Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 4(Cinta dan benci beda tipis)

Aussie menutup pintu hotel. Lalu menggandeng tangan sikecil yang mengedarkan pandangannya menilai tempat baru yang akan jadi tempat tinggal mereka.

Dia belum sempat mencari apartemen baru dan segera keluar dari apartemen Harland, jadi dia akan tinggal di hotel untuk sementara waktu sampai urusan perceraiannya dengan Harland selesai.

Dia berhenti, melepas kopernya dan bertanya pada Sidney yang masih merasa tidak terbiasa mendapati tempat tinggal mereka. "Apa Sidney suka? Kalau tidak, Mama akan mencari hotel lain?" Baginya saat ini pendapat Sidney adalah yang utama. Penyesalan terdalamnya  dimasa lalu dibalut kebahagiaan kerena bisa bersama putra kecil ini membuat pendapat dan segala hal menyangkut dirinya begitu penting. Bocah itu menengadah, "Sidney suka," komentarnya  dengan suara khas anak anak.

Aussie menggeret kopernya kembali sambil mengambil  tangan Sidney "Kalau begitu ayo kita lihat kamarnya."

"Ayo, Mama," angguknya. Mesti dia tidak nyaman dan sedih berada di sini sebab tidak bisa melihat ayahnya lagi, tapi dia tidak boleh membuat ibunya sedih. Dia lalu mengikuti ibunya yang membawanya ke dalam kamar ... "Ini kamar kita, kamar ini lebih kecil dari kamar di apartemen papa apa kau keberatan?" Dan mendapat gelengan  dari si kecil, "Sidney suka," kata bocah berusia empat tahun itu pelan tidak pelan. Sidney tampak murung.

Dia ingin menggertakan giginya. Pria itu sudah membuat putranya yang awalnya begitu ceria menjadi  begitu penyendiri dan pendiam.   Membuatnya begitu bodoh karena bisa mengabaikan cahaya hidupnya ini. "Ayo berikan tasmu pada Mama." Dia membantu Sidney melepaskan tas di punggungnya, menaruhnya di tempat tidur. Dan mereka duduk di tepian tempat tidur king size. "Sayang ... "

Sidney menatap ibunya lekat.

"Mama tahu kau tidak terbiasa dengan ini, dan Mama juga tahu kau menginginkan papa berada di tengah - tengah kita saat ini." Aussie menarik nafasnya, "tapi maafkan Mama, Nak ... karena nulai sekarang kita hanya akan tinggal berdua, tanpa papa ..."

Sidney menurunkan pandangannya ke pangkuannya, "Apa karena papa marah aama kita?" cicitnya pelan. "Papa bilang aku menyusahkan  dan sangat tidak menyukaiku karena aku mereporkan,," gumamnya  berbicara pada diri sendiri.

Rasa nyeri itu menyebar hingga ke dasar hati. "Bisa lihat Mama, Nak ... " anak itu mendongak. "Meskipun nanti kita hanya tinggal berdua Mama pastikan kau tidak akan kurang satu apapun," ujar Aussie syarat perhatian dan kelembutan. "Mama akan memenuhi apapun keinginanmu. Apapun yang Sidney mau Mama akan berikan itu tapi mulai saat ini kita tidak akan pergi bersama papa lagi karena Mama sama papa akan bercerai. Yang artinya kita tidak bisa tinggal bersama."

Sidney menunduk sedih, "Jadi bercerai itu aku tidak bisa tinggal bersama papa lagi?"

Bisa, Nak ... tapi sayang papamu tidak mau menerimamu. Sejak awal dia tidak mau menerimamu ... dan yang Mama bisa lakukan adalah menjauhkanmu dari segala hal yang membuatmu terluka.

"Ya," dusta Aussie. "Kau hanya akan tinggal bersama Mama mulai sekarang, Jadi Mama harap kau mau menerima itu, apa Sidney paham?" Anak itu mengangguk angguk lesu dan terus memilin ujung bajunya. Aussie tidak tahan untuk tidak merengkuh lelaki kecilnya, mengusap punggungnya sayang ... "Sidney harus ingat kalau Mama akan selalu ada buat Sidney, menyayangi Sidney apapun yang terjadi dan memenuhi apapun keinginan Sidney jadi Sidney tidak boleh sedih, oke." Dia merasakan anggukan Sidney di dadanya.

Dua hari kemudian ...

Harland mengancingkan kancing kemejanya. Melipat kerahnya ke bawah ketika bel berbunyi. Dia masih mengenakan sendal ketika membukakan pintu dan mendapati Jeremy dengan lengkungan lebarnya menyapa, "Hallo Little Har." Harland memandangnya jengah.

"Hentikan panggilan menggelikan itu," gerutunya sambil masuk yang ekori oleh pria bermata sipit itu dengan tawa renyahnya.  Lelaki yang mengenakan kaos lengan panjang abu abu belang dan celana jeans hitam mengapit boneka beruang besar biru yang lengan kanannya dan beberapa paper bag di tangan yang lain. "Itu panggilan kesayangan Mama Evelyn untukmu adikku sayang," balasnya sambil lalu. Dia baru saja pulang dari liburan ke Swiss kemarin dan ke mari ingin memberikan oleh oleh pada bocah kecil, Aussie juga Harland. 

Mata Jeremy mencari cari bocah kecil selalu mencuri perhatian itu, tapi tidak menemukan anak itu di ruang tamu. Biasanya kalau dia datang dijam seperti ini anak itu sedang duduk di meja makan bersama ibunya,  tapi meja makan kini lenggang tidak ada siapapun. "Di mana Sidney?"

"Pergi." Harland bergerak masuk ke kamar.

Jeremy tersentak kaget. "Kau mengusir mereka?" Dia sangat tahu bagaimana sikap Harland pada si kecil Sidney juga Aussie. Dia menutupi kebusukan pria yang telah dia anggap sebagai adaiknya ini dari  Ayah Leonard dan Ibu Evelyn. Dia menyayangi Sidney, bocah itu mampu mengambil hatinya sejak dia hadir ke dunia ini, tapi dia juga menyayangi Harland, lelaki dingin yang terluka akibat masa lalunya.

Dia membenci  kaum hawa karena seorang wanita yang amat dicintainya(Harland). Dia menikahi Aussie hanya karena itu permintaan ibunya dan tidak mampu melukai wanita yang telah melahirkannya itu. Kebekuan itu bukan dirinya. Ia hadir disebabkan oleh kekecewaan dan rasa sakit yang adiknya terima. Dia sebenarnya adalah sosok yang penyayang meski cenderung pendiam. Dia mencintai wanita masa lalunya itu dengan segenap hati tapi yang dia terima malah rajaman luka dari wanita itu.

Dia kasihan pada Sidney yang menjadi objek kemarahan untuk melukai hati ibunya yang telah menjebaknya dengan obat perangsang agar dia tidur dengannya(Aussie). Biar bagaimanapun Aussie salah karena menggunakan cara licik agar adiknya ini menyentuhnya di bawah pengaruh obat, tapi meskipun begitu Sidney tidak sepantasnya menerima perlakuan kasar darinya. Anak itu tidak bersalah dan tidak tahu apa - apa tentang masalah yang terjadi antara kedua orangtuanya, tapi sepertinya Harland tidak peduli dan terus melancarkan kemarahannya ke anak itu.  Meski dia sudah menasehatinya untuk berhenti dan menerima Sidney yang adalah darah dagingnya sendiri, tapi nasehatnya hanya dianggap angin lalu bagi Harland.

Harland yang baru keluar dari walk in closet dengan menenteng stelan jas abu abu gelap,  kaos kaki hitam juga sepatu kulit mengkilap lalu duduk di sofa. Dia meletakkan jas di sebelahnya dan mulai mengikat sepatu kulitnya.

Jeremy menaruh  boneka dan barang yang dia bawa ke tempat tidur dan menempatkan tubuhnya di ranjang seraya berbicara pada Harland yang sedang sibuk memasang kaos kaki hitamnya. "Dia pergi sendiri dengan membawa anak itu," katanya tanpa menoleh. "Dan aku senang karena dia cukup tahu diri untuk pergi setelah sekian lama aku menahan sesak karena harus tinggal dengan mereka," sinisnya dingin.

"Dia pasti pergi  karena perlakuan burukmu terhadap dirinya juga Sidney dan kalau papa dan mama tahu mereka pergi dari sini karena dirimu mereka pasti akan kecewa padammu, kau pasti seberapa sayang mama pada cucunya."

Harland yang kini memakai sepatunya mulai mengikat taki sepatunya, "Aku sudah berusaha memenuhi apa yang mama mau, menikahinya meski itu tanpa perasaan cinta sedikitpun. Aku juga tidak mengusir mereka mereka pergi dengan kemauan mereka sendiri."

Jeremy menghempaskan nafas pelan, "Kau itu sudah keterlaluan padanya, terutama pada putramu sendiri --Sidney. Dia itu hanya anak kecil yang tidak mengerti apapun tentang masalah yang terjadi antara kalian dan kau menjadikannya bahan pelampiasan selama bertahun - tahun hanya karena ibunya menjebakmu. Itu tidak adil untuknya."

"Itu konsekuensi karena dia terlahir dari rahim wanita itu."

Jeremy mengeleng - gelengkan kepalanya tak habis pikir. Dulu Harland hanya memberlakukan Aussie dengan dingin tapi setelah wanita itu berbuat licik mencampurkan obat perangsang ke makanan dan minuman Harland, Harland bersikap sinis dan bermulut tajam. Dan dia menjadikan anaknya sendiri sebagai senjata yang tepat untuk menyakiti Aussie. "Kau akan menyesal jika suatu saat nanti kebencianmu berbalik jadi cinta."

Harland berdiri memakai jas abu - abunya, "itu tidak akan terjadi," desisnya pelan. Memasang kancing - kancing depan jas.  "Benci dan cinta itu tipis, Har. Kau bisa mencintai orang yang kau benci setengeh mati begitupun sebaliknya," cetus Jeremy santai.

Harland bergerak mengambil tasnya hitamnya yang memang sudah ada di sofa. "Ya, Aussie." Ucapan Jeremy pada orang baru saja menghubunginya menghentikan naitnya untuk keluar kamar. Dia mengawasi Jeremy yang telah bangkit menyambar dua paperbag dan boneka besar itu dan wajah serius pria itu mengusik rasa penasaran Harland. "Aku ke sana sekarang." Jeremy menutup sambungan dan mendesak ponsel ke saku. "Aku pergi." Jeremy bergegas ke luar dengan mengamit boneka di ketiaknya dan tas kertas di tangannya.

Harland menunjukan tampang datar. Jeremy memang tidak mengatakan apapun tapi sekilas kekhawatiran melintas di matanya. Dan dia tahu pasti terjadi sesuatu. Tapi kenapa itu mengulik rasa penasarannya, keingintahuan itu mulai menyusup ke hati.

Dia mengeratkan pegangannya pada pegangan tas. Dia tidak ingin mengikuti Jeremy tapi kakinya malah menghianatinya dan mulai bergegas cepat menyusul Jeremy.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel