6. Sekolah Baru.
Tunas-tunas dedaunan mulai bermunculan pada ranting pohon yang sebelumnya telah rontok ketika musim gugur. Suhu ruangan yang mulanya 0° Celcius kini berubah menjadi 25°.
Beberapa hewan hibernasi keluar dari tempat persembunyiannya dan mulai melakukan aktivitas seperti biasa. Tidak semua, tapi banyak yang berkembang biak juga akan muncul anak bebek, ayam, burung dan lain-lain.
Selain itu bunga-bunga mulai bermekaran indah, menghiasi jalan, taman dan halaman rumah.
Burung – burung juga mengepakkan sayapnya, terbang membumbung tinggi melintasi awan demi awan dari tempat imigrasi mereka.
Bagi negara pemilik musim semi. Musim semi adalah waktu terbaik mengawali semua kehidupan. Mulai dari pekerjaan, sekolah dan pendidikan mahasiswa.
Mereka akan mengawali hari-hari yang indah setelah melalui perubahan musim yang cepat.
Seperti semua orang yang disibukkan kegiatan awal mereka. Aiko pun juga melakukannya.
Sekarang gadis mungil itu tengah berdiri menatap pantulan diri sendiri di dalam cermin.
Tubuhnya memutar beberapa kali, sambil memperharikan apakah dirinya cocok dalam balutan seragam sekolah atau sebaliknya.
"Sudah … sudah, kau sangat cantik dan cocok menggunakan seragam baru itu. Ayo kita berangkat!" Ajak Miyuki menarik tangan Aiko.
"Sobo …" panggilnya mengerutkan bibir, "aku tidak nyaman pakai baju ini."
"Ehh, itu seragam baru sekolah kamu. Semua siswi di sana mengenakan pakaian itu. Jika tidak kau akan dianggap tukang bersih-bersih. Mau?"
"Tapi roknya sangat pendek. Aku tidak terbiasa," ujar Aiko.
Tentu saja seragam sekolah yang biasa ia gunakan di Indonesia dan seragam sekolah Jepang, sangatlah berbeda.
Seragam umum Indonesia bernuansa putih abu-abu serta rok panjang sampai mata kaki. Sedangkan saat ini Aiko mengenakan rok setinggi paha, kemeja panjang yang dilapisi rompi biru dongker serta dasi kecil melingkari kerah kemejanya.
Untuk berjalan pun Aiko berusaha menahan rok tersebut agar tidak tertiup angin.
"Soba … adakah rok yang lebih panjang sampai mata kaki?"
Mendengar pertanyaan polos Aiko. Miyuki tertawa renyah. Ia mencubit gemas hidung mungil cucunya.
"Kau ini! Di sini mana ada seragam seperti itu," pungkas Miyuki tak terbalas lagi.
Aiko hanya bisa pasrah. Gadis itu ikut masuk ke mobil bersama Miyuki.
"Ayo, Pak!"
Selama perjalanan mulut Miyuki tak pernah berhenti mengoceh. Ia terus saja berbicara panjang lebar mengenai tempat-tempat yang mereka lihat serta menjelaskan hal apa saja yang harus dilakukan Aiko ketika sekolah nanti.
Dari semua penjelasan Miyuki. Ada satu hal yang membuat gadis itu meremas ujung roknya, yaitu tentang pembulian di sekolah.
Aiko sudah cukup lama menjauh dari hal biasa tersebut. Jiwanya juga agak membaik. Tapi mengingat ia pernah dibuli, ia jadi merasa takut. Apalagi ini bukan negara kelahirannya. Entah bagaimana ia bisa bersikap tegar.
"Jangan khawatir … kau pasti bisa lebih baik lagi. Iya kan?"
Aiko mengagguk lemah. Jujur saja ia tetap resah, tampak jelas dari manik-manik matanya.
**
Didampingi kepala sekolah. Aiko berdiri di hadapan semua siswa-siswi kelas barunya.
"Selamat pagi anak-anak … selamat belajar kembali setelah libur akhir tahun," sapa kepala sekolah dibalas kompak para muridnya.
