Bab 5
Jeremy sudah selesai memeriksa Sidney, "Dia hanya demam," terangnya. Lalu memasukkan stetoskop itu ke tas. Sembari duduk di tepi tempat tidur dia mengeluarkan block note dan menuliskan beberapa resep di sana. Dia menggerakan kepalanya ke Harland yang berdiri tidak jauh dari mereka. "Panggil supirmu ke mari."
"Untuk?" tanya tanpa ekspresi.
"Aku butuh dia untuk membeli obat."
"Tidak, " sergah Aussie melirik Harland sinis. "Biar aku yang saja yang membelinya." Dia tidak tahu kenapa lelaki itu muncul di hadapannya lagi, dia hanya mengharapkan kak Jeremy untuk mengobati Sidney dan tidak ingin bertemu denganya. Dia sudah mengusirnya tadi, tapi laki laki itu hanya menarik senyum sinis dan tetap bergeming tidak ingin hengkang dari kamar hotel, itu mencetuskan kekesalannya dan dia sempat ingin mendepatnya, tapi Jeremy menghentikannya dan memintanya untuk menunjukan dia mana kamar Sidney.
Dan dia sudah berjanji pada dirinya untuk tidak ingin melibatkan pria itu lagi dalam hidupnya. Tidak ingin merepotkan lelaki tidak punya hati itu dengan hal apapun yang berkaitan putranya. Dia masih sakit hati akibat perkataannya yang mengakibatkan anaknya terluka. Dan dia akan mengurusnya sendiri.
"Tidak," tolak Jeremy pelan namun tegas. "Sidney membutuhkanmu, biar supir Harland saja yang membelikannya untukmu."
"Aku akan menghubungi servis room dan meminta mereka untuk membelikan resep itu," kukuh Aussie dengan tangan terulur.
Dia cukup kaget dengan perubahan sikap Aussie pada Harland tadi. Wanita itu tidak pernah menaikkan intonasinya saat berbica dengan Harland, Aussie yang dia kenal sangat lembut, penurut dan selalu senang berada di dekat Harland. Tapi wanita yang sedang berdiri di depannya dengan gaun tidur putih itu begitu sinis dan menjaga jarak dengan suaminya sendiri. Seolah wanita bukan Aussie yang dia kenal selama ini. Dia sosok berbeda. "Baiklah." Jeremy memberikan sobekan block note itu pada Aussie. Dan wanita itu segera menghubungi layanan servis hotel lewat telpon kabel di dekat tempat tidur. Saat bel berbunyi Aussie keluar dan Harland masih tetap di kamar ini. Dia agak tercengang mendapati Harland mengukutinya dan ketika dia menanyakan ketidakbiasaannya ini, Harland hanya mengatakan bahwa dia hanya ingin melihat penderitaan wanita itu. Ada getar kebohongan saat yang dia rasakan ketika adiknya itu mengatakan alasannya itu, tapi dia bersikap seakan tidak tahu.
Aussie kembali ke kamar dan berkata pihak layanan hotel sedang membelinya.
"Papa ... " lirih si kecil yang terbaring pucat dengan mata tertutup dan wajah pucat. Mereka serentak melihat Sidney yang terbungkus piyama biru dengan motip Doraemon. Mengiris perasaan Aussie menyaksikan bahwa si kecil menyimpan Harland begitu dalam di hatinya.
"Papa .. " igau anak itu lagi. Harland mamandangnya dengan mata tek terbaca dan Jeremy yang menggerakan tatapannya ke Harland yang tidak ingin beranjak dari tempatnya merasa iba. Dia pernah merasakan tidak memiliki ibu ... rasanya itu tidak akan pernah lengkap tanpa ada seseorang ibu di dekatnya. Meskipun ayahnya akan selalu mengambil peran bukan hanya sebagai ayahnya, tapi juga ibu. Tapi tetap saja itu tidak sama. Dan sekarang Sidney memiliki orangtua yang lengkap tapi dia tidak memiliki sosok ayah dihidupnya, Harland tidak pernah memberlakukannya dengan baik dan itu membuatnya miris. Sidney anak yang manis dan penurut, dan anak itu bisa memancing perasaan cinta pada bocah malang itu, tapi sepertinya hati Harland telah membeku hingga bisa membenci anak semanis ini.
