajam sekilasnya pada gw karena setelahnya tatapan itu benar-benar mengunci pandangan gw, tanpa makna sinis dibaliknya.

"Eh- maaf."

"Gw nunggunya makasih, kenapa dikasih maaf?"

"Um- makasih."

Dan benar saja, setelah gw mengucapakan terimakasih, Peter langsung menancap gas. Gw melupakan momen saling tatap tadi dan langsung berjalan pulang dengan jantung yang berpacu.

*

Bel penanda waktu pulang dibunyikan sehingga gw menghela napas. Seperti biasa, gw lebih senang memperhatikan hiruk-pikuk yang terjadi di antara teman-teman sekelas yang akan meninggalkan ruangan ini untuk semalam, karena tentunya mereka akan kembali ketika mentari bersiap untuk kembali menyinari.

Tatapan gw kembali terkunci kala beradu pandang dengan cowok yang mengantar gw semalam. Gw tersenyum tipis mengingat hal yang mungkin bisa dikategorikan kebaikan itu. Tanpa gw sangka sebelumnya, Peter menarik sudut bibirnya sekilas seolah membalas senyum tipis gw.

Ketika kelas telah kosong, gw memasukan kotak pensil -perlengkapan terakhir yang belum gw bereskan- ke dalam tas."Eve Healley!"

"Hai."

"Ikut gw yuk. Daftar OSIS," ajak Nana seperti kebiasaannya, tanpa basa-basi.

"OSIS? Seriously? Males ih."

"Ish, pokoknya kita harus jadi OSIS. Lo harus bantu gw tunjukkin ke genk nya Shabil kalau mereka yang kebanyakan tingkah."

"Shabil?" ulang gw seperti tak asing dengan nama itu.

"Shabil siapa, Na?"

"Kakel. Cari aja yang paling tengil. Itu dia." Nana terus menarik gw menuju ruang OSIS sebelum akhirnya tiba-tiba berhenti sehingga gw menabrak tubuhnya. "Duh Na!"

"Shush, bawel. Kita harus rapi-rapi. Ada ketua OSIS, Vee. Dia tuh boyfriendable banget! Tapi yang baru kenal dia pasti kesannya dia galak. Pokoknya kita harus tampil baik di depan dia." Gw tersenyum mendengar ucapan Nana.

Nana suka dengan si ketua OSIS itu. Walaupun Nana nggak menyatakannya langsung, ucapannya tadi menjelaskan semuanya.

Gw jadi penasaran sama kakak ketua OSIS idaman Nana.

"Permisi.."

"Kalau lo cuma mau minta foto atau tanda tangan atau ngajak ketemuan si prince mostwanted itu, mending balik. Dia sibuk." Sambutan sinis itu membuat Nana bingung menanggapinya. Sedangkan gw tak terlalu peduli dan lebih fokus dengan ruang OSIS. Langsung terlintas bayangan CM room yang juga amat nyaman, persis dengan ruang kerja anggota organisasi siswa ini.

"Umm.. engga kak, kita mau daftar jadi pengurus OSIS." jawab Nana membuat orang yang menyambut kita dengan kesinisan tadi akhirnya menengok dan sedikit terkejut.

"Eh, Na.." Gw yakin cowok itu terkejut telah berlaku sinis pada gadis kesayangan Mike di sekolah. "Marvel, ada yang nyari!"

Gw mengernyit mendengar nama yang tak asing itu.

"Gw sibuk, gak ada waktu buat ngadepin kalian. Mending sekarang keluar. Ini bukan ruangan meet n greet. Ini ruang OSIS." Suara yang tak asing itu membuat gw mengalihkan pandangan. Mata gw seketika membulat mendapati seseorang yang tengah berkutat dengan komputer nya.

KAKEL GALAK?! DIA KETUA OSIS NYA?!

"Cih.. gimana peraturan mau diikuti kalau yang seharusnya memberi contoh, gak punya citra sama sekali di depan bawahannya?" ucap gw tajam membuat semua penduduk ruangan terkejut.