"Selamat pagi juga pak …"
"Kalian kedatangan siswi baru. Ayo perkenalkan diri kamu!" Suruh kepala sekolah.
Aiko meremas jemarinya, ia menatap wajah-wajah baru di pelupuk matanya. Kemudian menarik nafas dalam-dalam.
Huuh …
"Selamat pagi, perkenalkan namaku Aiko Hamaru. Aku siswi pindahan dari Indonesia."
Syukurlah Aiko bisa mengatakan perkenalan pertamanya tanpa hambatan.
"Semoga kalian semua mau berteman baik denganku, terimakasih," imbuh Aiko membungkukkan setengah badan.
Para siswa saling melempar tatapan dan beberapa ada yang berbisik.
"Dia dari Indonesia …"
"Dia imut, yah."
"Dia kelihatan polos jika rambutnya begitu, tapi tidak tau aslinya," bisik salah satu perempuan berambut ikal dan panjang paling depan pada teman sebangkunya.
"Bu Ayana, silahkan lanjutkan!"
Sontak wanita yang sedari tadi berdiri di samping kepala sekolah segera merespon. "Oh, baik, Pak."
Kepala sekolah berlalu pergi. Ayana meminta Aiko duduk pada kursi kosong di dekat jendela.
Gadis itu mendaratkan panta* nya di sana bersama seorang siswi yang memang sudah ada lebih dulu.
"Hai?" Sapa teman sebangku Aiko, "kita akan menjadi teman sebangku, jadi harus saling mengenal," jelasnya.
"Aiko …"
"Sudah tau, tadi kan kau sudah mengatakan. Namaku Hara. Di belakangmu temanku juga dan akan menjadi temanmu, panggil saja Obito."
"Obito?" Aiko mengerutkan dahi.
"Cih, sembarangan!" Pria yang disebut Obito oleh Hara memukul punggung gadis itu. "Namaku Obi."
"Salam kenal semuanya …"
Selanjutnya mereka melanjutkan pembelajaran dengan memperhatikan Ayana menjelaskan materi apa saja yang akan mereka songsong satu tahun kedepan.
2 jam kemudian.
Para siswa sibuk mengobrol membicarakan banyak hal. Ada yang membahas idola mereka seperti J-Pop atau juga K-Pop.
Aiko tidak tau apa-apa. Ia hanya sibuk membaca buku yang sebetulnya tidak begitu ia fahami lantaran bahasa Jepangnya belum terlalu lancar.
Sementara Obi dan Hara menyempatkan diri bermain poker secara sembunyi-sembunyi di kolong meja.
Menurut Aiko. Kedua teman barunya itu tergolong teman unik. Mereka banyak bicara, tidak berbicara asal tentang orang lain dan ya … seperti yang mereka lakukan saat ini.
Melihat mereka begitu ceria. Aiko pun ikut senang. Seakan keceriaan mereka menyetrum pada dirinya.
"Ssst …" desis Hara.
Aiko melihat ke arah pintu. Ia menggeleng, pertanda belum ada guru yang masuk.
"Selamat pagi menjelang siang anak-anak …"
Dukkk …
"Aduh!"
Saking paniknya mendengar suara melengking nyaring. Hara sampai kejedut badan meja.
Gadis itu buru-buru bangun dan menduduki kursi belajarnya.
"Hei … ada siswi baru?" Lontar sang guru.
Merasa dirinya yang dimaksud. Aiko pun berdiri. "Selamat pagi menjelang siang, Pak."
"Wah … wah, kau sangat imut sekali. Kau siswi pindahan dari mana?"
"Dari Indonesia," tukas Aiko.
"Wah … selamat datang yah, selamat belajar dan semoga betah sampai hari kelulusan," papar sang guru.
Aiko mengagguk tersenyum simpul. Lantas, ia duduk kembali.
Melihat Hara tengah mengusap-usap kepalanya. Aiko jadi ingin tertawa, ditambah teman barunya itu memasang wajah masam.
