Bab 2 (Ooh .. larangan bodoh itu)
Bocah kecil dengan piyama biru gelap bermotif bintang turun dari tempat tidur. Meninggalkan ibunya yang telah terlalep bersama selimut yang menyelebunginya.
Jam beker di atas menunjukan pukul 2 dini hari.
Kaki kecil yang sudah terpasang sandal berbulu yang sama dengan ibunya itu dia berjalan menekan tuas pintu dengan sedikit berjinjit dan keluar dari kamar setelah menutupnya kembali.
Dia lapar.
Dia sudah makan tadi tapi entah mengapa dia perutnya keroncongan minta di isi lagi.
Dia makan malam bersama ayahnya yang terus mengawasi dirinya dari seberang tempat duduknya hingga dia ketakutan dan bersembunyi di balik lengan sembaro mengintip di bawah lengan ibunya yang duduk di sebelahnya. Ibunya langsung melemparkan tatapan mengancam dan menegur ayahnya sinis untuk menggunakan matanya untuk yang lain dan bahkan tidak segan segan mengusir ayahnya dari meja makan kalau ayahnya masih memandanginya seperti itu. Ayahnya lalu mengingatkan ibunya kalau apartemen ini miliknya jadi seharusnya mereka pergi enyah dari pandangannya. Ibunya biasanya akan nampak sedih kalau mulut pedas ayahnya sudah beraksi. Tapi tadi malam ibunya terlihat cuek dan memintanya untuk melanjutkan makannya dan menganggap ayahnya tidak ada. Dia yang masih sangat takut lalu diyakinkan oleh ibunya kalau ayahnya tidak bisa menyakitinya selama masih ada ibu di dekatnya dia yang tidak berani mengangkat sendok lalu melihat ibunya memelototi ayahnya sambil menyuapinya. Dan saat dia tidak tidak juga membuka mulutnya --karena takut pada tatapan sang ayah-- ibunya akan menenangkannya dengan berkata 'tidak apa - apa, jangan pedulikan Papamu' baru dia membuka mulutnya walau ragu ragu dengan sesekali melirik ayahnya takut takut.
Tangan kecilnya membuka kulkas yang dua kali lipat lebih tinggi dari dirinya. Hawa dingin menerpa tubuh Sidney.
Di dalam hanya ada sayur, daging, tomat, cabai, bawang bombay, jus kemasan dan 12 telur yang tertata rapi di bagian atas. Ibunya sepertinya belum berbelanja, biasanya kulkas akan terisi penuh tapi ini hanya beberapa tempat yang terisi. Dia menutup lemari pendingin.
Dia ingin sekali membangunkan ibunya untuk membuatkan dia makanan, tapi dua bulan yang lalu minggu ketika terbangun --karena merasa lapar-- dan tidak sengaja menemukan ayahnya di dapur sedang menenggak air putih. Dia mengkeret ketakutan dan saat itu ayahnya menanyakan alasannya datang ke dapur, dia yang saat itu hany bisa menunduk dan meremas ujung piyama menjawab kalau dia lapar dan ingin makan. Ayahnya sangat mengintimidasinya dan tak berani mengangkat kepalanya bahkan saat ayahnya berujar 'kalau sebagai anak laki laki harus belajar mandiri, akan ada saat di mana ibumu lupa membeli bahan makanan hingga persediaan stok makanan di kulkas hampir habis, saat itu ketika kau terbangun lagi jangan merepotkan siapapun hanya untuk mengurusimu termasuk membangunkan ibumu'
Dia hanya mengangguk angguk takut mengiyakan perintah ayahnya.
Saat itu kulkas masih di penuhi cemilan, eskrim dan makanan ringan untuknya hingga dia mengambil beberapa cemilan untuk dia bawa dan dia makan di kamar. Tapi sekarang semua hampir habis dia ingat seminggu yang lalu saat dia membantu ibunya di dapur dia melihat ibunya membuka kabinet atas untuk mengambil pasta dan ada banyak sekali mie instan tersusun di atas. Jadi sepertinya dia akan mencoba membuat mie instan itu. Dia sesekali melihat ibunya memakan mie instan untuk dia masak bersama dirinya saat ayahnya tidak ada dan dia juga sering memerhatikan ketika memasak. Dan baginya yang mudah sekarang adalah kalau tidak menggoreng telur, ya merebus mie instan.
