Bab.5. Heboh Dari Dalam Kamar
"Igo, tolong nanti bawain koper Cia di bagasi belakang mobil ya?" pinta mamanya dengan nada keibuan. Tentu saja Rodrigo tak bisa menolak sekalipun dia enggan.
"Mau ditaruh ke mana tuh koper, Ma?" tanya Igo dari bangku belakang mobil yang sedang membelok ke arah gapura masuk perumahan Kartika Buana.
Pak Bastian pun berdecak kesal, "Ckk ... Igo, kamu ini kok masih nanya sih? Ya jelas dibawa ke kamar kamu dong. Sekarang kalian suami istri, masa malam pertama malah pisah ranjang!"
'WHAT?!' batin Igo dan Cia berseru bersamaan lalu mereka pun menoleh seraya saling melempar tatapan tak setuju.
Kemudian segera Ciara menutupi dadanya dengan dua tangan tersilang, sedangkan Igo tersenyum miring disertai ekspresi bandel. Mulut Igo berucap tanpa suara, "Mampus lo!"
"Ehm ... berarti malam ini Igo tidur bareng sama Cia satu ranjang berdua, bener gitu ya Pa?" ujar Rodrigo dengan suara lantang dan jelas agar Ciara mendengar sendiri apa kata orang tuanya.
"Yoii lah, kalian yang rukun. Cia dipeluk biar nggak kedinginan ya, Go. Jangan sampai anak orang masuk angin gara-gara kamu nggak perhatian!" jawab Pak Bastian sambil memasukkan mobil ke carport.
"Akhirnya sampai juga. Yuk turun, Cia. Mama mau ajak kamu tur keliling rumah sebentar!" ajak Nyonya Chintami ramah. Ciara dirangkul bahunya berjalan-jalan menyusuri semua sudut rumah agar lebih familiar sebagai penghuni baru.
Igo mengangkat sebuah koper besar warna merah maroon milik istrinya yang begitu belia itu. Dia tidak ikut berkeliling rumah dan memilih untuk mandi lagi karena gerah mengenakan setelan jas sedari siang.
Setelah semua bagian dari ruang tamu, ruang makan, patio samping, sampai dapur diperlihatkan oleh mama mertuanya, Ciara diantarkan ke lantai dua hingga ke sebuah pintu kamar tertutup dengan hiasan poster mobil sport Aston Martin mentereng.
"Nah, ini kamarnya Igo, Sayang. Ya udah gih, kamu masuk dan istirahat. Sampai ketemu besok pagi ya, Cia!" ujar Nyonya Chintami seraya memeluk cium pipi menantu barunya yang masih imut-imut itu.
"Bye, Mam. Cia ... ehh ... Cia masuk dulu!" pamit Ciara terlihat sangat grogi. Mama mertuanya malah terkikik geli melihatnya.
Setelah menutup pintu kamar rapat-rapat, Ciara melangkah seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Dia mengagumi kerapihan kamar suaminya, semua tertata teratur dan wangi.
"Waduh, tempat tidurnya kok queen size sih. Malam ini aku mesti empet-empetan bobo sekasur sama Igo?!" ujar Ciara keberatan.
Suara deheman dari belakang punggungnya mengejutkan Ciara. Dia pun sontak membalik badan dan langsung disuguhi pemandangan gugusan otot yang kotak-kotak berlapis kulit warna terang. Ada jejak bulu gelap di bawah pusar yang tentunya mengarah ke ...
"Kyaaa! Kok lo bugil-bugil di depan gue sih!" teriak Ciara panik. Dia sontak menutup matanya dengan telapak tangan.
Igo tertawa mendengkus melihat reaksi Ciara melihatnya sehabis mandi. "Untung gue cuma lupa bawa baju dan celana, coba lupa handuk juga. Apa kagak lo teriak mpe satu RT denger, Cia?!"
"Buruan pake baju. Gue kagak minat lihat terong lo gondal-gandul menodai mata gue!" hardik Ciara masih menutupi matanya.
Namun, Igo malah berjalan menghampirinya dan menarik tangan Ciara. "Gak lihat boleh, tapi lo coba pegang deh biar tahu perangkat keras laki lo seberapa! Katanya mau malam pertama 'kan?" goda Igo sengaja. Dia ingin tahu seberapa nyali cewek barbar seantero SMA Teruna Negeri itu.
"Ogaahh!" teriak Ciara tarik menarik tangannya dengan Igo hingga keduanya hilang keseimbangan dan terguling ke lantai yang untungnya berkarpet tebal.
Bunyi bergedebuk disertai jeritan Ciara itu cukup keras hingga membuat papa mama Igo segera naik ke kamar putra mereka. Pintu kamar belum sempat dikunci oleh Ciara karena memang bukan kamarnya.
"Ada apa, Nak?!" teriak Pak Bastian seraya membuka pintu lebar-lebar diikuti istrinya dari belakang.
Pemandangan janggal di lantai di mana Ciara menindih Igo yang tak berpakaian membuat Pak Bastian dan Nyonya Chintami salah tingkah sendiri.
"Ehm ... ya sudah, kalian teruskan saja. Papa dan mama nggak akan ganggu lagi. Kirain kenapa tadi, ternyata lagi mesra. Hohoho!" ujar Pak Bastian dengan seringai lebar seolah-olah paham apa yang sedang terjadi di antara Igo dan Cia.
Belum sempat Igo maupun Cia menjelaskan tentang situasi janggal itu, pintu telah kembali menutup rapat.
"Puas lo bikin bokap nyokap inspeksi mendadak ke mari?!" bentak Igo dengan wajah masam.
"Nggak gitu juga kali, ngapain tangan lo remes-remes bokong gue?! Dasar mecuum!" sembur Ciara. Dia kesulitan berdiri karena ditahan kedua lengan kokoh Igo hingga tubuh mereka masih saja saling tindih.
"Udah sah, bebas. Gue cuma mesra sama bini kayak omongan bokap tadi. Kenavaa?" goda Igo dengan tampang innocent memandangi si tengil yang setelah diperhatikan cantik juga.
Ciara bergerak-gerak heboh menuntut dilepaskan hingga Igo merasa tak nyaman bagian area pribadinya tergesek-gesek. "Stop wooii! Gue pinggirin deh biar lo bebas!" serunya lalu menggulingkan tubuh Ciara ke lantai sampingnya.
Rodrigo bergegas bangkit dari lantai dan sengaja membiarkan gadis barbar itu memelototi jagoannya yang setengah bangun dari tidur pulasnya.
"Anjriiit! Mesti banget lo pamerin!" Ciara lekas-lekas bangkit berdiri dari lantai sekalipun gaun pengantin model jadul itu sungguh musibah baginya. Kain di bagian bawah gaun yang dikenakan Ciara terinjak sendiri olehnya dan membuatnya limbung.
Untungnya Igo sigap menangkapnya hingga tak celaka. "Dasar bocah petakilan. Bilang makasih! Gue pahlawan penolong lo, kalau kagak, lo udah benjol!" ujar Igo gemas.
"Iya ... iya ... makasih. Udah ahh, gue mau mandi. Dan ... tolong masukin terong lo ke pembungkus, serem gue liatnya!" cerocos Ciara seraya celingukan mencari kopernya. Bukan dia yang menyiapkan isi koper melainkan sang mama tadi siang.
Akhirnya, Igo meraih selembar celana boxer di lemari pakaian dan mengenakannya. Dia duduk santai di tepi ranjang memandangi teman sekamar barunya yang nampak sibuk membongkar isi koper.
"Oya, lemari baju gue penuh. Besok biar dibeliin lemari baru buat lo deh. Sementara biarin baju-baju lo di koper dulu ya!" ujar Igo santai.
"Hmm!" jawab Ciara singkat. Sebenarnya dia tak ingin banyak mengobrol karena capek. Namun, ini penting untuk dia katakan ke Igo karena menyangkut nasibnya. "Ehm ... gue mau ngomong penting sama lo. Kasur itu kurang lebar buat kita berdua, bisa nggak minta papa lo beliin yang king size?"
"Kenapa emang? Gue demen yang sempit-sempit biar makin kenal lo luar dalam!" tantang Igo sekalipun dia tak ada niatan memaksa Ciara melakukan yang tidak-tidak.
"Sialan lo, Go. Gue ngerasa jadi korban kawin paksa kalau begini terus!" bentak Ciara seraya membanting baju yang telah dipilihnya tadi ke dalam koper. Dia segera menutup kembali resleting kopernya dan berkata seraya menahan air mata, "Gue mau batalin pernikahan dan pulang ke rumah!"
Koper itu sudah Ciara seret menuju ke pintu dan dia berikhtiar menekan gagang pintu. Akan tetapi pintu bergeming tak bisa dibuka olehnya. Ternyata tangan Igo menahan pintu di atas kepalanya. "Jangan gila lo!" tukas Igo menunduk dengan tatapan sengit tertuju ke arah Ciara.