Pustaka
Bahasa Indonesia

Sleep With My Enemy

82.0K · Ongoing
Agneslovely2014
74
Bab
842
View
9.0
Rating

Ringkasan

"Mama, aku tak mau menikah dengan Igo. I hate him!" Ciara menghentak-hentakkan kakinya memprotes perjodohan yang telah divoniskan atas dirinya dan Rodrigo. Semenjak masih SMP, mereka sudah jadi musuh bebuyutan seperti Tom and Jery. Rodrigo alias Igo, sama halnya dengan Cia. Pemuda itu mengamuk karena tahu orang tuanya menjodohkan dia dengan gadis pecicilan yang selalu menentangnya di sekolah. "Ma, yang bener aja? Tuh cewek nggak tipeku banget, bisa-bisa Igo masuk RSJ kalo dia jadi biniku!" Lantas bagaimana jika mereka HARUS SEKAMAR DAN SERANJANG untuk selamanya? Ditambah lagi Igo dan Cia berusaha merahasiakan status mereka yang notabene laki-bini dari teman secircle pergaulan mereka demi menjaga muka masing-masing. Akankah yang benci itu tidak berubah menjadi bucin? Yuk baca kisah cinta muda-mudi masa kini ini hanya di karya terbaru Agneslovely2014, Sleep With My Enemy. Happy reading! Cover by Helga_Design I G: agneslovely2014

TeenfictionRomansabadboyIstriFlash MarriageMusuh Jadi CintaPernikahanCinta PertamaSweetTsundere

Bab.1. Menikah Sepulang Sekolah

"Ayah, yang kuat. Jangan tinggalkan kami!" Hartono menggenggam erat tangan keriput yang bergetar hebat itu dengan mata berkaca-kaca.

"Ton, lakukan keinginan terakhir Ayah. Uhuukk ... nikahkan putrimu dengan anaknya Bastian yang nomor dua. Cepaat sebelum nyawa ini melayang dari ragaku!" titah Anggito Bramantyo, kakeknya Ciara.

Dengan tanpa pikir panjang, Hartono pun berkata tegas ke istrinya, "Ma, sepulang sekolah langsung bawa Ciara ke rumah sakit buat dinikahkan dengan putra keduanya Mas Bastian. Ini permintaan terakhir ayah!"

***

"DUKK!"

"ADUH! Sialan, siapa yang berani lempar bola basket ini ke kepalaku, hahh?!" Sosok pemuda yang paling disegani sekaligus menjadi idola semua angkatan di SMA Teruna Negeri itu memegangi kepalanya yang benjol dan berdenyut-denyut pening sambil melotot.

Beberapa telunjuk tertuju ke seorang murid perempuan yang mengenakan kostum basket warna biru putih. Rodrigo berkacak pinggang dengan muka mendung menghampiri pelaku tindak kekerasan atas dirinya barusan.

"Lo bisa kagak sehari aja jauh-jauh dari masalah. Sengaja lo cari gara-gara sama gue, hmm?! Ring basketnya di sono tuh, begok!" dentum Rodrigo yang beken dipanggil Igo oleh murid seantero SMA Teruna Negeri.

"Haish ... please ya, ini nggak sepenuhnya salah gue. Lo yang lewat di lapangan basket. Kita tuh lagi latihan buat lomba PORDA. Gue niat oper bola ke Lindsey, kalo dianya meleset nangkap bola dan nyasar ke kepala lo ... lantas itu salah gue gitu?" Ciara yang menjadi kapten tim basket putri pun berdecak kesal sembari bersedekap tanpa gentar menghadapi kemarahan ketua geng paling disegani di sekolah mereka.

"Alaa ... banyak alesan lo! Pokoknya lo tanggung jawab sekarang, gue kagak mau tahu!" Rodrigo segera menyeret paksa gadis itu meninggalkan lapangan disaksikan seisi lapangan dan sekitarnya.

Semua menebak-nebak hukuman apa yang akan diberikan Igo untuk Ciara. Sementara itu sesampainya mereka di halaman belakang sekolah, Igo berkacak pinggang seraya berteriak ke gadis dengan cepol di puncak kepalanya, "Squat jump seratus kali baru gue maafin!"

"Hahaha. Lo pikir ini zaman kumpeni apa romusha gitu?! Lagian gue nggak takut sama lo. Emang kalau gue kagak mau squat jump seratus kali, lo mau apa, hahh?!" Ciara bersedekap menaikkan dagunya menantang Igo.

"LO!!" tunjuk Igo emosi.

Tanpa menunggu apa pun, Ciara balik badan dan mengeloyor pergi. Dia tak mempedulikan sumpah serapah dengan pembacaan daftar absensi kebun binatang yang terlontar dari mulut Rodrigo.

"Awas kesambet kunti deh lo, berisik amat!" teriak Ciara diiringi tawa cekikikan mengejek sebelum berlari kabur dari halaman belakang sekolah.

Karena sudah waktunya jam pelajaran dimulai, semua siswa siswi SMA Teruna Negeri berada di dalam kelas masing-masing. Demikian pula Ciara yang masih mengenakan seragam tim basket sekolah segera duduk di bangkunya.