Jadi tidak ada salahnya kalau dia mencoba membuat mie rebus untuk mengenyangkan perut.
Deritan kursi terdengar kala menyeret kuris tinggi dari balik meja bar.
Dia berhenti di dekat meja pantry dan merambat naik ke kursi, tangannya mengapai gapai kabinet tapi tidak bisa. Dia mendesah lelah. Lalu dia turun dari kursi dan membuka lemari pendingin. Dia tidak punya pilihan lain selain menggoreng telur. Dia berjinjit dan mengambil satu buah telur lalu menghidupkan kompor dan menaruh teplon di atas api. Dia mencoba memecahkan telur dengan membenturkannya ke meja pantry seperti yang selalu ibu lakukan saat akan membuat telur goreng. Tapi telur itu pecah dan jatuh ke lantai, "Yaah ... " keluhnya pelan.
Tangannya telah basah berbau amis telur dan dia segera melempar cankrang telur ke tempat sampah.
Dia mengambil telur dalam kulkas lagi. Dan saat dia akan mengetuk telur itu ke meja pantry, lengan di tahan seseorang. Dia menengok dan mendapati ibunya dengan gaun tidur selutut berdiri di belakangnya. "Sidney sedang apa?" tanya Aussie lembut.
"Sidney mau goreng telur, Mama."
Batinnya menghela. Ini persis seperti kejadian satu tahun yang lalu. Kejadian yang mengiris perasaan. Saat itu dia tengah tertidur saat mendapati jeritan kesakitan putranya dari arah dapur dan menemukan dada putranya sudah tersambar minyak panas hingga membuat tubuh putihnya melepuh. Pecikan minyak panas saat anaknya mengoreng telur itu mengenai pipinya, dia yang kelabakan tidak sengaja menyenggol gagang teflon hingga membuat Sidney terisram minyak panas.
Aussie mematikan kompor yang mana minyak sudah sangat panas.
Dia membawa tangan Sidney ke bawah aliran air, mencucinya dengan sabun pencuci tangan, setelah bersih dia mematikan keran dan mengelap tangan Sidney dengan serbet bersih yang tadi menggantung di dinding.
Aussie menekuk sebelah lututnya, mensejajarkan diri dengan si kecil, "Sidney lapar?"
Bocah itu mengangguk angguk.
"Mama buatkan pasta, Mau?
Sidney menggeleng.
"Kenapa? Apa kau mau makan yang lain?"
Dia menggeleng lagi. "papa bilang Sidney harus mandiri dan tidak boleh merepotkan Mama, jadi biar Sidney saja yang masak."
Jiwanya bergejolak emosi. Dia lupa kalau ternyata musibah yang didapat Sidney adalah perintah Harland agar dia bersikap mandiri sejak dini untuk tidak merepotkan siapapun. Dia menyimpan semua amarah itu dan mengeluarkan lekukan penuh kasih untuk pria kecilnya, "Lupakan itu, Nak." Dia bangkit hingga kepala bocah itu sedikit mendongak. "Kau tidak pernah merepotkan siapapun, oke. Mama akan buatkan sesuath untukmu."
Sidney berdiri di dekatnya, "Jangan, Mah ... nanti papa marah," khawatirnya ketika Aussie sudah membuka kabinet dan mengambil penne kemasan dan mulai memasak air di panci kecil. Dia memasukkan setengah penne ke dalam panci yang sudah mendidih. Dan meletakkan sisanya di meja pantry.
Dia mengusap kepala putranya dan merunduk, "Biarkan saja, papamu tidak mengerti kalau kau itu ada di masa masa masih membutuhkan mama untuk membantumu. Kau bisa bersikap mandiri selama ini dengan mandi sendiri dan mengenakan pakaianmu sendiri, kau juga membereskan mainanmu bersama mama setelah kau memainkannya. Dan mama bangga padamu," jelasnya dengan cahaya kasih yang tersirat jelas di netra biru safirnya.
Bibir Sidney merekah gemas, "Benarkah, Mama?" Aussie menggangguk, "He em."