"Di sini ruangan buat siswa FD yang pengen jadi OSIS. Belajar jadi pemimpin, bukan kritikus atau pemberontak. Gw sibuk dan gak punya waktu buat nanggepin omongan lo yang gak berdasar itu," balas si ketos galak tanpa mengalihkan perhatiannya dari komputer.

"Lo gak usah ngomong juga gw udah tau. Ini ruang OSIS, buat belajar jadi pemimpin, tapi sekaligus juga jadi pelayan. Intinya gw kesini buat jadi OSIS dan bikin pembaharuan citra OSIS! Sesuai dengan motto FD 'Ketaqwaan, Kedisiplinan, Kejujuran, dan Kekeluargaan'. Darimana kekeluargaan nya kalau ada siswa yang datang ke ruang OSIS langsung diusir."

Karena gw membawa motto FD dalam argumen, Marvel langsung mengalihkan pandangannya. Terlintas keterkejutan di manik hitam pekatnya. "Owh elo. Anak baru yang nyolot kemarin. Lo gak baca peraturan di lembar pendaftaran tapi hafal motto FD. Gw terima tantangan lo."

Gw mengernyit, "Gw gak nantangin lo. Gw bilang, gw mau jadi OSIS. Makanya kalau orang ngomong tuh didenger untuk dipahami, bukan didenger untuk dijawab," ucap gw tajam yang tak diacuhkannya.

"Sampai saat ini, jabatan ketos masih gw pegang. Dan keinginan lo untuk merebut jabatan gw masih harus melewati proses seleksi."

Marvel berjalan menuju rak di sudut ruangan untuk mengambil 2 berkas yang cukup tebal. Gw langsung mencoba mencari tau apa isi berkas tersebut setelah Marvel membantingnya ke meja di hadapan kami.

'Proposal & Laporan Kegiatan FD 1990-2017'

"Lo berdua, buat proposal kegiatan sampai akhir masa jabatan. Harus sistematis seperti dalam berkas ini. Lo juga bisa lihat kegiatan apa aja yang udah rutin dilakukan atau malah yang udah jadi sampah di FD.

"Gw terima dalam bentuk jilid rapi. Kalian kumpulkan print-an nya dan juga harus bikin powerpoint yang pasti harus diringkas. Karena pulang sekolah, kalian harus presentasi. Nggak ada toleransi waktu. Ngerti?"

"Hah? Segini banyak?" Nana akhirnya membuka suara setelah Marvel menatapnya menunggu tanggapan.

"Iya, kenapa? Gak sanggup? Gak usah jadi OSIS kalau-"

"Sanggup lah!" potong gw dan langsung menarik Nana keluar dengan sebelumnya mengucapkan terimakasih.

"Lo gila, Vee?!"

Gw memilih mengedikkan bahu mendengar omelan Nana yang baru menguar ketika kami cukup jauh dari ruang OSIS.

"Sikap Kak Marvel emang gitu, Vee. Banyak siswi yang datang untuk nyari perhatian Marvel. Ya OSIS pasti capek ngadapinnya."

"Sikapnya itu seenaknya, Na. Bukan cuma sebatas tegas. Dan gw gak suka!"

"Ish Vee! Kalau besok kita sampai gak selesaiin tugas ini, citra kita udah jelek di mata Kak Marvel. Dia pasti ingat dan selalu nyindir itu kalau kita ngelakuin kesalahan baru."

"Tapi lo emang pengen diingat sama kakel galak itu kan?" goda gw.

"Tau ah, Vee! Kak Marvel gak galak. Dia baik, tegas, dan gw suka sama dia."

Gw terkekeh mendengar pengakuan spontannya. "Gw tau kok, Na. Lo bukan cuma pengen ngebantah siapa tuh? Shabil? Tapi juga pengen deket sama kakak ketos galak. Cie.. yang lagi berbunga-bunga. Awas dipetik lagi sama Kak Mike."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel