Bab.4. Lengket Bak Amplop dan Perangko
"Turunin gue kagak?! Gue bisa main keras sama lo kalo emang lo yang nantangin!" hardik Ciara galak sembari bersitatap dengan Rodrigo.
"Ohh ... gaya lo lebay tau?! Badan elo tuh cuma separuh dari gue. Ntar sampai di rumah boleh ngajak gue gulat di kasur. HAHAHA!" Tanpa mengindahkan Ciara yang meronta-ronta seperti kena sawan, Igo tetap santai berjalan ke arah parkiran mobil kedua keluarga mereka.
Papa mama mereka yang memang selalu kompak sedari muda dulu malah asik bercengkerama diiringi canda tawa di dekat mobil yang siap pulang ke rumah masing-masing.
"Tuh, Jeng Wina, Mas Tono, yang habis sah langsung romantis!" Nyonya Chintami terkikik geli menunjuk ke arah putra keduanya yang sedang menggendong Ciara dengan gagah seperti dalam adegan film Holywood.
"Wah, sayangnya mereka masih SMA ya, Jeng Tami. Rasanya nggak sabar buat gendong cucu pertamaku!" sahut Mama Ciara antusias melihat kebersamaan Igo-Cia yang cocok satu sama lain.
Suaminya pun berpesan kepada Pak Bastian, "Ehh, Mas Ibas ... nanti kalau Ciara bandel di rumah kamu, tegur saja. Kami nggak akan belain, dia harus jaga sopan santun di rumah mertuanya!"
"Ahh ... tenang saja, Mas Tono. Kami sekeluarga nggak yang saklek kok, negur biasa nggak sampai bikin sakit hati apa lagi nangis kecuali ... Ciara nggak cengeng 'kan anaknya ya?" balas Pak Bastian dengan alis berkerut ragu-ragu menilai kepribadian menantu barunya itu.
Pak Tono segera menjawab, "Aman. Dia tahan banting, cuma terkadang kalau ngomong sering kelepasan, lupa difilter. Kalau lainnya nggak ada yang aneh-aneh sifatnya, Ciara itu anak yang baik kok!"
"Yuk, Ma, Pa kita pulang!" ujar Igo masih memeluk Ciara dalam gendongannya. Dia kuatir gadis sableng itu tiba-tiba lompat pagar parkiran rumah sakit untuk kabur.
"Igo, pamit dulu ke papa dan mama mertua kamu!" tegur Nyonya Chintami Sutedja sambil tersenyum geli. Dia tak menyangka putranya yang tadi sepulang sekolah menolak keras pernikahan ini justru sekarang lengket bak amplop dan perangko.
Dengan hati-hati Igo menurunkan kaki Ciara yang berbalut high heels lima senti itu ke lantai. Kemudian dia segera merangkul pinggang istrinya dengan protektif. Rodrigo pun berjabat tangan sopan untuk berpamitan kepada Pak Hartono dan Nyonya Wina Sasmita.
Alex pun cengar cengir seraya mengucapkan selamat kepada sobat kentalnya, yang tak lain ketua geng di sekolah mereka. "Wah, fans-fans elo bakalan gigit jari nih! Gebetan mereka udah sold out. Hahaha!" celetuk kakak Ciara.
"Yaelah, jangan bilang siapa-siapa di sekolah ooii!" tukas Igo cepat-cepat.
Ciara juga melemparkan tatapan setajam silet ke kakak semata wayangnya. "Kalo sampe ada gosip macem-macem di sekolah. Berarti itu yang bocor keliling kamu, Bang Alex!"
"Anjriiit ... baru bentar nikah, udah kompak aja kalian berdua. Gimana ntar kalo kawin tuh, tambah kompak kali yee?!" seloroh Alex terkekeh.
Igo yang menjawab candaan kakak iparnya itu, "Jangan kepo lo, Lex. Nggak yakin gue bakal dapet belaian, kena tampol iya!"
Mendengar komentar menantunya, Pak Hartono Sasmita buru-buru mendekati pasangan muda itu. "Cia, dengerin kata Papa ya. Sekarang Igo ini suami kamu, jangan berlaku kasar, itu nggak baik. Perlakukan dengan hormat dan lembut, jangan sampai Papa dan mama malu dapat laporan yang nggak-nggak dari mertua kamu ya!"
"Papaa—" Ciara ingin melontarkan protesnya. Namun, papanya segera memberi kode untuk diam dan menuruti perkataannya tadi.
"Igo, Papa nitip Cia ya. Sayangi dia, kamu boleh melakukan hubungan suami istri, tapi hati-hati karena masa depan kalian masih panjang. Kalau hamil pas masih SMA, kasihan Cia!" pesan Pak Hartono dengan jelas ke menantunya.
"Baik, Pa. Saya paham kok. Terima kasih nasihatnya. Hati-hati di jalan!" jawab Igo sopan dengan membungkukkan punggungnya.
Selepas kepergian keluarga Sasmita, Igo segera membantu Ciara naik ke dalam mobil keluarga Sutedja. Mereka praktis hanya berempat saja karena yang menyetir mobil sedan Mercy itu adalah ayah Igo sendiri, bukan sopir.
"Nanti Ciara bobo di kamar Igo ya. Mama ajarin minum pil KB biar nggak kebobolan juga!" ujar Nyonya Chintami tanpa basa basi. Dia hanya waswas karena pasangan pengantin baru itu sedari tadi terlihat mesra tak terpisahkan.
'Busettt!' jerit hati Ciara sembari langsung menoleh ke arah Igo dengan ekspresi ngeri, 'yakin nih bakalan diunboxing sama musuh bebuyutan gue malem ini?! Yang bener aja, ya Tuhan!!'
Rodrigo berdehem seraya menyikut lengan Ciara agar menjawab perkataan mamanya barusan. Akhirnya, Ciara berkata pelan dengan nada yang sopan tentunya, "Iya, Ma. Nanti Cia minum obatnya biar nggak hamidun!"
Igo menahan tawa dengan memalingkan wajahnya ke arah kaca jendela mobil. Bahkan, dia pun tak habis pikir bagaimana melakukan 'hal itu' sementara dirinya masih bersegel ori. Perkiraan para orang tua mereka nampaknya agak terlalu jauh.
"Kita mampir makan di restoran aja deh ya, buat makan malam sekaligus merayakan pernikahan kalian. Ckk, seharusnya tadi keluarga Sasmita diajak juga, Papa lupa!" ujar Pak Bastian sedikit menyesal karena rumah mereka berlawanan arah, satu di bagian barat dan satu di timur kota Bandung.
"Lain kali masih ada kesempatan, Pa. Oya, kalian kapan nih ada libur panjang. Honeymoon dong, buat merayakan pernikahan, biar tambah mesra juga. Bang Jose 'kan masih sekolah di Perth, kalian gih main ke sana berdua nanti!" tutur Nyonya Chintami yang hanya memiliki dua putra, yang sulung, Bartolomew Jose Sutedja kuliah semester lima di University of Western Australia.
"Boleh, Ma. Bulan depan pertengahan kami ujian akhir semester gasal. Akhir tahun deh ngunjungin Bang Jose sekalian sampai tahun baru aja!" jawab Igo antusias, dia memang hobi travelling backpaker ke luar negeri.
Sementara Ciara lebih cenderung berdiam diri, dia tidak mengenal dekat kakak Igo. Namun, ide berkunjung ke negeri Kangguru cukup menyenangkan baginya. Dulu dia pernah liburan ke Sidney ketika masih SD bersama keluarganya.
Makan malam di restoran berlangsung menyenangkan. Ciara yang menjadi anggota baru di keluarga Sutedja diperhatikan oleh papa mama Igo dan pemuda itu juga.
'Ternyata si kakak kelas sok kecakepan ini baik juga anaknya, hmm. Ehh ... tapi, jangan-jangan cuma biar aku mau diunboxing nanti di rumah!' Ciara galau sendiri membayangkan malam pertama bersama Igo.
"Ayo, dimakan dong, Cia Sayang. Butuh banyak tenaga setelah tadi seharian sekolah lalu acara di rumah sakit, dan nanti begadang sama Igo!" canda Pak Bastian seraya terkekeh penuh arti.
Igo menggaruk-garuk kepalanya jengah. 'Ini si papa yang bener aja, ngapain pula kami begadang? Besok Selasa masih sekolah kali!' batinnya sekalipun tak berani protes.
"Makasih, Pa. Cia sudah kenyang kok, habis paha ayam utuh satu, udang delapan ekor, Tenderloin seporsi bareng sayurnya, masih tambah sup krim kepiting juga di awal. Kali Igo mau habisin itu sate kambingnya sama nasi, hehehe!" Ciara tertawa cengengesan karena memang perutnya sudah full tank.
"Ohh ya sudah, biar dibungkus saja kalau Igo nggak habis ntar!" sahut Pak Bastian. Dia baru sadar bahwa menantunya sudah makan terlalu banyak agaknya untuk ukuran perempuan.
Rodrigo pun menggelengkan kepala ketika diminta menghabiskan menu hidangan di meja. Maka Pak Bastian memanggil waiter untuk minta bill dan membungkus sisa makanan yang masih banyak porsinya.
"Sudah beres semua, ayo kita pulang!" ajak Nyonya Chintami lalu merangkul Ciara yang masih mengenakan gaun pengantin model jadul yang mekar heboh. "Kamu cantik sekali kayak princess, Cia. Cucu Mama pasti ganteng dan cantik nanti seperti orang tuanya!" puji mama Igo penuh harap.
Ciara hanya bisa tersenyum tegang, bingung harus menjawab apa pujian mama mertuanya. 'Apa iya, gue harus minta dikirim video tutorial ngadon anak seperti kata Tante Merry tadi siang?' batin Ciara serba salah, dia masih ijo royo-royo begini dan masih tujuh belas.