Lindsey yang merasa bersalah karena kejadian bola basket nyasar tadi segera berbisik di samping Ciara, "Soriii, Cia!"

"Gakpapa. Apesnya si cowok sok keren itu kena cipok bola basket. Lagian gue happy lihat kepalanya benjol. Hihihi!" sahut Ciara lalu segera memasang tampang default ke arah papan tulis.

Sementara itu di kelas 12, Rodrigo disambut rekan-rekan segeng-nya. Kevin merangkul bahunya seraya berkata, "Pacarin tuh adek kelas biar tertib, Goo!"

'Anjiirr ... Cia tuh adek kandung gue!' batin Alex, sobat Rodrigo. Selama ini dia merahasiakan hubungannya dengan Ciara karena kedua makhluk itu jelmaan real Tom and Jerry, musuh bebuyutan sedari SMP. Setiap kali Igo main ke rumah, dia selalu menyuruh Ciara bersembunyi agar tidak melihat adiknya demi persahabatan mereka.

"What the hell, Kev! Lo aja kalo mau apes, pacarin tuh cewek sengklek!" bantah Rodrigo dengan muka masam seperti belimbing wuluh.

Tak lama kemudian mereka langsung diam dan tertib di kursi masing-masing karena guru paling killer seantero SMA Teruna Negeri telah memasuki kelas. Pak Sarwono yang berkumis tebal menyapa anak-anak didiknya dengan nada Do tinggi seperti biasa, "SELAMAT SIANG, ANAK-ANAK!"

"SELAMAT SIANG, PAAAK!"

Pelajaran di sekolah memang berlangsung seperti biasa. Akan tetapi, di tengah keluarga Hartono Sasmita dan keluarga Bastian Sutedja sedang dicekam ketegangan menunggu kepulangan putra putri mereka.

"Ingat, Ma. Kamu harus bujuk Rodrigo mau nikah kilat dengan gadis di foto yang dikirimin sama Mas Hartono ini. Cantik kok, imut-imut, kelihatan smart. Cocok jadi calon istrinya Igo!" pesan Pak Bastian Sutedja kepada Bu Indah.

Ibunda Rodrigo itu mengangguk patuh. "Diusahakan ya, Pak. Zaman sekarang susah banget anak-anak buat dipaksa nikah karena perjodohan. Apalagi karena wasiat terakhir orang tua. Mama agak kurang yakin!"

"Lho, harus mau, Ma. Ini jodoh terbaik Igo. Biasanya wasiat orang tua itu ampuh, ada makna spesial kenapa harus dua anak remaja itu disatukan!" desak Pak Bastian yang menganggap permintaan terakhir dari ayah sobat kentalnya itu sebagai hal yang sakral.

Bu Indah pun menghela napas tak berani menentang keinginan suaminya. Dia tidak ingin dicap sebagai istri durhaka. Maka saat mobil yang menjemput Rodrigo sampai di depan teras rumah, beliau segera bangkit dari sofa seraya berkata, "Doain Mama berhasil bujuk Igo ya, Pa!"

Pemuda jangkung berseragam putih abu-abu itu berjalan cepat menghampiri ibundanya lalu mencium punggung tangan Bu Indah. "Tumben kok Igo disuruh pulang cepet dari sekolah sih, Ma. Ada apa?" tanya Rodrigo lalu dia melihat papanya juga sudah pulang kantor dengan pakaian rapi duduk di sofa, "Ma, tumben papa sudah ada di rumah?"

"Iya, ada urusan penting menyangkut kamu. Yuk kita naik ke kamarmu dulu. Mama mau ngomong penting!" ujar Bu Indah sembari merangkul bahu putranya.

Di dalam kamar Rodrigo, acara pernikahan kilat yang harus dilaksanakan siang jelang sore itu di rumah sakit diceritakan. Awalnya pemuda itu mendengarkan tanpa protes dan mencoba menabahkan diri karena itu permintaan terakhir orang tua yang hampir meninggal dunia. Dia berdosa kalau menolaknya.

"Ini foto calon istri kamu, Igo!" Bu Indah membuka galeri ponselnya lalu menunjukkan foto gadis yang akan dinikahkan dengan putranya hari ini juga.

"HAAHH?!" Teriakan Igo yang terkejut setengah mati membahana di dalam kamar disusul protes keras, "Ma, yang bener aja. Tuh cewek nggak tipeku banget, bisa-bisa Igo masuk RSJ kalo dia jadi biniku!"

"Memang kamu kenal sama gadis manis di foto ini, Igo?!" tanya Bu Indah sama terkejut mengetahui reaksi keras putranya.

"Dia adik kelas Igo, Ma. Lantas setelah kami sah menikah, bagaimana sekolah kami?" tanya Igo bernada panik. Dia belum juga lulus SMA, masih setengah semester lagi yang harus ditempuhnya.

Bu Indah mengendikkan bahunya. "Waduh, tentang hal itu ... coba kamu nanya ke papa langsung deh!"

"Igo mau turun ketemu papa sekarang juga. Ini nggak bisa dibiarin. Gile bener dah!" tukasnya seraya melesat keluar dari kamar dan menuruni tangga kayu melingkar di rumahnya cepat-cepat.

"PAPA, IGO MAU NGOMONG!" serunya lantang.