Obi juga ikut mentertawakan Hara. Hingga Hara melempar gulungan kertas ke arahnya.
"Oke … kita langsung ulangan pertama yah!"
"APA?"
Semua wajah siswa protes tak terima. Guru bertubuh gendut dan berkacamata bulat itu tertawa renyah.
"Baiklah … bapak tidak akan memberikan tugas di awal masuk sekolah. Tapi sebagai gantinya, kalian harus membuat sebuah cerita liburan kalian sebanyak 1000 kata. Bagaimana?"
"APA?" Jawab semua kompak, terkecuali Aiko.
"Hei! Ini sudah jadi kebiasaan semenjak kalian kelas 10. Tidak perlu terkejut," ujar guru bahasa Jepang tersebut.
Semuanya menghela kesal. Namun, mereka tetap mengikuti perintah gurunya.
Sepanjang jam pelajaran mereka sibuk menulis kisah masing-masing. Sementara guru mereka tampak asyik bermain gedget, sambil mendengarkan musik melalui earphone.
Kisah yang Aiko tulis tak jauh dari perjalanan dirinya menuju Jepang. Tetapi ia tak menjelaskan apa dan sebab dirinya harus pindah sekolah. Karena ia berpikir jika hal tersebut bisa menjadi masalah baru.
Tak terasa jam pelajaran bahasa jepang telah berakhir. Kendati demikian tidak menggugurkan tugas sang guru. Para siswa yang menyelesaikan tugas lebih dulu, harus dikumpulkan saat ini juga sisanya diserahkan sepulang sekolah.
Para siswa merasa tak terima. Sekali lagi mereka tak mampu menolak.
Seperti Obi dan Hara. Aiko juga belum menyelesaikan kisahnya. Alhasil ketika waktu sekolah berakhir. Mereka bertiga saling berlarian memburu sang guru yang hendak pulang.
"Pak Daichi …!" Seru mereka dari lantai kedua.
Sang guru bahasa Jepang yang dipanggil, langsung menoleh dan tersenyum lebar.
Ngosh … ngosh … ngosh ��
Deru nafas ketiganya tak beraturan.
"Bagus!" Celetuk Daichi mengambil alih lembaran-lembaran kertas dari tangan mereka.
"Ish, lututku seakan ingin copot," ucap Obi.
"Iya … jantungku juga mau copot begini." Hara ikut menambahkan.
Aiko sendiri tak berkata apa-apa. Ia cukup membuang nafasnya melalui mulut berulangkali.
"Sampai jumpa anak-anak …" Daichi beringsut pergi. Obi dan Aiko ikut melangkah di belakangnya. Namun, tidak dengan Hara.
"Ayo!" Seret Obi.
Tubuh Hara terlalu berat, sulit baginya menggeser kaki Hara sejengkal saja. "Ish, bocah ini! Ayo!"
Hara tak bergeming. Ia malah melongo, memfokuskan pandangan pada objek di depannya.
"Gantengnya …" gumam Hara, menjadikan Obi dan Aiko melihat ke arah yang sama.
Rupanya seorang pria dewasa tengah berdiri tak jauh dari mereka. Pria tersebut sibuk memasukan dokumen-dokumen ke dalam tas, merenggangkan dasi yang menggantung di kerahnya. Kemudian mengayuh sepeda meninggalkan pelataran parkir.
"Dasar murid tidak tau diri!" Celetuk Obi, menjitak kening Hara.
"Aduh!"
"Sadar diri! Dia milik Ayana sensei."
"Cih, itu hanya gosip," jawab Hara membantah tak terima, "Takashi sensei masih bujang dan jomblo. Lagian sejak kapan Takashi sensei menjalin hubungan dengan Ayana sensei," tandas Hara melenggang pergi.
"Hei! Bocah sialan … ayo Aiko!"
Keduanya mengikuti Hara keluar area sekolah. Obi dan Hara pulang ke rumah masing-masing yang kebetulan lokasinya lumayan dekat dari sekolah. Berbeda dengan Aiko yang harus menunggu mobil Miyuki datang menjemput