Jeremy menyusup di bawah selut di samping Sidney. Tangan mengambil tubuh si kecil, mendekapnya dan berkata lembut dan berbisik pelan di telinga Sidney, "Ini Papa, Nak ... " dustanya. Anak itu mengembangkan senyum di dada Jeremy dan bergumam lirih dalam tidurnya, "Papa ... " suaranya terendam dalam rengkuhan. Jeremy mengusap punggung kemenakananya itu, "Ya ... ini Papa sayang ... ini Papa .. "
Kalau saja dia tidak mengejar pria yang salah. Sidney tidak akan tersiksa seperti ini. Seandainya saja yang dia nikahi itu Kak Jeremy ... mungkin anaknya tidak akan tersakiti sedalam itu.
Aussie serasa ingin menangis. Tapi dia menekan keinginan itu dia tidak tampil lemah di hadapan Harland. Aussie yang dulu sudah mati. Dia berpaling ke Harland. Pria itu tidak menunjukan reaksi apapun, tapi ... tangannya kanannya mengetat. Membentuk kepalan sebentar. Dia berbalik lalu pergi.
Ausssie mematung sebentar. Dia menyeringai senang dalam hati. Pemandangan itu mengusik Harland. Pria itu mengontrol sekuat tenaga emosinya. Dia pasti mencoba mencari tempat untuk menenangkan diri.
Dia lalu mengikuti Harland hingga ke balkon.
Cahaya pagi yang mulai merangkak naik menyambutnya. Aussie mengulas senyum sinis, "Egomu terluka karena kak Jeremy secara tidak langsung menggantikan posisimu sebagai seorang ayah?"
Harland memasukan tangannya ke dalam saku, dan perlahan berbalik dengan mencemooh, "Kau sepertinya mengalami delusi, otakmu sedang terganggu."
"Orang dengan ego yang melangit sepertimu hanya bisa menyangkal untuk menutupi perasaannya," balasnya pandangan menghina.
Harland melewati Aussie sambil berkata, "Meladeni orang memiliki gangguan di otaknya hanya akan membuatku terlihat tidak waras."
Aussie mengamati Harland dengan manahan kesal. Tapi dia benar. Dia mamg sudah tidak waras, bisa-bisanya dia menikah dengan pria tak berperasaan seperti dirinya. Mengejar pria itu da mengupayakan segala cara agar dia bisa bersamanya. Dulu dia selalu berpikur dia dapar mereguk kebahagiaan menikah dengan pria yang sangat dia cintai, tapi ternyata itu hanya mimpi. Pria itu tetap tidak berubah. Justru bukan kebahagiaan yang dia dapat tapi kesengsaraan yang tiada henti. Dengan hadirnya Sidney malah makin membuat pria itu membencinya yang menumpahkan segala kebencian itu pada putra mereka. Sekarang dia tidak akan membiarkan pria itu menang.
"Entah apa yang membawamu kemari," ungkap Aussie mencemooh.
Kaki Harland terhenti.
"Tapi apapun alasanmu, aku akan lebih senang kalau kau meninggalkan tempat ini segera," usir Aussie pada pria yang membelakanginya itu. "Aku akan berada di manapun aku ingin," sinis pria itu tanpa memutar tubuhnya.
"Well, sekali arrogant tetap saja Arrogant aku tidak heran dengan sikapmu ini. Tapi aku sudah muak melihat tampangmu di sini, jadi bisakah kau keluar sekarang juga," cemooh wanita itu. "Kehadiranmu tidak dibutuhkan di sini dan sangat mengganggu. Jadi kalau kau masih punya pikiran lebih baik kau pergi dari sini."
Harland perlahan berbalik dengan menampilkan seringai jahat, "Aku kasihan padamu. Putramu begitu merindukanku hingga menyebut nyebut namaku dalam igaunya. Tapi sayang ... " iris abu abu itu mencela. "Dia tidak bisa lagi tinggal bersamaku. Dia tidak layak layak menjadi salah satu anggota keluarga Dauglash, hanya karena dia terlahir dari rahim wanita yang berstatus sebagai istriku."
Mulutnya jahat sekali. Itu anaknya sendiri dan dia begitu tega melontarkan kata kata kejam itu tanpa rasa bersalah sedikitpun. Dia jadi heran begaimana bisa dia mengejar pria berbisa seperti ini? Yang lidahnya selalu mengeluarkan racun yang merusak dan menghancurkan hati. Ini membuatnya semakin yakin bahwa berpisah dari pria itu adalah jalan yang terbaik untuk Sidney. Lelaki itu tidak pantas menjadi ayah!