"Untuk siapa kau buat pasta itu?"
Mereka refleks menoleh pada suara yang datang dari arah samping.
Harland dengan mata mengintimidasi berada di tiga mereka dari mereka. Dengan piyama hitam sutra.
Sidney langsung menyembunyikan diri di belakang badan Aussie dengan derap ketakutan yang mulai menghentak hentak dirinya. Meremas ujung gaun tidur ibunya erat.
Si pengganggu datang.
"Untuk putraku dia lapar," timpal Aussie sekenanya. Kakinya bergerak ke lemari pendingin mengambil, bawang bombay, cabai merah besar dan hijau juga tomat. Geraknya agak terhambat dengan Sidney yang terus mengekorinya sambil memegangi ujung gaunnya.
Dia menaruh bahan bahan itu di meja dan mengirisnya. Meniriskan pasta.
"Kau lupa pada apa yang aku katakan padamu seminggu yang lalu?" Nada suara pria itu begitu rendah. Aussie tahu pria itu ingin dia berhenti dan tidak menentangnya.
"Maaf aku lupa." Aussie berbicara asal. "Memang apa yang kau katakan?" Dia terus mengiris semua bahan dan memanaskan minyak zaitun di wajan yang sudah dia panaskan.
"Jangan berpura - pura. Aku tahu kau ingat."
Aussie menjadi sinis, "Oooh iya aku ingat." Kepura puraan mengejek itu membuat Harland tidak senang. "Larangan bodoh itu."
"Larangan bodoh," ulang Harland dengan mata menipis.
Aussie memasukan bahan bahan yang dia iris tadi ke wajan dan mulai menumisnya hingga wangi itu menguar ... "Iya larangan bodoh," balasnya sambil terus memasak dan malas menatap pria yang tidak pantas dia cintai itu. "Larangan yang menghalangiku untuk membantu putraku sendiri."
"Kau memang ingin aku mengusirmu dan putramu dari keluarga Dauglash rupanya," cemoohnya menyindir.
Aussie mengindikan bahunya tidak peduli, "Tanpa kau usir kami, kami akan pergi sesegera mungkin." Dia lalu merasa putranya sudah sangat ketakutan lalu berujar sinis, "Putraku tidak nyaman dengan kehadiranmu, jadi sebaiknya kau masuk ke kamarmu."
Aussie memasukan penne ke dalam wajan setelah menambah saus bolognese dan mayonese ke dalamnya.
Harland kesal. Wanita ini kenapa berubah drastis sejak tadi sore. Apa akalnya sedang terbalik hingga dia lupa bahwa dia yang selama ini menginginkan berada di sisinya dan begitu pintar merayu ibunya agar diterima dikeluarganya. Dan barusan dia begitu berani memerintahnya seperti anak kecil dan mengusirnya dari dapurnya sendiri.
Wanita itu menuang pasta ke dalam piring dan manaburkan peterseli. Harland merebut piring berisi Spicy Penne matang dan lezat itu dari tangan Aussie. "Kembalikan itu," desis tajam Aussie.
Harland pergi begitu saja dan makan pasta itu dengan santai tanpa peduli pada kekesalan Aussie, "Mama ... " lirih Sidney. Dia ingin makan pasta itu.
Aussie ingin sekali menarik rambut coklat suaminya yang tega mengambil makanan untuk putranya sendiri.
Dia memutar tubuhnya. "Tidak apa - apa, sayang ... jangan lihat itu. Mama akan membuatkannya kembali. Kau tidak masalah menunggu sebentar lagi.
Dia mulai memasak lagi dan menumis dengan cepat lalu langsung membawa makanan itu ke kamar dengan Sidney dalam gendengannya.
Harland berhenti makan. Dia tidak lapar dia hanya kesal dan ingin membuat wanita kesal. Pasta yang dibuat Aussie begitu banyak dan dia tidak bisa menghabiskannya. Dia merasa kalau wanita itu berubah aneh. Dia begitu memujanya sebelumnya tapi sekarang dia begitu memusuhinya dan selalu melindungi anak itu. Ada apa dengannya?
Jangan Harland. Kau tidak perlu berpikir jauh mengenai itu. Wanita itu tidak pantas kau pikirkan. Peringati hatinya.