Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab.3. Dinikahkan Di Rumah Sakit

"Pa, Igo nggak bisa menikahi Ciara!" ucap pemuda jangkung dengan garis rahang tegas itu ketika menghadap ayahandanya di sofa ruang tengah.

Pak Bastian Sutedja pun membetulkan kaca mata yang tersangga oleh hidung mancungnya. Beliau bangkit dari tempat duduk dan menjawab putra nomor dua hasil pernikahannya dengan Nyonya Chintami, "Nak, pernikahan ini tidak bisa dibatalkan. Papa sudah menyetujuinya karena keluarga kita berteman dekat dengan keluarga Sasmita. Putrinya Mas Hartono itu cantik kok, anaknya sopan juga!"

"Tapi, Igo nggak suka sama dia! Ciara tuh petakilan dan sembrono. Kami kalau dekat-dekat selalu bikin aku celaka, Pa!" Rodrigo lalu menyibak rambut poni bergelombangnya yang menawan, "nih jidat Igo jadi tambah jenong kayak ikan Louhan gara-gara dilempar bola basket sama cewek barbar itu!"

"Yaelah, Igo ... mungkin Ciara nggak sengaja, Nak. Masa kamu dendam sih hanya karena bola nyasar sedikit—" Pak Bastian tertawa renyah sembari menepuk-nepuk punggung putranya yang nampak emosi.

"Pokoknya Igo nggak mau!"

"Kalau kamu menolak, Papa nggak akan restuin siapa pun gadis yang akan kamu pilih kelak jadi calon istrimu. Papa setuju dengan putrinya Mas Hartono. Titik. No debate, Igo!" tegas Pak Bastian menutup perbantahan bersama putranya tersebut.

Bahu pemuda itu langsung terkulai lemas. Perkataan ayahandanya menegaskan bahwa untuk seterusnya tak boleh ada wanita lain untuk dipersunting olehnya menjadi istri. Rodrigo pun mengangguk seraya menjawab lirih, "Oke, Pa. Igo nurut!"

"Nah, gitu dong. Cowok harus jantan ya. Nanti kalau sudah nikah, jangan lupa kasih Papa cucu laki-laki yang banyak!" pesan Pak Bastian sebelum menyuruh Rodrigo mandi dan berpakaian setelan jas rapi untuk pernikahannya sebentar lagi.

Sembari menapaki anak tangga ke kamarnya, Igo membatin, 'Anjrit bener dah, bijimane pula gue mesti bikin anak sama si cewek tengil gak ada akhlak itu. Gue sentuhan sama dia aja alergi!'

Di dalam kamar tidurnya, sang mama sudah siap dengan setelan jas hitam dengan kemeja putih dan dasi warna merah maroon untuk kostum mempelai pria. "Pakai ini ya, Sayang. Kamu pasti kelihatan ganteng dan gagah. Yuk mandi dulu, jangan lama-lama. Waktunya sudah mepet!" ujar Nyonya Chintami Sutedja sebelum meninggalkan kamar putranya.

Rodrigo melayangkan pandangannya ke gantungan baju di depan pintu lemarinya dan menghela napas pasrah. "Hari yang benar-benar sial buat gue. Dan semua ini gara-gara Ciara!"

***

"Di hadapan hamba Tuhan, saya Rodrigo Gunadharma Sutedja menerima Ciara Eloise Sasmita sebagai istriku yang sah. Saya akan setia mendampingi dalam suka maupun duka, sehat maupun sakit, berkelimpahan maupun berkekurangan sampai maut memisahkan kita!" Rodrigo menggenggam kedua tangan Ciara dengan mengerahkan ketahanan mentalnya.

Ketika tiba giliran Ciara, gadis itu masih syok mendengar janji suci yang baru saja diucapkan oleh mempelai pria. 'Hahh ... beneran nih si Igo mau jadi suamiku?! Lancar amat dia ngomong barusan!' batin Ciara terbengong-bengong.

"Psst ... giliran elo!" bisik Igo dengan mata melotot ke arah Ciara. 'Ckk ... jangan bilang dia mau bertingkah yang kagak-kagak di depan keluarga besar Sasmita dan Sutedja!' batinnya risau karena Ciara tak kunjung mengucapkan janji balasan dari mempelai wanita.

"Cia ... Cia ... ayo giliran kamu, Nak!" ucap lirih Nyonya Wina yang berdiri tak jauh di belakang putrinya dalam kamar perawatan pasien VVIP rumah sakit yang menjadi tempat pernikahan Igo dan Cia.

Setelah menghela napas, gadis itu pun membuka mulutnya dan membuat seisi ruangan yang sempat tegang merasa lega. Ciara berdehem dan mulai mengucapkan janji balasan sekalipun tersendat-sendat,

"Di hadapan hamba Tuhan, ehh ... saya Ciara Eloise Sasmita menerima ... Rodrigo Gunadharma Sutedja sebagai ... sebagai suamiku yang sah. Saya akan setia mendampingi dalam suka maupun duka, sehat maupun sakit, berkelimpahan maupun berkekurangan ... sampai maut memisahkan kita!"

