Bab.2. Tak Bisa Menolak
"Mama, aku tak mau menikah dengan Igo. I hate him!" Ciara menghentak-hentakkan kakinya memprotes perjodohan yang telah divoniskan atas dirinya dan Rodrigo. Semenjak masih SMP, mereka sudah jadi musuh bebuyutan seperti Tom and Jery. Mau ditaruh di mana mukanya kalau dia harus menikahi Igo, teman-teman Ciara pasti akan dengan puas membully dirinya.
"Cia, kamu harus mau menuruti wasiat terakhir kakekmu. Sebentar lagi beliau akan meregang nyawa, apa kamu tega kalau kakek meninggal nggak tenang karena cucunya membantah keinginan terakhir beliau?!" bujuk Nyonya Wina Sasmita sembari membelai surai panjang putrinya yang tergerai indah sepunggung.
Wajah Ciara cemberut dengan bibir monyong lima senti alias bimoli. "Cia 'kan masih kecil, Ma!" serunya tak mau menyerah begitu saja dan bersedekap di tepi ranjang.
"TOK TOK TOK."
Suara ketokan di pintu kamar membuat kedua wanita beda generasi itu sontak menoleh ke arah yang sama. Kepala Pak Hartono Sasmita muncul dari daun pintu yang terbuka. "Lho, kok masih pakai seragam basket sih? Waktunya sudah mepet, Ma. Ciara harus segera dirias dan dipakaikan gaun putih seadanya. Pakai yang dulu Mama kenakan sewaktu kita menikah saja nggakpapa. Ukurannya pasti pas itu!" ujar ayah Ciara yang tak mampu membaca situasi tegang di dalam kamar.
Ciara segera bangkit berdiri dan menghampiri ayahnya untuk memohon, "Pa, Cia menolak pernikahan dini ini. Aku dan Igo masih sama-sama murid SMA. Tolong bujuk kakek agar membatalkan permintaannya itu!"
"Ckk ... nggak bisalah. Kamu ini—Kakek Gito sudah Senin-Kamis napasnya, Papa nggak mau jadi anak durhaka yang menentang keinginan orang tua yang hampir meninggal. Bisa sial nanti, Nak!" tolak Pak Hartono menggelengkan kepala dengan tegas. Beliau pun segera memberi kode kepada istrinya untuk memanggil kedua tantenya Ciara agar bisa membantu persiapan pernikahan kilat tersebut.
Kemudian Tante Anjali dan Tante Merry segera masuk ke kamar Ciara mengikuti kakak sulung mereka. "Ayo, jangan buang waktu lagi, Cia. Kalau sudah nikah pasti juga seneng berduaan, eheem!" goda Tante Anjali yang bertubuh subur karena memiliki empat anak; dua laki-laki dan dua perempuan.
"Idiihh ... si Tante! Cia 'kan belum paham yang begituan. Pacaran aja belum pernah, nggak salah ini malah disuruh kawin!" protes Ciara dengan nada mayor yang menggelegar di dalam kamar 5 x 5 meter persegi itu.
Tante Merry yang bungsu dari tiga bersaudari itu pun terkikik. Dia menimpali sembari menggamit lengan kiri keponakannya, "Nanti juga paham. Santai ajaa ... nanti Tante kirimin video tutorial ngadon anak ya!"
"TANTEEE!" teriak Ciara dengan wajah merah merona. Dia jadi membayangkan yang iya-iya bersama Igo. Tubuhnya sontak bergidik seram.
"Cia, nggak ada waktu lagi. Pokoknya sekarang kamu mandi biar nggak asem bau keti tuh. Setelah itu biar Tante Anjali dan Tante Merry yang kolab buat dandanin sampai kamu cantik paripurna!" Nyonya Wina Sasmita mendorong putrinya ke kamar mandi dengan handuk tersampir di bahu Ciara.
Pintu kamar mandi segera ditutup rapat lalu mama Ciara berseru, "Jangan lama-lama, buruan ya!"
Ketiga wanita kakak beradik itu sibuk mempersiapkan gaun pengantin dan make up seadanya. Sementara Ciara malah sedang bergalau ria di bawah shower, dia masih belum menerima bahwa Igo dan dirinya akan menjadi suami istri sebentar lagi.
"Yakin nih, Igo bisa dibujuk buat nikahin aku?! Dia tuh sama bencinya seperti aku ke dia, kami saling musuhan udah lama banget kali!" gumam Ciara sembari menyabuni tubuhnya hingga bersih. Dia sempat mengumpat ketika membayangkan pemuda itu akan menyentuh bagian-bagian pribadinya setelah sah menjadi suami.
Ciara pun berteriak kesal sendiri, "AAARRGH!"
"TOK TOK TOK. Cia ... Cia, kamu nggak kenapa-kenapa 'kan di dalam?!" Nyonya Wina otomatis menggedor pintu kamar mandi dengan panik.
"Nggakpapa kok, Ma. Bentar ya, Cia dah kelar mandi!" sahut Ciara menghela napas berat saat memutar keran shower hingga air berhenti mengguyur tubuhnya.
Ketika dia keluar dari kamar mandi, ketiga wanita dengan genetik mirip itu kompak menatap ke arahnya dan segera berdiri menyambut Ciara.
"Duduk dulu ya, Say. Tante Anjali keringin dulu rambut kamu sebelum disanggul modern. Dijamin rapi dan cantik nanti ponakan Tante nih!" Adik mamanya segera menghidupkan hairdryer untuk mengeringkan rambut hitam panjang Ciara yang basah kuyup.
Ciara menatap bayangan dirinya di cermin dengan pasrah. Dia tak mampu menolak segala paksaan dari keluarga besar Sasmita untuk pernikahan wasiat sang kakek yang sakit keras.
"Ma, nanti aku dinikahkan di mana? Apa di rumah sakit?" tanya Ciara penasaran. Dia membayangkan adegan Runaway Bride dan merasa itu terlalu sulit baginya dengan pengawalan pager ayu triple bersama papanya juga.
Suara langkah gegas terdengar di lorong menuju kamar Ciara dan selanjutnya teriakan bernada syok itu terdengar dari ambang pintu, "Ma, ini beneran si Cia bakal dinikahin sama Igo?!"
"Alex, kamu ngaget-ngagetin aja! Iya, ini keinginan terakhir Kakek Gito sebelum beliau meninggalkan kita semua. Kamu buruan mandi dan siap-siap deh. Sebentar lagi kita berangkat ke rumah sakit untuk prosesi pemberkatan nikah adik kamu dan Rodrigo!" jawab Nyonya Wina keibuan.
"Wow, HAHAHA. Nggak sabar lihat gimana tampang si Igo pas mesti nikahin Cia nanti!" ledek Alex yang sontak mendapat tatapan tajam Ciara dari bayangan di cermin rias.
Sekalipun selama ini Alex menyembunyikan identitasnya yang notabene kakak beradik dengan Ciara, tetapi sekarang dia senang memberi kejutan untuk sobat kentalnya itu. Mereka berdua akan menjadi ipar karena Igo menjadi suami Ciara.
Setengah jam kemudian, Ciara menuruni tangga dari lantai dua dibantu tante-tante dan mamanya karena gaun pengantin pinjaman sang mama bermodel jadul yang mekar heboh.
Alex dan Pak Hartono mendesah kagum melihat penampilan Ciara yang berbeda 180° dari yang biasanya tomboy bin pecicilan menjadi seorang puteri dari negeri dongeng.
"Whoaa ... Cia cantik banget lho, Sayang!" Pak Hartono menyambut putri semata wayangnya di dasar tangga. Mata pria berusia setengah abad itu berkaca-kaca. "Papa nggak menyangka bahwa hari Papa menikahkan kamu akan tiba begitu cepat!" Beliau membelai puncak kepala Ciara.
Nyonya Wina Sasmita yang mendengar perkataan suaminya, terlebih dahulu meluruhkan air matanya. Dia hanya berharap satu hal, pemuda ingusan pilihan ayah mertuanya akan sanggup membahagiakan Ciara dan bertanggung jawab menjadi imam dalam rumah tangga yang kesannya dipaksakan, terlalu dini.
Alex merangkul bahu mamanya dan menghibur, "Mama tenang aja, Igo itu sobatnya Alex. Dia cowok baik kok. Si Cia ntar pasti dibimbing ke jalan yang benar biar nggak sesat melulu. Hahaha!"
"Bang Alex sialan!" Ciara langsung menggeplak badan kakaknya sekuat tenaga.
"Ckk ... kebiasaan lo, barbar!" sembur Alex kesal karena pukulan Ciara itu memang bertenaga. Wajar saja karena dia adalah kapten tim basket sekolah.
"Sudah ... sudah, kalian ini malah kelahi sih!" lerai Pak Hartono. Momen haru tadi mendadak rusak karena ulah putra putrinya.
Tante Merry pun berkata, "Berangkat sekarang aja, Mas Tono. Nggak enak ditunggu calon besan kalau ngaret datangnya!"
"Iya, ayo semuanya naik ke mobil. Papa yang kunci pintu rumah!" titah Pak Hartono yang segera dilaksanakan seisi keluarganya.
Mobil MPV biru itu dikemudikan Om Felix, suami dari Tante Merry. Kebetulan semua sepupu Ciara sudah kuliah di kampus di luar kota Bandung, tepatnya Jakarta. Jadi tak ada yang bisa ikut menghadiri acara tersebut selain para orang tua mereka yang memang tinggal di Bandung. Para sepupu itu dijamin bengong ketika saudari yang paling bontot justru menikah mendahului mereka semuanya.