Prosesi pengucapan janji suci itu disahkan pemuka agama lalu disambut sorak sorai gembira seisi ruangan. Kakek Gito pun nampak puas karena cucunya mendapatkan jodoh yang menurut pertimbangannya adalah pemuda berperilaku baik dari keluarga yang jelas bebet, bibit, bobotnya.

"Cia, Igo ... kalian ke sini sebentar. Kakek mau berpesan sedikit!" tutur Kakek Gito dengan suara renta yang bergetar dan serak dari pembaringannya.

Pasangan pengantin remaja yang baru saja sah menjadi suami istri itu perlahan mendekat ke sisi kiri tempat tidur Kakek Gito. Tangan kanan mereka diraih lalu disatukan oleh genggaman sang kakek. "Kalian berdua tadi sudah mengucap janji sehidup semati dalam kondisi apa pun. Jangan ingkar, Kakekmu yang berumur tinggal sejengkal lagi ini saksinya. Berbahagialah Igo, Cia. Kalau kalian bertengkar, segera selesaikan baik-baik. Jangan anggap pasanganmu itu musuh, dia suami atau istrimu, kalian satu tim mengarungi kehidupan yang terkadang keras dan bisa membuat manusia putus asa lalu menyerah. Ingat ya nasihat Kakek Gito!"

Meskipun tak mudah menerima status barunya sebagai istri Igo. Namun, Ciara mengangguk-angguk patuh. Sementara Igo menjawab dengan gentleman, "Baik, Kek. Saya akan jadi suami yang baik untuk cucu Kakek Gito. Semoga Kakek lekas sembuh dan bisa pulang ke rumah bersama keluarga."

"Nah ... kan, Ton. Menantumu ini pemuda yang baik, cocok untuk Ciara!" puji Kakek Gito seraya menepuk-nepuk lengan Rodrigo.

Pak Hartono pun tersenyum dan menanggapi, "Pilihan ayah benar. Aku yakin Igo akan menjadi suami yang terbaik buat Cia."

"TOK TOK TOK." Suara ketokan di pintu kamar perawatan Kakek Gito sontak membuat semua menoleh.

"Maaf, pasien harus beristirahat sekarang ya, Bapak, Ibu!" ujar Suster Maya seraya mendekati tempat tidur.

Pak Bastian Sutedja pun menyalami Kakek Gito sembari berkata, "Cepat sembuh, Pak Anggito. Ditunggu untuk menghadiri pesta resepsi Igo dan Cia ya!"

"Ohh, jangan dulu dibuat resepsi, Bas. Yang terpenting mereka berdua selalu rukun dan bahagia. Satu hal lagi, mereka masih SMA, takutnya orang-orang salah paham malah dikira nikah karena hamil duluan. Uhukk uhukk!" sergah Kakek Gito cepat-cepat sampai terbatuk-batuk.

"Nah ... sudah ya, pasien butuh ketenangan untuk beristirahat. Semua harap pulang saja, besok bisa dijenguk kembali!" tegur Suster Maya yang harus dipatuhi semua pengunjung pasien tersebut.

Nyonya Chintami pun menjabat tangan Kakek Gito lalu berkata, "Kami pamit pulang ya, Kek. Ciara akan tinggal bersama kami."

"Ohh ... bagus kalau begitu, biar terbiasa dengan suaminya. Nanti tolong diajari buat pakai kontrasepsi sementara masih SMA ya. Nanti kalau kuliah mau hamil boleh-boleh saja!" Kakek Gito pun tertawa riang.

"Kakek! Cia—" protes Ciara langsung tenggelam oleh bekapan tangan Igo yang ada di sampingnya.

Pemuda itu berbisik di samping telinga Ciara, "Lo jaga mulut, jangan asal bacot. Kalau kakek lo kaget lalu meninggoy, repot semua!"

Alis Ciara tertaut sengit. 'Baru jadi suami udah main bekap aja dia, dasar cowok sialan!'

"Ya sudah, Kakek istirahat dulu. Alex dan papa mama juga pamit pulang!" ujar Alex segera memasang badan, dia bekerja sama dengan Igo agar sang kakek tidak melihat Ciara yang sedang ditutup mulutnya oleh telapak tangan suami barunya.

"Mundur, Lex. Gue seret adek lo keluar dari sini!" bisik Igo lalu bergegas membawa Ciara yang terpiting oleh lengan kekar Igo dan masih dibekap mulutnya.

Sesampainya di lorong luar kamar perawatan VVIP, Igo sontak berteriak, "AAW! SAKIT TAU!" Cap dua deret gigi tercetak di telapak tangannya.

"Itu salah lo sendiri ya. Baru nikah udah main kasar sama gue. Jangan harap gue ikut pulang ke rumah lo!" bentak Ciara lalu buru-buru berderap cepat menjauhi Igo.

Sejenak pemuda itu bengong hingga Alex menyikut lengannya. "Udah gendong aja, jejelin ke mobil ortu lo, Go! Dia pasti jaim di depan om sama tante pastinya, buruan!"

Segera Igo berlari mengejar pengantin wanita yang berani-beraninya kabur seusai sah menjadi istrinya itu. Sekalipun gaun putih yang dikenakan Ciara mengembang heboh. Namun, Igo tetap menggendong gadis ramping itu di dadanya. "Ikut gue pulang, Biniku!" tukasnya yang membuat Ciara terperangah.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel